Pulau Kelagian - Bandar Lampung
;Perlahan perahu makin mendekati pulau, dari jarak beberapa ratus meter menjelang merapat kami disuguhi pemandangan yang memesona, pasir putih membentuk garis pantai, melengkung mengitari pulau berpadu dengan tepian pantai tak berombak bergradasi biru dan hijau tosca. Disambut ramah penuh senyum penjaga pulau yang mengucapkan “Selamat Datang di Pulau Kelagian” kami pun menjejakkan kaki untuk pertama kali di Pulau ini. Belum habis kekaguman saya pada pesona yang membuat jatuh hati, kini giliran syaraf ujung telapak kaki saya yang mengirim sinyal kelembutan yang menyapa akrab.......wow, pasir putih yang begitu halus dan lembut, sehalus tepung, selembut bedak bayi....
Lampung memang kaya sekali dengan wisata pantai, termasuk gugusan pulau-pulau kecil yang ada disekitarnya. Beberapa dari pulau-pulau ini bahkan menjadi area pribadi yang tak sembarang orang bisa berkunjung, seperti Pulau Pahawang yang dimiliki oleh seorang yang sering disebut dengan Mr. Joe, Pulau Bule milik Tommy Winata dan Pulalu Lelanggi Kecil milik Arthalita Suryani alias Aling. Tapi jangan khawatir, masih banyak pulau-pulau yang bisa dinikmati meski mungkin juga sudah ada pemilikinya. Dari pantai Pasir Putih misalnya, kita bisa menyeberang ke Pulau Condong, dari Pantai Mutun, berperahu hanya 10 menit kita bisa menikmati Pulau Tangkil, begitu pun Pulau Kelagian yang kami datangi ini, hanya sekitar 20-25 menit berperahu motor dari Pelabuhan Ketapang atau dari Pantai Klara. Semoga kelak makin banyak pulau-pulau yang bisa dikunjungi dan tidak dijadikan area pribadi. Sedih membayangkan bila nantinya penduduk dan turis-turis lokal justru jadi warga negara kelas dua yang tak bisa menikmati kekayaan alam negerinya sendiri. Hanya yang berkocek tebal yang bisa menikmati keindahannya, yang berkantong tipis ya hanya sekedar menikmati pantai kotor dan crowded.
Gugusan pulau-pulau ini relatif sepi pengunjung, berbeda nyata dengan pemandangan pantai-pantai diseberangnya yang relatif ramai, sampah disana sini dan airnya yang keruh. Padahal untuk sampai ke pulau tersebut, kita hanya mengeluarkan biaya tambahan untuk sewa perahu dengan harga yang relatif terjangkau. Sewa satu perahu yang bisa diisi belasan orang hanya sekitar 100-200 ribu saja, yang apabila dibagi beramai-ramai kita hanya membayar 10-20 ribu, angka yang murah untuk menikmati pulau sepi, pantai yang indah, landai dan tenang.
Pulau yang kami datangi kali ini adalah Pulau Kelagian, yang bisa didatangi dengan menyeberang dari Pantai Klara atau Dermaga Ketapang, Padang cermin, Pesawaran Lampung Timur. Menempuh jarak sekitar 30 KM selama kurang lebih 30 menit kami berangkat dari Tanjung Karang menuju pelabuhan Ketapang, sampai disana tersedia tempat parkir mobil dan beberapa orang yang akan menawari kita jasa mengantar ke pulau. Dengan tarif antara 200-300 ribu PP kita akan diantar menuju pulau dan kemudian dijemput kembali setelah kita puas bermain-main di pulau. Bagi yang suka snorkling, mereka menyediakan perahu dengan tarif sedikit lebih mahal sekitar 300-400 ribu seharian dan diantar ke beberapa spot bagus diseputar gugusan pulau-pulau tersebut. Yang tidak membawa perlengkapannya pun bisa menyewa dengan biaya sebesar Rp. 50.000.
Menyeberang dengan menggunakan perahu tempel diatas laut yang saat itu tenang dengan cuaca yang sangat cerah selama kurang lebih 20 menit itu terasa singkat karena kami asyik melihat kiri kanan, menikmati pemandangan dan suara deburan air dari haluan yang memecah ombak. Pulau Kelagian ini sudah dikelola dengan cukup baik, penjaga pulau yang bersahabat mengenakan kami tarif sebesar 3000 rupiah per orang dan untuk sewa pondok kecil di pinggir pantai dikenakan sewa sebesar 20.000 rupiah. Dengan pemandangan seindah itu, laut yang tenang dan landai, kami ingin bisa selama mungkin ada disini sehingga saya memutuskan untuk dijemput kembali sore hari. Saat itu waktu menunjukkkan pukul 11.00 WIB dan kami meminta untuk dijemput menjelang sore pada pukul 15.00 wib.
Di pulau yang berpasir putih dan sangat lembut seperti bedak bayi ini, kami menikmati hari layaknya pulau pribadi karena tak banyak pengunjung yang datang. Anak-anak asik berenang, bermain bola, mendayung kano, membuat istana pasir. Orang dewasa selain bisa beraktivitas layaknya anak-anak bisa juga memancing bahkan bisa menyewa jet sky yang bisa disewa secara khusus. Pasirnya yang halus dan lembut, nyaris tanpa karang membuat saya merasa aman melepas anak-anak bermain di laut, tanpa khawatir mereka terinjak atau terluka karena karang atau bahaya lain yang disebabkan makhluk laut seperti ubur-ubur atau bulu babi. Pantai yang tenang nyaris tak berombak, juga menambah rasa aman dari gulungan ombak dan terseret arus. Namun satu hal yang harus tetap diperhatikan, dari warna air laut jelas terlihat bagian dalam dan dangkal. Anak-anak dilarang melewati batas laut yang dasar putih terlihat, karena setelah batas itu maka kedalaman akan mendadak tak terlihat lagi dasarnya, yang berarti laut dalam dan pasti berbahaya untuk mereka yang tak pandai berenang. Saya tentu saja memulai dengan mengambil sebanyak mungkin foto, berkeliling pulau untuk menyapu bersih semua yang bisa dinikmati mata dan seluruh indra, menikmati bagian laut dangkal yang air nya begitu bening sehingga saya bisa menikmati sekumpulan ikan-ikan kecil yang jumlahnya ratusan atau mungkin ribuan berenang2 disekitar kaki saya seperti Fish Spa yang ada di mall-mall di Jakarta, kemudian bergabung bersama anak-anak berjam-jam berenang dilaut, bermain pasir dan sesekali menemani bapak-bapak memancing.
Tak terasa sore menjelang dan kami harus segera berbersih diri, siap dijemput untuk kembali ke pelabuhan Ketapang. Kulit tubuh kami makin terlihat gelap dibanding saat kami tiba tadi pagi karena berjam-jam beraktivitas di bawah sinar matahari pantai. Hari sudah sore, langit terlihat mendung, matahari pun tertutup awan kelabu pertanda hujan segera akan turun. Kami bergegas menaiki perahu. Diiringi rintik satu satu gerimis dan wajah-wajah lelah anak-anak yang bahagia, kami kembali menyeberangi laut untuk pulang. Puas rasanya bisa menikmati alam karunia Tuhan tanpa cela ini, “maka nikmat Tuhan mana lagikah yang akan engkau dustakan?”
Sampai jumpa di pulau berikutnya ya.....
Ketapang, 31 Desember 2012
Catatan : Original artikel
copyright ©2012 - circle-di.com
ditulis oleh : Donna Imelda
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H