Mohon tunggu...
Diah Utami
Diah Utami Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat

Warga dunia biasa yang masih suka hilang timbul semangat menulis dan berceritanya. Berharap bisa menebar sepercik hikmah di ruang maya kompasiana. Semoga berkah terlimpah untuk kita, baik yang menulis maupun membaca.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sekolah Pertama itu Bernama Ibu

4 Januari 2018   00:14 Diperbarui: 4 Januari 2018   05:09 1069
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di masa SMP, aku dan seorang kakak cukup sering diminta membantu Ibu. Menjelujur atau mengelim rok atau celemek sebagai paket seragam yang dibagikan di sekolah tempat Ibu mengajar. Dulu namanya SKKP (Sekolah Kejuruan Kepandaian Putri), tapi sekarang sudah beralih fungsi menjadi SMP. Aku tidak hanya belajar keterampilan menjahit, tapi juga sikap mentalnya, bahwa uang tidak akan datang begitu saja pada kita, melainkan didapat dengan upaya yang sepadan. harus diupayakan.

Selain diminta membantu Ibu menjahit, tak jarang aku pun diminta menemani Ibu ke pasar atau bahkan disuruh pergi ke warung membeli ini dan itu. Tampak sepele, tapi sebetulnya dari kegiatan sepele itu aku belajar banyak. Belajar mengenai berbagai karakter orang yang kutemui selama di perjalanan, di pasar, juga bagaimana mereka diperlakukan atau memperlakukan mereka. Aku belajar bersosialisasi, bernegosiasi, sekaligus silaturahmi. Bikin makin banyak rejeki. Alhamdulillah...

Hal lain yang juga tidak bisa diremehkan adalah pelatihan Ibu mengenai tugas-tugas rumah tangga. Urusan domestik bukan semata urusan Ibu atau pembantu rumah tangga yang kadang dipekerjakan di rumah. Bahkan saat ada pembantu rumah tangga pun kami tetap merapikan tempat tidur sendiri, mencuci (minimal) pakaian dalam kami sendiri. Tidak elok rasanya bila benda pribadi kami dicucikan juga oleh orang lain. Itu didikan Ibu. Selain menghargai orang lain, sebetulnya kami pun belajar menghargai diri kami sendiri. Saat tidak ada pembantu rumah tangga di rumah, Ibu membagi rata tugas pada kami, empat anak putrinya. Menyapu-mengepel, memasak, menyiapkan meja makan, mencuci piring, menyiram tanaman, dan sebagainya, kami lakukan secara bergantian. Belajar kerjasama dan saling berbagi tugas, jadi bekal bagi kami saat di dunia kerja terutama. Tentu tak senang rasanya saat ada anggota tim yang egois mau menang sendiri, menetapkan target dan tenggat semaunya tanpa peduli kapasitas dan kemampuan anggota tim yang lainnya. Kerja sama dalam tim itu, pembiasaannya dimulai dari rumah, di bawah bimbingan Ibu. Aku yakin itu.

Dengan 'paket' hadiah yang begitu berharga dari Ibu, dengan apa bisa kubalas jasanya? Sungguh tak akan pernah bisa. Jasamu tiada tara. Kalimat ini seharusnya ditujukan pada Ibu. Dengan semangat untuk membalas sedikiiit saja jasa Ibu untukku, kutuliskan sebuah lagu untuknya, dan untuk semua Ibu di dunia. Selamat menikmati...


HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun