Mohon tunggu...
Diah Utami
Diah Utami Mohon Tunggu... Administrasi - Pengamat

Warga dunia biasa yang masih suka hilang timbul semangat menulis dan berceritanya. Berharap bisa menebar sepercik hikmah di ruang maya kompasiana. Semoga berkah terlimpah untuk kita, baik yang menulis maupun membaca.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Kuambil Hikmah Ramadhan dari Hoshino Tomihiro-san

27 Agustus 2011   09:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:26 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ramadhan tahun 2003, ketika aku masih berada di Jepang untuk mengikuti program penataran guru. Dalam sebuah kesempatan, Onoue-san beserta istrinya mengajakku berjalan-jalan. Dia adalah salah seorang staf kantor urusan mahasiswa asing di Universitas Gunma yang membantuku menjalani hari-hari awal di Maebashi. Dia ramah, dan sudah berkali-kali mengajakku makan siang atau sekedar berkunjung ke rumahnya. Akhirnya dalam satu kesempatan, di musim gugur yang bertepatan dengan bulan Ramadhan, aku sempatkan juga untuk menyambut tawarannya.

Pada hari itu, dia dan istrinya membawaku berjalan-jalan ke beberapa tempat yang indah di musim gugur, melihat pemandangan hutan dengan pohon-pohon yang merona merah atau berangsur kuning kecoklatan, segar sekali. Kami sempatkan juga untuk mengunjungi salah satu dam penampungan air dari salah satu sungai di provinsi Gunma yang jadi kebanggaan penduduknya. Mohon maaf, aku tidak begitu terkesan, karena Jatiluhur lebih besar dari itu. Yang membuatku sangat terkesan dari acara jalan-jalan sehari itu adalah ketika kami mengunjungi sebuah museum lukisan di Izuma mura, agak di luar kota. Museum Hoshino Tomihiro, seorang pelukis dan penulis puisi kebanggaan masyarakat Gunma.

Masuk ke ruang pertama museum itu, kami disambut oleh dinding besar bertuliskan susunan huruf-huruf katakana yang ditulis secara kurang sempurna. Berantakan, seperti tulisan seorang anak yang baru mulai menulis. Teks di sebelah gambar itu menyebutkan bahwa tulisan itu adalah tulisan Tomihiro-san yang pertama. Kupikir, ’Apa istimewanya?’ Seorang anak SD kelas 1 sudah akan bisa menulis huruf katakana dengan jauh lebih baik daripada itu.

Menyusuri ruang demi ruang museum itu, kulihat gambar beragam bunga. Bunga biasa, sebetulnya, yang biasa ditemui di pekarangan, bunga rumput, bahkan kadang ‘hanya’ lukisan sebatang bunga dari sayuran yang biasa kita makan. Yang membuatnya unik adalah menyertai setiap gambar, selalu ada puisi yang berkaitan dengan gambar itu.

Mahkota Duri

Ketika kau bisa bergerak tetapi harus diam,

Kau perlukan daya tahan

Tapi ketika engkau seperti diriku,

dan tak bisa bergerak,

Siapa yang memerlukan daya tahan untuk tetap diam?

Dan segeralah,

Temali berduri, daya tahan

Yang melingkari tubuhku

Terlepas...

Puisi ini terletak bersisian dengan gambar bunga euphorbiayang dinamai Crown of Thorns atau Mahkota Duri. Renungkan makna puisi itu dalam-dalam, dan… KLIK!!! Sebuah kesadaran menjentik pikiranku. Pelukis dan penulis ini tak bisa bergerak? Sehingga dia bahkan tidak memerlukan daya tahan untuk tetap diam.

Ketika kutanyakan hal ini pada Onoue-san, yang menjadi pemandu amatir hari ini, dia kemudian menjelaskan bahwa Hoshino-san adalah seorang pelukis yang mengalami kelumpuhan syaraf tulang belakang. Dia tidak bisa menggerakkan bagian bawah tubuhnya mulai dari leher hingga kaki!! Mengetahui kenyataan itu, subhanallah… sebuah pujian terungkap pada Allah SWT semata.

Beliau telah kehilangan kemampuannya untuk bergerak sejak tahun 1971, pada saat beliau menjadi pengajar mata pelajaran pendidikan jasmani di sebuah sekolah menengah pertama di Jepang. Sebuah kesalahan fatal merenggut kemampuan geraknya seketika. Ini terjadi di depan murid-murid yang sedang menunggunya untuk melihat beliau mencontohkan sebuah teknik lompatan senam dan menunggu giliran untuk melakukan hal serupa.

