Apa saja yang bisa dilakukan untuk mengendalikan nyamuk di sekitar rumah? Mencari alternatif sendiri? Meminta rekomendasi? Atau melambaikan tangan tanda menyerah?
Biasanya memulai dari anjuran yang sering dikampanyekan oleh instansi pemerintah yang masuk alam bawah sadar kita, yaitu 3 M: mengubur, menutup dan membersihkan tempat-tempat yang berpotensi sebagai tempat berkembang biak nyamuk.
Kadang jika beruntung, lingkungan RT mendapat bantuan fogging gratis dari aparat setempat, tapi kebanyakan malah dari pihak lain yang tidak meyakinkan dan minta bayaran per kepala keluarga pula. Karena saya sendiri pernah mengikuti pelatihan dan tahu takaran obat (yang cukup mahal harganya) dalam setiap kali fogging, berbeda dengan fogging abal-abal yang lebih banyak bau asap ketimbang obatnya.
Ketika anak pertama kami lahir, keluarga memutuskan kami segera menempati rumah dinas, tidak lagi di kontrakan sebelumnya. Tempat ini sudah bisa ditinggali enam bulan sebelumnya, tapi kami langsung beradaptasi di hari pertama.
Ketika suatu malam, saya dan istri melihat rumah ini dalam keadaan gelap karena lampu luar mati, serasa di pelosok kampung, karena masih banyak tanaman dari semak belukar hingga pohon besar mirip pinggiran hutan. Suasana disini kontras dengan komplek perumahan di perkotaan yang umumnya padat dan gersang.
Diserbu nyamuk
Setelah usai dengan kebutuhan primer di rumah yang baru ditempati, selanjutnya menghadapi serangan nyamuk hutan. Nyamuk besar dengan gigitan yang gatal ini hanya menyerang menjelang malam. Jadi, secara konvensional masih bisa dihindari dengan memasang penyaring udara di fentilasi atau memasang kelambu sebelum tidur.
Beberapa tahun kemudian, kami kaget karena salah satu anak tetangga kami meninggal dunia karena demam berdarah, padahal beberapa hari sebelumnya masih nampak baik-baik saja. Sejak itu, kami merasa nyamuk adalah musuh nomor satu di rumah dibanding jenis hewan lain seperti ular.
Nyamuk yang lebih kecil, dengan belang hitam putih lebih repot membunuhnya, karena lebih gesit dan berbahaya. Semprotan pembasmi serangga masih terlihat kurang efektif secara kasat mata, karena gerombolan nyamuk yang asal disemprot belum tentu juga langsung mati.
Untuk melihatnya langsung mati, mesti menggunakan raket listrik. Dan tidak sedikit raket yang sudah kami koleksi karena rusak atau salah gebuk, kadang juga kurang nyaman memakainya. Ada yang tombolnya "on"-nya terlalu kecil untuk ukuran jempol. Kadang juga anak-anak kesetrum karena suka pencet dan pegang sembarangan.
Satu lagi cara mengurangi populasi nyamuk adalah memelihara ikan cupang, disini sering disebut iwak tempalo. Harganya mulai dari Rp 5 ribu hingga Rp 10 ribu per ekor, dengan warna-warni yang cukup menarik. Pernah kami beli tempalo yang harganya Rp 25 ribu, dengan tubuh agak sangar dan besar.
Setidaknya puluhan ikan yang sudah kami coba pelihara sebagai predator alami jentik nyamuk di rumah, iwak tempalo cukup efektif melahap jentik nyamuk yang kami "pelihara" di sekitar pekarangan.
Pernah bertemu ibu-ibu yang bingung saat akan membeli ikan hias, "Mau dikasih makan apa?"
Padahal, cukup menyediakan wadah seperti baskom bekas, ban bekas berisi air sebagai tempat berkembang biak nyamuk. Beberapa hari kemudian sudah banyak jentik yang menetas.
Alternatif lain adalah menggunakan lotion anti nyamuk, ketika bermain di luar. Meski cukup efektif, namun saya sendiri merasakan agak panas di kulit. Baru-baru ini saya mencoba menggunakan minyak telon Lang, dengan harum lebih lembut ketimbang minyak serai yang juga bisa mengusir nyamuk, tapi aroma khas bayi karena mengandung Natural Rhodinol.
Jika malas mengolesi anak setiap ia main keluar rumah, minyak telon Lang sanggup memberi perlindungan selama 12 jam. Nah, tinggal lagi membasmi lalat yang jadi saingan nyamuk di rumah, selain menggunakan sapu lidi, ada lagi?
https://www.facebook.com/AntonDaKarola
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H