Mohon tunggu...
miho la densol
miho la densol Mohon Tunggu... -

\"Agungnya cinta, menunggu disana, raih dengan hati yang terbuka

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Menyanyi di Dunia Lain

21 September 2010   00:30 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:06 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waktu q masih amat kecil, ayah sudah memiliki telepon di rumah kami. Inilah telepon masa awal, warnanya hitam, di tempelkan di dinding, dan kalau mau menghubungi operator, kita harus memutar sebuah putaran dan minta disambungkan dengan nomor telepon lain. Sang operator akan menghubungkan secara manual.

Dalam waktu singkat, q menemukan bahwa, kalau putaran di putar, sebuah suara yang ramah, manis, akan berkata : “Operator”. Dan si operator ini maha tahu.

Ia tahu semua nomor telepon orang lain!
Ia tahu nomor telepon restoran, rumah sakit, bahkan nomor telepon toko kue di ujung kota.

Pengalaman pertama dengan sang operator terjadi waktu tidak ada seorangpun dirumah, dan jempol kiri q terjepit pintu. Q berputar putar kesakitan dan memasukkan jempol ini kedalam mulut tatakala q ingat …. Operator!!!

Segera q putar bidai pemutar dan menanti suaranya.
” Disini operator…”
” Jempol q kejepit pintu…” kata q sambil menangis. Kini emosi bisa meluap, karena ada yang mendengarkan.

” Apakah ibumu ada di rumah ? ” tanyanya.
” Tidak ada orang “
” Apakah jempolmu berdarah ?”
” Tidak , cuma warnanya merah, dan sakiiit sekali “
” Bisakah kamu membuka lemari es? ” tanyanya.
” Bisa, naik di bangku. “
” Ambillah sepotong es dan tempelkan pada jempolmu…”

Sejak saat itu q selalu menelpon operator kalau perlu sesuatu.

Waktu tidak bisa menjawab pertanyaan ilmu bumi, apa nama ibu kota sebuah Negara, tanya tentang matematik..
Ia juga menjelaskan bahwa tupai yang sq tangkap untuk dijadikan binatang peliharaan , makannya kacang atau buah.

Suatu hari, burung peliharaan q mati.
Q telpon sang operator dan melaporkan berita duka cita ini.

Ia mendengarkan semua keluhan, kemudian mengutarakan kata kata hiburan yang biasa diutarakan orang dewasa untuk anak kecil yang sedang sedih. Tapi rasa belasungkawa q terlalu besar. Q tanya : ” Kenapa burung yang pintar menyanyi dan menimbulkan sukacita sekarang tergeletak tidak bergerak di kandangnya ?”

Ia berkata pelan :
” Karena ia sekarang menyanyi di dunia lain…”
Kata – kata ini tidak tau bagaimana bisa menenangkan q..

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun