Mohon tunggu...
Diah Utami
Diah Utami Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat

Warga dunia biasa yang masih suka hilang timbul semangat menulis dan berceritanya. Berharap bisa menebar sepercik hikmah di ruang maya kompasiana. Semoga berkah terlimpah untuk kita, baik yang menulis maupun membaca.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kiryu dan Oizumi

23 Desember 2017   05:45 Diperbarui: 23 Desember 2017   08:11 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sebagian aktivis Friendship Project

Dengan Claudia, aku bisa saling curhat ketika menjalani tugas bersama dari Sensei. Kebetulan pula, kami sering diberi tugas bersama untuk berkunjung ke kota Oizumi, wilayah yang cukup padat dengan pendatang dari Amerika Selatan, objek penelitian Sensei kami. Kadangkala, kami diberi tugas yang tidak kami pahami maksudnya karena ketiadaan kaitan antara kegiatan tersebut dengan program penelitian kami. 

Dalam hal ini, tema school culture yang ingin saya pelajari hanya jadi framework yang buram dan mengawang-awang. Bersama Claudia, kami saling curhat karena 'frustrasi' dengan tugas yang Sensei berikan. Bingung karena tidak tahu cara menyampaikan harapan dan keinginan kami, juga menanyakan tujuan penugasan tersebut, terutama dengan keterbatasan kosa kata yang kami miliki. Frustrasi yang sesungguhnya.

Saat berada di kota Oizumi, Claudia merasa terhibur karena banyaknya pendatang yang juga berasal dari Brazil dan dengan mereka dia bisa dengan bebasnya bercerita tentang segala macam, tanpa dibatasi oleh kendala bahasa. 

Duh... sempat iri juga, tapi bukankah iri hanya pertanda ketidakmampuan? Ah... sedikit demi sedikit, aku berhasil menyisihkan rasa iri dari dalam hatiku.

Satu hal yang menjadi penghiburku adalah tersedianya beragam produk makanan dari Indonesia di berbagai toko dan supermarket di sana. Rasanya senang sekali ketika menemukan beragam varian rasa mi instant di rak pajangan supermarket tertentu di kota Oizumi, hanya di sana, tidak di kota Maebashi. 

Selama masa tinggalku di Jepang, aku tak berani membeli apalagi memakan mi instant yang disebut ramen di sana karena kehalalannya yang sangat meragukan. Kuah ramen tersebut bisa dipastikan mengandung minyak babi yang tentu saja tak kurelakan untuk melewati kerongkonganku. Dengan adanya mi instant produk Indonesia itu, aku bisa memuaskan kangenku pada mi rasa pecel atau mi goreng yang jadi favoritku. 

Di sana aku temukan pula deretan botol sirup buatan Indonesia, sambal botol, bumbu gado-gado (yang ternyata tak kutemukan di Indonesia), bumbu masak siap pakai untuk beragam masakan seperti opor, nasi kuning, nasi goreng, kari ayam, dsb, sampai singkong! Ya betul, singkong. Diimpor ke Jepang! 

Tapi tak 'tega' kubeli karena harganya yang cukup lumayan. Duh, singkong siap goreng bumbu kuning ini di Indonesia masuk kategori makanan kampung, tapi di Jepang justru jadi makanan langka yang mmuahhal! Mungkin peluang ekspor masih sangat terbuka untuk pengusaha makanan halal. 

Ada yang mau mengambil kesempatan ini? Warga Negara Indonesia di Kiryu dan Oizumi pasti akan dengan senang hati menyambut tawaran ini. Ah... inginnya kembali lagi ke sana. Mungkin bisa kuucapkan 'sampai bertemu lagi di sana'.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun