Minggu, 09 September 2012, ALTAR RIA sebuah grup pasar malam asal Yogyakarta menggelar dagangan dan jasa terakhir kalinya di lapangan Dekso, Banjarasri, Kalibawang, Kulon Progo. Malam terakhir rupanya tidak lantas membuat para pengunjung membludak, namun dirasakan semakin menyusut. Hal tersebut bisa dirasakan betul, setidaknya dari awal pasar malam tersebut dibuka hingga malam yang terakhir dengan jumlah pengunjung yang semakin berkurang. Berbagai usaha pemasaran dilakukan namun hal tersebut tetap tidak mempengaruhi, seolah kini pasar malam hampir menemui ajalnya.
Selama dua minggu ALTAR RIA menyewa lapangan Dekso, sebagian warga merasa senang atas kedatangannya. Wahana hiburan semakin dekat dengan rumah mereka, tanpa harus jauh-jauh pergi ke kota untuk menikmatinya. Selain itu mutualisme antara pemilik pasar malam dan masyarakat sekitar juga terjalin, yakni pedagang-pedangang lokal serta warung yang tidak jauh dari lapangan mturut mendapatkan berkah, mereka membuka dagangan mereka saat pasar malam dibuka. Selain itu, para pemuda setempat juga dimanjakan dengan pemasukan lewat parkir, yang seutuhnya dikelola dan dimiliki oleh para pemuda kampung setempat. Namun hal tersebut rupanya tak berbuah manis untuk banyak pihak, beberapa justru mengeluhkan akan kedatangan pasar malam tersebut. Salah satu alasannya adalah bunyi suara musik yang diputar begitu keras dan membuat waktu istirahat mereka terganggu, terlebih untuk anak-anak mereka yang masih kecil.
Selain munculnya pro dan kontra dibalik gemerlap roda, banyaknya pilihan hiburan yang hadir pada abad ini membuat peluang dan eksistensi pasar malam semakin menurun. Hal tersebut tentu harus didukung keuletan pemasaran beserta kreatifitas untuk membuat pasar malam tersebut tetaplah menjadi sebuah pilihan wahana hiburan dan belanja yang diminati rakyat. Sebagaimana saya lihat, selain wahana permainan pemilik grup pasar malam ini juga menjajakan berbagai produk, terutama produk murah sebagai pemikat bagi kaum muda dan yang tua. Kaos, celana, makanan kecil hingga barang rumah tangga, bahkan serba seribu juga dijajakan. Lewat produk-produk tersebut, pasar malam semakin menguatkan eksistensi mereka sebagai penyedia hiburan untuk rakyat kecil.
Dua minggu berlalu kini rombongan tersebut harus berpindah karena kontrak sewa lapangan telah habis dan tidak bisa diperpanjang lagi. Mereka memang selalu berpindah, dari desa satu menuju desa lainnya, mereka adalah penyedia hiburan yang selalu membutuhkan tempat untuk bernaung. Lapangan yang luas atau bahkan pekarangan menjadi ajang mereka untuk bertahan hidup. Harapan besar mereka terhadap masyarakat dan pemerintahan, untuk berbagi tempat dan untuk merapat guna berbagi berkat.
Pasar malam, bagaimana wujudmu sepuluh tahun mendatang?
More photos, click on the album: HERE
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H