Setelah pemanasan seperti biasa, aku bersiap untuk membuat lompatan ke udara dengan tangan terentang tinggi. Badanku akan melayang di udara seolah ia mengikuti lenganku.

Pada saat tubuhku dalam kondisi puncak, satu atau dua detik di udara terasa lebih panjang, seperti hari ini.

Kali ini sommersault-ku, -telah berapa kali kulakukan itu?- membuatku mendarat secara tak terduga dengan kepala lebih dahulu di atas matras tempat mendarat. Aku berbaring pada punggungku di sana, tanpa kekhawatiran sedikitpun di kepalaku. Hanya seperti peristiwa jatuh biasa yang kadang-kadang kulakukan, pikirku.

Walaupun demikian, aku tak dapat bangkit. Lalu aku ingat bahwa pada saat mendarat tadi aku mendengar sebuah suara krak, seperti sesuatu yang hancur di belakang kepalaku. Sekarang aku merasakan keringat dingin di dahiku….

(diterjemahkan dari buku Autobiografi Hoshino Tomihiro, “Here So Close But I Didn’t Know”)

Hanya sebuah kesalahan pendaratan kecil, pikir Hoshino-san pada saat itu, tapi ternyata kecelakaan itu membuatnya harus melewati masa kritis antara hidup dan mati selama berhari-hari, yang dilanjutkan dengan 9 tahun perawatan di rumah sakit. Sungguh berat! Dengan tak ada lagi daya untuk menggerakkan tubuh kecual dengan bantuan orang-orang terbaik di sekitarnya, ibunya yang tak kenal henti merawatnya, dokter dan perawat, hingga beliau pun menemukan istrinya di masa itu.

Satu masa titik balik yang membuatnya bangkit adalah ketika beliau diminta untuk menuliskan kata-kata penyemangat bagi seorang kawan kecil yang juga dirawat di bangsal yang sama dengannya. Alih-alih menulis kalimat, beliau hanya mampu ‘menuliskan’ nama pendek Tomi dengan spidol yang ditaruh di mulutnya. Sebetulnya, ibunyalah yang menggerakkan topi itu hingga membentuk tulisan kanji untuk namanya. Beliau sangat malu untuk mengakui hal tersebut, hingga kemudian bertekad untuk belajar menulis lagi dengan mulutnya.

Usaha kerasnya membuahkan hasil. Setelah beliau mampu menulis deretan huruf katakana (yang kelak diperbesar dan dipajang di lobi entri museum pribadinya), beliau kemudian melanjutkan eksplorasinya dengan menggambar beragam bunga-bungaan yang terdapat di sekitar tempat tinggalnya. Ibu ataupun istrinyalah yang membantunya mencampur warna, kemudian meletakkan kuas di mulutnya, namun kemudian Hoshino-san sendirilah yang menyelesaikan gambar-gambar indah dengan filosofinya yang dalam.

Banyak dari karyanya kemudian dijadikan kartupos bergambar, kalender, maupun poster yang tentu saja diperjual-belikan. Tidak hanya untuk menangguk dana untuk perawatan museumnya, namun lebih pada nilai filosofisnya, kupikir. Menyebarkan buah pikiran cemerlang dari seorang pelukis dan pujangga istimewa, jauh lebih berharga daripada sekedar mengeruk yen semata.

Iris

Why can you bloom so beautifully

Though you take root in the black soil

and suck up filthy ditch water?

Why do I think about ugly things

Though I'm surrounded by the love

of many people?

Berada di tanah yang hitam,

menghisap air keruh dengan akarmu

Mengapa dapat menyungging senyum semanis itu…

Dikelilingi oleh cinta orang-orang di sekitar

mengapa kuberpikir hal buruk semata

Sesuatu yang kupelajari darinya, sungguh berharga. Kadang pikiran serupa itu bahkan tak muncul di kepala kita, manusia sempurna dengan segala kemmpuannya. Seringkali kita tak melihat detil dan hal-hal kecil serta esensi penciptaan kita. Tak jarang pula kita kurang menyukuri segala apa yang kita punya, yang sudah dianugerahkan oleh Allah Yang Maha Pemurah kepada kita. Astaghfirullaah al’adziim.

Hoshino Tomihiro memberi pelajaran berharga, bukan hanya karena dia tak berhenti berjuang dan berkarya dalam cacatnya, tapi karena pemikiran serta filosofinya yang mendalam tentang hidup dan segala esensinya. Tak akan malu aku untuk belajar darinya, walau bagaimanapun kondisi fisiknya, apapun suku bangsa maupun agamanya, ada hikmah besar yang bisa kupelajari dari beliau. Ramadhan kali itu, kudapatkan hikmah besar dalam hidupku.

[Telkomsel Ramadhanku]

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun