Mohon tunggu...
Cynthia Cristina
Cynthia Cristina Mohon Tunggu... Lainnya - ASN

Pencinta pengetahuan dan senang berbagi atas pengalaman hidup maupun pengetahuan yang didapat untuk kebaikan dan kebahagian bersama.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perbedaan Pajak Lingkungan dan Pajak Karbon di Indonesia

12 November 2024   10:00 Diperbarui: 12 November 2024   10:22 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sabtu tanggal 3 November 2024, daerah Depok menghadapi terjangan hujan es dan angin besar yang menyebabkan kerusakan di beberapa tempat. Fenomena ini bisa tercipta akibat adanya perubahan iklim yang memicu ketidakseimbangan alam. 

Sebelum hujan es ini terjadi, kondisi Depok tercatat di BMKG berada di suhu 31 derajat celcius. Untuk mengatasi perubahan iklim ini, Indonesia telah menandatangani komitmen di perjanjian global (Paris Agreement) dan berjanji bahwa di tahun 2030 Indonesia menargetkan emisi gas kaca sebesar 29% dengan kemampuan sendiri dan 41% dengan dukungan internasional. 

Tujuan utama dari pajak karbon ini sendiri adalah untuk menurunkan kadar polusi udara agar bisa menjaga keberlangsungan hidup manusia di bumi ini. Di sisi lain, Indonesia sendiri sebenarnya sudah menerapkan pajak lingkungan yang tujuannnya juga sama yakni melestarikan lingkungan. 

Dari sini kemudian saya mencoba mencari tahu perbedaan dari kedua jenis pajak ini dari beberapa sumber dan sumber utama yang menjadi referensi adalah kajian yang berjudul Formulasi Penetapan Besaran Pajak Lingkungan Hidup pada Perusahaan Pertambangan Dalam Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup: Suatu Pendekatan Literatur oleh Daniel Pandapotan yang terbit di Jurnal Akuntansi & Investasi Vol. 14 No.1, halaman 50-64, Januari 2013 dan kajian lain yang berjudul Penerapan Pajak Karbon di Swedia dan Finlandia serta Perbandingannya di Indonesia oleh Eykel Bryken Barus dan Suparna Wijaya yang terbit di Jurnal Pajak Indonesia Vol.5, No.2 Tahun 2021, halaman 256-279.

Indonesia telah menerapkan dua pajak yang tampak sejenis yakni pajak karbon dan pajak lingkungan. Kedua pajak ini memiliki kesamaan yakni dikenakan untuk hal-hal yang dinilai dapat merusak lingkungan dan diharapkan dapat merubah kebiasaan buruk Masyarakat dari kegiatan-kegiatan yang dapat berdampak buruk untuk kelangsungan hidup manusia di bumi ini. 

Selain itu, kedua pajak ini dapat digunakan untuk penerimaan negara, seperti untuk memberikan bantuan sosial bagi Masyarakat berpenghasilan rendah, pembangunan, dan lain-lain termasuk pembiayaan investasi yang ramah lingkungan. Berikut saya rangkumkan persama dan perbedaan dari kedua jenis pajak tersebut.

Pertama, kedua pajak ini sama-sama menggunakan Undang-Undang tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup nomor 32 Tahun 2009 dan Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. 

Sementara itu, untuk pajak karbon, terdapat beberapa aturan tambahan yakni (a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan; (b) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan; (c) Peraturan Presiden nomor 98 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon; (d) Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21 Tahun 2022 tentang Tata Laksana Penerapan Nilai Ekonomi Karbon; dan (e ) Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia nomor 16 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penyelenggaraan Nilai Ekonomi Karbon Sub Sektor Pembangkit Tenaga Listrik.

Dari banyaknya peraturan yang mengatur pajak karbon, dapat disimpulkan bahwa pajak karbon memiliki karakteristik yang lebih kompleks. Pajak karbon dikenakan untuk kegiatan-kegiatan yang dinilai dapat menghasilkan unsur-unsur carbon dioksida (CO2), dinitro oksida (N2O), metana (CH4) atau yang disebut juga sebagai karbon dioksida ekuivalen (CO2e) atau cukup dikenal dengan kata karbon saja. 

Ketiga unsur inilah yang menciptakan pemanasan global. Pengenaan pajak karbon diharapkan dapat menurunkan kadar pemanasan global untuk menjaga kelangsungan hidup manusia di bumi ini. Sementara itu, pajak lingkungan tidak secara spesifik menyebutkan unsur-unsur yang harus terkandung dalam suatu hal atau kegiatan yang akan dikenakan pajak lingkungan sepanjang kegiatan atau hal tersebut menimbulkan pengaruh negatif bagi masyarakat sekitar, dapat dikenakan pajak lingkungan.

Kedua, secara karakteristik, pajak karbon di atur batas bawahnya yakni sebesar Rp30.000,- per ton CO2e, sementara pajak lingkungan tidak diatur batas bawahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun