di warteg milik tika. arta dan rahman nampak telah menyelesaikan makan siangnya.
"alhamdulillah kenyang. mbook rokoknya 1 bungkus ya.masukin ke tagihannya paiman." ucap arta dengan wajah senang.
"nah kan nah kan. minta tambah. udah namanya salah. masih minta tambah rokok. dasar wong ireng." gerutu tika sembari menyodorkan sebungkus rokok yang baru diambilnya.
"yo ben tha. si paiman sendiri kok yang nawarin." arta membela dirinya.
"udahlah mbak gak papa aku ikhlas kok. he. he.." rahman menenangkan.
"eh ngomong ngomong mbok, si kancil itu gak sekolah ya kok jam segini udah digebukin preman. emang dia ngapain?"
"sopo kancil?? ucil maksudmu?" tanya tika.
"iya kali mbak" duga rahman. "aku juga penasaran tentang ucil. jam segini ngapain gak sekolah bukannya ada sekolah gratis ya sekitar sini?"
"si ucil itu bukannya gak mau sekolah. dia gak bisa!" terang tika
"lho kenapa?" arta dan rahman bertanya berbarengan.
"ibunya sakit parah. ntah kamipun tak tahu penyakitnya apa. yang jelas ucil pergi mengamen tiap pagi. lalu siang pulang sebentar beli makanan . trus balik lagi mpe malam. gitu aja terus tiap hari" tika menjelaskan.
"lho gak di bawa ke rumah sakit atau puskesmas biar diperiksa gitu? kan gratis juga" tanya arta.
"gak segampang itu mas. puskesmas atau rumah sakit hanya melayani warga yang punya KTP jakarta. bila warga yang sakit itu tidak punya KTP. diharuskan bayar administrasi." jawab rahman.
"bener itu. memang, pemerintah mengadakan program pelayanan kesehatan gratis. tapi itu bagi warga yang terdaftar saja. bagi masyarakat seperti ucil dan ibunya mustahil dapet gratis. karna mereka tidak punya KTP." tambah tika.
di tengah obrolan mereka, terdengar suara lirih dari seorang anak kecil.
"om.. tolong ibuk.. dia panas.. toloong.. *brak*" suara lirih dari seorang anak kecil yang tak asing bagi mereka, selesai berbicara ucil jatuh tak sadarkan diri. mungkin inilah batas dari anak itu menahan rasa sakit yang dirasakannya. langsung saja semua orang di warung terkagetkan dengan peristiwa tersebut. arta yang saat itu berada tak jauh dari ucil segera mengangkat tubuh mungilnya. "eh paiman kamu punya sepeda motorkan? antar anak ini ke rumah sakit "sumber waras", lalu cari dokter bernama Riska, bilang saja anak ini tanggung jawab ku. dia akan mengerti." perintah arta dengan tegas sambil memberikan tubuh mungil itu kepada rahman.
"lalu mas arta?" tanya rahman memastikan sembari bersiap menggendong ucil yang kini telah berada di pangkuannya.
"aku ingin memastikan kondisi ibunya. mbok jah..!?"
"ya ta..?" jawab tika
"antar aku kerumah ucil." arta berdiri dari tempat duduknya dan bersiap pergi. tak lupa sebatang rokok ia ambil dari bungkusnya. sambil menyalakan rokok, arta berjalan pelan keluar warung lalu pergi dengan tika yang sudah duluan di depannya.
rahman segera pergi ke tempat parkir pasar menuju sepeda motor matic kesayangannya, dengan ucil yang masih tak sadarkan diri berada di punggungnya.
dan awal kisah yang kelam dimulai sejak hari itu.
lanjut ke part 2
Â
Writer note : sebelumnya maaf telat posting harusnya 1 minggu sekali tapi karena banyak hal yang terjadi baru bisa post gitu aj belum editan. dan sekali lagi writer minta maaf kalau banyak kata - kata yang tak beraturan / berantakan maklum writer belum lama di bidang penulisan Insya Allah writer akan mencari editor yang bisa menata kosakata dan bahasa agar para reader bisa nyaman bacanya.. :3
sedikit spoiler.. next part Arta akan menunjukan 1 rahasianya dan tentu saja berbeda dengan part 1 Arta akan menjadi sosok yang berbeda... so sabar aja next part coming soon..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H