Mohon tunggu...
PRIADARSINI (DESSY)
PRIADARSINI (DESSY) Mohon Tunggu... Buruh - Karyawan Biasa

penikmat jengQ, pemerhati jamban, penggila serial Supernatural, pengagum Jensen Ackles, penyuka novel John Grisham, pecinta lagu Iwan Fals, pendukung garis keras Manchester United ....................................................................................................................... member of @KoplakYoBand

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Lenyapnya Tahi Lalat Khatulistiwa

20 Januari 2015   22:53 Diperbarui: 24 Juni 2017   16:16 89673
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sebenarnya keputusan paling berat itu saat saya memutuskan untuk menghilangkan ciri khas yang sudah melekat di wajah saya sejak lahir, yaitu tahi lalat khatulistiwa. Alasannya karena 2 tahun terakhir ini sepertinya perkembangannya menjadi pesat. Bahkan yang tadinya kecil ikutan membesar.

 

Aslinya justru tahi lalat yang kecil di atas mulut itu sudah ada sejak lahir, cuma pas saya SMP, tiba-tiba tumbuh tahi lalat lagi dempet dengan yang kecil itu. Nah tahi lalat yang tumbuh belakangan ini terus membesar. Sudah berapa kali saya ke dokter, katanya selama nggak gatal dan nggak berubah warna nggak masalah.

 

Tapi 2 tahun terakhir ini yang kecil ikutan membesar dan mulai tumbuh bulu. Setiap ketemu saudara, pasti bilang kayaknya tahi lalatnya tambah besar. Dan ketemu saudara yang dokter, dia nyaranin ketauan dioperasi aja.

 

Singkat cerita, saya pun jadi khawatir, tadinya saya tidak berniat untuk menghilangkan ciri khas saya ini, cuma saya pikir-pikir saya harus mempertimbangkan juga masalah dampak kesehatannya. Karena kalau berubah menjadi ganas nanti malah jadi panjang urusannya.

 

Akhirnya saya mulai cari-cari info seputar cara paling aman dan efektif untuk menghilangkan tahi lalat. Pilihannya adalah operasi atau laser. Setelah saya timbang-timbang kayak paling gampang dilaser. Prosesnya kayaknya lebih simple.

 

Lalu pergilah saya ke klinik kecantikan yang paling top dan mempunyai fasilitas laser CO2. Pas saya ketemu dokter kecantikannya, kemudian dia bilang, “Wah lumayang gede ya dan dempet, ini kalau dilaser biaya kurang lebih Rp. 1.200.000”

 

Saya pikir yah nggak apa-apa lah dengan biaya segitu. Tapi terus dokternya melanjutkan, “Tapi kami tidak menanggung resikonya ya..”

 

“Maksudnya dok?”, saya mulai ragu.

 

“Bila sesudah dilaser ternyata tahi lalatnya ganas dan juga belum tentu akar-akarnya terputus total. Bisa jadi dia hidup kembali. Dan sepertinya tidak bisa sekali tembak. Saya sih sarankan lebih baik dioperasi di rumah sakit saja.”

 

Jadilah saya ke rumah sakit sekalian coba pakai kartu BPJS Kesehatan. Di rumah sakit prosedural pasien BPJS tidaklah rumit (untuk kisah selengkapnya, nanti saya tulis terpisah). Kemudian saya berkonsultasi dengan dokter spesialis kulit dan kelamin.

 

Saat dokternya melihat tahi lalat saya dia cuma bilang, “oke ini saya rujuk ke dokter bedah saja ya.”

 

“Dok, kalau dilaser aja gimana dok?”, saya bingung kok dokternya udah langsung nyuruh ke dokter bedah.

 

“Nanti coba dibicarakan saja dengan dokter bedah, soalnya dia yang tau.”, dokternya melanjutkan.

 

Mungkin karena di rumah sakit umum atau karena itu hari sabtu, dokternya terkesan buru-buru. Jadi saya merasa tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan.

