Mohon tunggu...
Diah Utami
Diah Utami Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat

Warga dunia biasa yang masih suka hilang timbul semangat menulis dan berceritanya. Berharap bisa menebar sepercik hikmah di ruang maya kompasiana. Semoga berkah terlimpah untuk kita, baik yang menulis maupun membaca.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Harga Bersahabat di Book Off dan Hard Off

16 Desember 2017   09:28 Diperbarui: 16 Desember 2017   09:59 877
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Delapan dari sepuluh pintu rezeki adalah melalui perniagaan/berdagang (Al Hadits)

Semester pertama masa training yang kujalani diisi dengan jadwal kursus intensif bahasa Jepang. Memang sangat bermanfaat, walaupun jadwal yang sangat padat membuatku cukup kewalahan mempelajari bahasa asing itu. Setiap hari kami dipacu untuk mempelajari satu bab, dengan tes evaluasi yang juga terjadwal secara ketat. Bukan pekerjaan yang mudah, sebetulnya, tapi aku bertekad akan berusaha sebaik mungkin. Ganbarimashou!

Kami terbagi menjadi 2 kelas, yaitu basicdan intermediate walaupun pada kesempatan tertentu kami bergabung untuk belajar bersama. Aku sendiri termasuk ke dalam kelompok basicyang mulai belajar dari nol, betul-betul dari awal, walaupun sebetulnya aku sempat belajar bahasa Jepang sedikit ketika masih di Indonesia. Hal ini membuatku makin bersemangat karena sudah sedikit tahu sehingga membuatku merasa di atas angin, dan tak ingin jatuh 'ke bawah angin'. Dengan demikian aku selalu berusaha untuk menjadi yang terbaik di kelas, walaupun di sesi menulis kanji aku masih jauh ketinggalan dibanding So-san yang berkebangsaan Cina ataupun Faried yang juga dari Indonesia. 

Dalam masa belajar itu, peralatan pendukung yang wajib kami miliki adalah tape recorder untuk mengerjakan pekerjaan rumah secara audio. Awalnya, aku meminjam walkmandari universitas, tapi rasanya kok tidak enak hati ya untuk memakai fasilitas sekolah berlama-lama. Maka kuputuskan untuk mencari tape recorder yang kuperlukan.

Seorang teman membeli tape recorder besar yang memang terlihat gagah terpasang di kamarnya, tapi tentu saja cukup menguras kantong. Aku sendiri tidak membawa terlalu banyak uang dari Indonesia sehingga harus mengirit dan memperhitungkan setiap pengeluaranku sebelum beasiswa di akhir bulan pertama kudapatkan. Akhir pekan keduaku di sana, kusempatkan untuk jalan-jalan ke Hard-Off, sebuah toko barang-barang second hand, sesuai dengan referensi seorang teman. Barang-barang di sana cukup lengkap, mulai dari pakaian, tas, sepatu, barang pecah-belah, barang-barang elektronik seperti Radio, TV, mesin cuci, kulkas, hingga microwavesekalipun, bahkan lemari dan sofa serta sepeda pun dijual di sana, tentu saja dengan harga di bawah harga normal.

Kutemukan radio tape yang dilengkapi dengan CD player di sana. Harganya tidak terlalu menguras kantong, walaupun tidak ada garansi untuk barang tersebut. Tampilan luarnya memang masih sangat baik, walaupun kulihat antenanya sudah patah, tapi tidak terlalu jadi masalah. Maka tanpa banyak pertimbangan, kubeli benda itu segera. Di rumah, kudapati bahwa jam alarm-nya tidak berfungsi, tapi benda itu masih bisa menangkap siaran radio dengan baik. Lumayan... untuk membiasakan pendengaranku dengan percakapan atau berita berbahasa Jepang. Selama 1,5 tahun, tape recorder itu jadi 'sahabat setiaku'.

Hard-Off memang tidak mengecewakan. Walaupun barang yang dijual di sana adalah barang-barang second hand, tapi kualitasnya kebanyakan masih sangat baik! Beberapa CD lagu Jepang maupun barat kudapatkan di sana dengan harga miring dan kualitas suaranya masih OK. Salah satu jaket musim dinginku pun kudapat di sana. Sweater hangat yang terbuat dari 100% wool juga kubeli di sana dengan harga murah. Wow... Di toko atau departemen store biasa, harganya bisa dua sampai tiga kali lipat.

komiconan-5a34642acf01b42d35075818.jpg
komiconan-5a34642acf01b42d35075818.jpg
Masih satu grup dengan Hard Off ini, ada sebuah toko bernama Book Off yang mengkhususkan diri menjual buku-buku dan CD maupun video seconddengan harga miring. Wah, bukan miring lagi, bahkan harganya bisa dipangkas sampai nyaris botak! Aku membeli beberapa komik berbahasa Jepang dengan harga 100 yen, padahal harga aslinya hampir 800 yen, belum termasuk pajak. Komik-komik yang kubeli itu masih terlihat sangat baru, tanpa noda apapun, bahkan tidak tertera nama pemilik sebelumnya! Book Off kemudian jadi tempat langgananku untuk berburu buku dan CD.

Ah... andai ada toko serupa di Indonesia, mungkin akan kukunjungi berkali-kali pula untuk mencari buku yang kuinginkan. Tapi rasanya orang Indonesia belum memiliki budaya seperti itu. Barang-barang secondrasanya kurang diminati di sini. Aku sendiri, biasanya mendapatkan barang secondhasil dari turunan atau pemberian dari kakak. Itupun biasanya dalam kondisi yang sudah tidak prima lagi. Tapi pengalaman akrab dengan Hard Offdan Book Off membuatku memikirkan gagasan mengenai adanya toko serupa di Indonesia. Tentu akan bermanfaat bagi banyak orang jika gagasan serupa bisa terwujud.

Toko buku second bisa ditemui di area Palasari Bandung, tapi kualitasnya ya... seadanya gitu deh. Beberapa toko online menawarkan buku-buku second yang kondisinya masih baik, dan ini yang juga kusasar untuk berburu buku murah. Sementara barang elektronik bekas yang murah meriah dan berkualitas? Rasanya belum ada. Mungkin di antara pembaca ada yang berminat? Kabari saya ya jika sewaktu-waktu perlu ;)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun