Mohon tunggu...
Diah Utami
Diah Utami Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat

Warga dunia biasa yang masih suka hilang timbul semangat menulis dan berceritanya. Berharap bisa menebar sepercik hikmah di ruang maya kompasiana. Semoga berkah terlimpah untuk kita, baik yang menulis maupun membaca.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Jadi Muslim di Negeri Orang

27 Januari 2018   16:35 Diperbarui: 27 Januari 2018   17:18 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang kawan yang berasal dari Korea berkomentar, "Sepertinya saya tidak akan sanggup berpuasa. Saya bisa mati kalau tidak makan-minum seharian seperti itu." Eheu... tidak sebegitunya juga kali, sist... ;)

Satu pengalaman mengharukan adalah ketika aku berkesempatan untuk mengikuti shalat Ied di kedutaan besar Indonesia. Di malam takbiran, aku numpang menginap di asrama seorang kawan. Kurang syahdu rasanya tanpa adanya gema takbir sepanjang malam. 

Paginya, setelah berjuang di kepadatan lalu lintas Tokyo, disambung dengan jalan kaki yang cukup melelahkan (apalagi karena dilakukan dengan bergegas), sampailah aku dan beberapa kawan di halaman Balai Indonesia. Pagi itu gerimis, tapi tentu saja 'the show must go on'alias shalat Ied harus tetap dilangsungkan. 

Aku sebetulnya sudah ketinggalan shalat, tapi ... masa mesti masbuk sih? Tapi ternyata ada shalat Ied gelombang kedua untuk memfasilitasi jamaah yang tidak sempat mengikuti shalat Ied di kesempatan pertama. Seusai shalat, aku berbaur dengan jamaah lain di aula gedung untuk menikmati sajian makanan khas Indonesia ataupun sekedar kue-kue camilan sambil berbincang-bincang dengan kawan sesama muslim lain, yang notabene baru kutemui pada saat itu. 

Betul-betul serasa saudara deh. Walaupun tidak pernah saling kenal sebelumnya, tapi saling menyapa ramah. Kalau saja muslim di Indonesia bisa seperti ini, indahnya...

Bersama Daichi, seorang muridku di Indonesia, bertemu di area Balai Indonesia (Dokumentasi Pribadi)
Bersama Daichi, seorang muridku di Indonesia, bertemu di area Balai Indonesia (Dokumentasi Pribadi)
Siang itu aku langsung pulang ke Maebashi dengan kereta api. Di stasiun, hilir-mudik wajah-wajah melayu yang sedang merasakan keriaan yang sama, bahagia di hari raya. Kereta api menuju Maebashi yang kutumpangi nyaris penuh dengan orang Indonesia. 

Kalau kita memejamkan mata, jadi seperti mudik rasanya, karena rata-rata mereka berbicara dengan bahasa daerah masing-masing. Kukenali Bahasa Minang, Bahasa Batak, Sunda, Jawa dan lainnya. Lucu juga. 

Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S. 33, Al Ahzab: 59)

Hari itu, Tokyo berasa Indonesia. Tapi selepas perjalanan 2 jam menuju kota tempat tinggalku, aku kembali menjadi 'alien' di belantara Gunma, jadi muslim minoritas di sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun