Siapa yang sudah malas untuk membuat target dan perencanaan tahun baru karena selalu gagal dan tak pernah tercapai? Saya termasuk salah satunya!
Perencanaan hanyalah langkah pertama untuk mencapai resolusi di akhir tahun nanti, tapi pelaksanaan, situasi dan kondisi tak terduga, motivasi personal, semua ini dapat menjadi faktor penentu berapa persen pencapaian resolusi akhir tahun kita nanti.
Setelah masuk goa dan bertapa selama satu minggu di akhir Desember kemarin, inilah wangsit yang saya dapatkan. Hahaha, sedikit lelucon garing agar tak terlalu serius. Tak apa jika Anda tidak tertawa, lagipula saya juga tak bisa mendengar Anda.
Kembali ke topik, setelah perenungan di akhir tahun dan pembelajaran melalui berbagai sumber, maka ada 5 langkah berikut yang dapat saya tarik menjadi kesimpulan untuk memastikan resolusi akhir tahun kita dapat tercapai.
Reset kepala dan hati
Kita seringkali berpikir bahwa buat apa terlalu kaku dengan membuat target tahunan yang akhirnya menyiksa diri sendiri, terutama jika sudah waktunya melihat kembali tercapai atau tidaknya target tersebut. Rasa kecewa terhadap diri sendiri mungkin bahkan membuat kita merasa bahwa kita adalah orang yang gagal, buruk, tidak punya kemampuan seperti orang lain.
Saya menyadari ada beberapa kesalahan yang kita sering lakukan di sini. Pertama adalah karena kita seringkali menyalah artikan kalimat: Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang. Untuk membuat target, kita tidak boleh hanya membuat target setinggi mungkin saja tanpa memperhatikan deadline dan langkah-langkah untuk mencapai target. Target berbeda dengan mimpi, target memiliki tenggat waktu dan langkah-langkah realistis untuk mencapainya.
Kedua, karena kita menetapkan target yang kurang realistis, terkadang kita sangat sulit untuk mewujudkannya atau bahkan gagal. Ekspektasi kita yang tadinya sudah membayangkan target ini tercapai, euforia yang memenuhi hati kita saat membayangkan itu semua terjadi langsung runtuh begitu saja. Di titik itu sebaliknya justru kekecewaan, perasaan tertuduh, perasaan rendah diri justru menyeruak keluar dan sulit dihentikan.
Oleh karena itu, sangat penting bagi kita untuk mengatur ulang pola pikir dan ekspektasi kita agar menjadi lebih realistis.
Jangan makan semuanya
Saat Anda pergi makan di restoran All You Can Eat, apakah Anda betul-betul akan memakan semuanya? Umumnya tidak bukan? Mungkin Anda akan memilih makanan yang lebih mahal, lebih Anda sukai untuk dimakan karena Anda tahu bahwa perut Anda tidak dapat menampung semuanya dan ada batasan waktu yang ditetapkan restoran.
Sama halnya dengan membuat perencanaan dan target tahunan, sebagai manusia biasa setiap kita punya kapasitas maksimal dan tidak bisa mengerjakan semuanya sekaligus. Sangat penting bagi kita untuk mengetahui prioritas apa yang harus kita dahulukan untuk menyesuaikan dengan kapasitas kita.
Beberapa poin ini mungkin bisa menjadi referensi untuk menentukan apa yang menjadi prioritas Anda:
- Pekerjaan
- Studi
- Kesehatan
- Keuangan
- Keluarga
- Hubungan sosial
- Pertumbuhan personal
- Entertain/ Hiburan
Anda dapat mengurutkan dan memilih mana yang menjadi prioritas Anda sebelum kita maju ke langkah ketiga.
Menyusun piramida terbalik
Satu lagi kesalahan yang sering dilakukan dalam menyusun perencanaan tahunan yaitu memulai dengan terlalu detail. Misalnya, saya tiap hari berusaha menghafal 10 kosa kata bahasa Inggris baru untuk mencapai target saya memiliki skill bahasa baru di akhir tahun. Apakah target ini bisa tercapai? Sangat sulit! Karena menghafal 10 kosa kata baru setiap hari terlalu sedikit dan hal ini sangat membosankan untuk dilakukan selama 365 hari dalam setahun.
Lalu bagaimana cara yang lebih efektif? Alih-alih melakukan perencanaan harian, kita dapat membuat target tahunannya terlebih dahulu. Misalnya target akhir tahun saya adalah ujian IELTS dengan skor minimal 7,5. Saya dapat mulai dengan memahami kemampuan saya sekarang ada di skor berapa terlebih dahulu. Kemudian, saya akan menghitung dalam waktu 12 bulan bagaimana agar saya bisa mencapai target saya. Jika untuk menyelesaikan materi setidaknya saya butuh 150 jam pelajaran, maka target harian yang lebih realistis adalah dengan belajar bahasa Inggris minimal 30 menit sehari.
Dengan demikian target harian sejalan dengan target tahunan. Saat menjalankan target harian pun saya dapat membayangkan asalkan saya konsisten melakukan ini setiap hari, ada harapan untuk mencapai target tahunan karena sebelumnya sudah dihitung secara realistis. Â