Sales kartu kredit sekarang ini satu fenomena yang minta amplop banyaknya.
Banyak, dan kebanyakan menganggu.
Dulu saya sering isi saja penawaran kartu kredit di mall-mall. Soalnya pernah punya teman jadi sales begituan, dan dapat info dari dia, kalau bagi sales seperti itu incomenya dihitung dari banyaknya aplikasi (permohonan) yang masuk. Bukan yang disetujui.
So, dulu mikirnya ya sutralah. Sambil nunggu istri kelilingan mall. Kita isi aja. Lumayan dapet duduk. Amal.Bantu mereka yang usaha. Karena kalau pernah ngerasain kerja berdiri sekian jam menebalkan muka untuk selalu menyapa ramah orang yang lewat (dan sebagian besar ditolak dengan wajah kecut), itu perjuangan mereka layak dibantu.
Lagipula namanya istri-istri solehah. Kalau keliling mall belum kayak Sya'i, belum tujuh puteran, biasanya belum afdol untuk pulang.
Tapi ndilalah keputusan itu ngga bagus efeknya. Saya sendiri ngga pernah merasa perlu kartu kredit. Waregah urusan sama bank. Istri saya sudah cukup banyak kartu kreditnya. Jadi kalau butuh saya bisa andalkan beliau.
Jadi memang ga pernah mikirin kalau ditolak aplikasinya. Tapi ditolak itu ternyata perkara lain.
Karena yang duluan muncul adalah efeknya diteleponin hampir saban hari sama sales kartu kredit.
Lalu berlanjut sama sales rumah, sales mobil, panci, sampe kerudung, atau bahkan sales kain kafan, mungkin juga pernah neleponin.
Saya ngga tahu persis sales apa aja yang udah nelepon. Karena saya sering polanya nembak langsung, "Hallo, jika anda sales mau menawarkan sesuatu pada saya, maka telepon ini akan meledak dalam lima detik, satu.. dua.. tiga.."
Satu hal yang sering bikin saya heran,
Sales kartu kredit itu tahu aja segala macem hal.
Kadang lebih tahu dia dibanding saya.
"Bapa' mau bikin rumah, sekarang kami punya produk.. etcetera.. etcetera."
Woi! Tahu darimana gue mau bikin rumah?
Rumah tiga-empat tahun cuma jadi pondasi terus itu aib. Saya aja berusaha ngga inget-inget. Kok malah diingetin terus.
Belom lagi pengen beli mobil, anak mau masuk sekolah, istri minta panci, tetangga butuh kain kafan... Mereka para sales seperti tahu aja kebutuhan saya.
Kadang saya curiga jangan-jangan kalau saya lagi minta "jatah" sama istri lalu merayu istri dengan bicara soal "rumah masa depan" atau mobil, si sales sedang nongkrong di bawah ranjang ngedengerin.
Penting untuk diingat.
Kalau anda berdua dengan istri lagi mau ber-indehoy-ria,
Periksa kolong ranjang.
July, 2012
Sentaby,
DBaonk
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H