 

Beberapa hari selanjutnya, saya pun pergi ke rumah sakit swasta. Menurut teman saya, sebaiknya coba konsultasi ke dokter bedah plastik. Nah di RS ini, saya bisa tanya-tanya banyak. Dokternya pun bilang, “saya tidak menyarankan untuk dilaser, karena akarnya takkan terputus total, bakalan tumbuh lagi. Jadi sebaiknya dioperasi.”

 

“Kalau dioperasi nanti ada bekasnya nggak dok? Terus proses yang harus saya lewati apa aja?”

 

“Karena besar dan tebal, jadi harus dibelek 3cm ke kiri dan 3cm ke kanan. Jadi kurang lebih bekasnya akan sepanjang 7cm. Hilangnya sekitar 1 sampai 1,5 tahun. Prosesnya cuma dibius lokal, kalau nggak punya penyakit gula, bisa langsung operasi, lamanya operasi sekitar 1 – 1,5 jam.”

 

Waduh saya mulai ragu, masak muka saya bakalan ada codetnya sepanjang 7cm selama 1,5 tahun?!! Udah kayak preman aja dong tampangnya. Lalu saya tanya biaya operasinya. Dokter minta saya ke suster untuk minta perhitungan biaya. Menurut dokter, di RS ini operasi wajib dilakukan di ruang operasi, sehingga ada biaya ruang operasinya. Kalau di RS lain tempat dia juga terdaftar sebagai dokternya, memperbolehkan dia bila melakukan operasi ringan di ruang prakteknya.

 

Sehingga ketika suster membawa perhitungan harga, lumayan juga untuk menghilangkan tahi lalat saya biayanya sekitar Rp. 6.600.000. Hmm.. Saya pikir ketahuan saya kembali ke RS Umum saja yang bisa menggunakan BPJS.

 

Di hari saya akan berangkat ke RS Umum untuk mendatangi dokter bedah. Sebelum berangkat saya iseng-iseng searching lagi di google, tentang pengalaman orang yang operasi tahi lalat. Eh malah ketemu website klinik tahi lalat tanpa operasi. Saya pun mulai searching ke sana sini, cari pengalaman orang-orang yang pernah menghilangkan tahi lalatnya di klinik tersebut.

 

Dan saya pun jadi tertarik, terlebih itu klinik sudah berdiri 30 tahun, kalau sudah selama itu, kesimpulan saya, pengobatannya benar. Kalau nggak bener pasti sudah banyak yang komplen. Selain itu saya nemu beberapa testimoni orang yang sudah pernah menghilangkan tahi lalat di sana.

 

Apalagi saya lihat di websitenya, banyak tahi lalat yang lebih besar dan mengerikan yang pernah klinik itu hilangkan. Jadi tahi lalat yang ganas pun bisa dia hilangkan hingga akar-akarnya. Melihat hal tersebut, saya pun memilih untuk menghubungi klinik tersebut via whatsapp. Dan saya bertanya-tanya masalah bekasnya bakalan ada apa nggak. Katanya, “selama kita mengikuti saran dan pantangan, tidak akan meninggalkan bekas.”

 

Setelah menimbang-nimbang lagi, akhirnya seminggu kemudian, saya pun ke klinik tersebut. Saya ke sana hari sabtu pagi, biasalah hari sabtu lumayan macet, belum lagi rumah saya memang lumayan jauh dari sana.

 

Sampai di sana saya lihat kliniknya memiliki perijianan dan beberapa sertifikat. Lalu tahi lalat saya dicek sama enciknya, katanya, “wah gedenya dan dempet 2 lagi, ini biayanya 1,5juta.” Tapi terus dia bilang, “sekalian aja ini yang di jidat, itu juga hidup kayaknya, lagian menurut fengsui nggak bagus. Kalau yang di jidat 250ribu. Plus yang di kelopak mata, dibuang juga, itu nggak bagus, biayanya 50ribu.” Waduh makin banyak aja.

 

Jadi kalau di klinik ini, kita bisa tau arti tahi lalat kita itu bagus apa tidak. Cuma jadinya ngeri, karena 90% posisi tahi lalat itu nggak bagus menurut catatan klinik itu. Suami saya yang banyak tahi lalat kecil-kecil di wajah, jadi kudu dihilangin semua. Emang kecil-kecil dan murah, tapi kalau banyak kan tekor juga. Hihihi. Tapi ya nggak setekor kalau operasi lah.

 

Setelah kami setuju yang mana-mana saja yang mau dibuang, mulailah prosesnya dilakukan. Pertama-tama, untuk memutus akar-akar dari tahi lalat, caranya ditusuk-tusuk dengan jarum akupuntur, pada tahap ini tak terasa sakit. Tahi lalat saya yang di atas bibir itu pun berdarah, menurut engkohnya itu tandanya tahi lalat tersebut sudah mengarah ke ganas.

 

1421743597608397496
1421743597608397496
Nah setelah ketiga tahi lalat itu ditusuk-tusuk, kemudian di kasih obat tabur. Dan di sesi ini, perihnya tuh pake banget sodara-sodara. Tapi sebentar sih. Cuma dilakukan sebanyak 3 kali, sampai yakin semua akar sudah terbuang. Lumanyan dah nahan perihnya.

 

 

 

Setelah itu, dikasih obat tabur, yang harganya per plastik 15ribu. Itu obat kudu ditabur pada tahi lalat setiap 2 jam sekali, sampai tahi lalatnya lepas. Lepasnya tahi lalat waktunya berbeda-beda tergantung besarnya tahi lalat. Tahi lalat saya yang di atas bibir diprediksi kira-kira 3 minggu lepas. Yang di jidat kira-kira 2 minggu. Kalau yang kecil-kecil sehari dua hari juga lepas.

 

14217436641525415579
14217436641525415579
 

Kalau tahi lalat yang besar seperti yang di atas bibir saya, itu tidak boleh kena air sampai lepas. Jadi kalau mau mandi saya tutup dulu pakai plester tahan air. Dan saya pun dikasih resep untuk membeli obat yang bisa mempercepat penyembuhan luka di apotik. Obatnya lumayan mahal, saya disuruh minum 5 hari. Dan harus ngurangi makan pedas, jahe, asem-asem, seafood.

 

Dan tidak disangka-sangka tahi lalat yang di jidat dalam seminggu hilang copot, sementara yang paling besar yang di atas bibir, copot dalam waktu 2 minggu. Hanya saja masih ada bekas merah dan agak jendol. Saya pun sering di whatsapp sama engkohnya, biar dia tau progresnya. Terus dia menyarankan saya untuk beli salep yang bisa menghilangkan bekas luka. Hasilnya 2 bulan kemudian sudah tak berbekas.

 

 

[caption id="attachment_392082" align="aligncenter" width="566" caption="Edisi Narsis"]

1421743897147686703
1421743897147686703

Saat pertama kali tahi lalat saya menghilang, saya merasa ada yang aneh di wajah saya. Seperti kehilangan sesuatu yang berharga. Tapi lama-lama terbiasa juga. Herannya, saat tahi lalat saya hilang, di kantor yang nyadar cuma 1 orang, yang lain nggak ngeh.

 

Dan hampir setiap saya bertemu orang jarang sekali yang nyadar kalau tahi lalat saya sudah lenyap. Bahkan waktu acara Kompasianival 2014 bulan November lalu, yang nyadar cuma Mas Rob Januar doang. Pas di postingan Kompasiana yang ngeh cuma Mas Har. Hiks.

 

Begitulah kisah panjang saya dalam rangka melenyapkan tahi lalat khatuliswa. Semoga bisa menjadi alternatif bagi teman-teman yang punya masalah yang sama.

 

 

 

___

 

Tenang tahi lalatnya bukan @KoplakYoBand yang ngilanginnya.

 

Sumber Foto: Koleksi Pribadi

 

___

 

Bila anda tertarik menghilangkan tahi lalat dengan metode ini, silahkan kunjungi websitenya >> http://tahi-lalat.com/ (Jangan sampai salah, soalnya ada bajakannya)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun