Mohon tunggu...
Cynthia Agustina
Cynthia Agustina Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Hobi : Menyanyi dan Travelling Kepribadian : Suka moodswing

Selanjutnya

Tutup

Diary

Andai Hal Itu Tidak Dilakukan

24 November 2024   15:23 Diperbarui: 24 November 2024   15:48 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

     Bulan Agustus lalu, aku dan teman - temanku berkumpul di rumahku untuk memanggang makanan. Kami menetapkan untuk berkumpul pukul 18.00 WIB, namun terdapat beberapa temanku yang terlambat datang. Dan pada akhirnya kami memulai pukul 18.30 WIB. Suasana cuaca sangat baik sehingga sangat menguntungkan kami untuk melaksankan acaranya.

     Pukul 18.30 kami mulai membagi tugas, beberapa temanku menunggu di rumah dan menyiapkan peralatan memanggangnya. Sementara aku dengan teman - temanku lainnya, pergi menuju tempat perbelanjaan makanan, kami membeli daging, sosis dan otak otak, kami juga membeli bahan lainnya seperti kecap manis dan mentega. Setelah itu kami kembali menuju rumahku, sesampainya disana beberapa temanku sudah bersiap untuk menyalakan apinya. Hampir 30 menit api belum nyala dengan sempurna, tetapi tiba tiba salah satu temanku mengusulkan untuk memakai bensin, banyak sebagian temanku lainnya tidak setuju akan hal tersebut, tetapi setelah dicoba benar saja api itu bisa menyala dengan besar namun tidak sempurna. Kami belum memikirkan hal - hal negatif karena selama 10 menit kami memakai bensin untuk menyalakan api tidak terjadi apa - apa. Setelah api mulai menyala hampir sempurna, kami langsung menaruh daging, tetapi belum 1 menit api menyala lumayan besar sehingga daging kami terbakar dan gosong. Setelah kami mengambil daging itu kembali, api tiba tiba mulai mengecil, kemudian temanku menaruh lagi bensin ke arang yang cukup banyak, dan tiba tiba api langsung menyala dengan besar tanpa aba - aba, temanku yang memegang sebungkus plastik yang berisi bensin itu sangat terkejut dan ia tanpa sadar melepas gengaman tangan nya dan menumpahkan bensin ke arah arang. Kami semua sangat panik dan ketakutan beberapa temanku mengambil air dengan penuh kebinggungan dan rasa takut. Untungnya Ayahku turun ke lantai bawah dan memasuki kamar mandi untuk mengambil basin besar yang berisi air yang lumayan penuh, tetapi tiba - tiba saat Ayahku mengangkat basin tersebut sambil panik ia terjatuh di lantai karena lantai sangat licin, dan Ayahku berusaha bangkit lagi dan berlari kecil sambil mengangkat basin ke area depan rumahku, dan api tersebut langsung padam ketika Ayahku melemparkan air yang berada di basin itu. Kami benar - benar sangat lega tetapi masih merasa ketakutan. Setelah itu Ayahku memanggilku ke belakang dan berkata "Sudah, cukup, jangan lanjutkan memanggang dengan arang tersebut". Aku pun langsung menenangkan teman - temanku dan kami semua langsung duduk dengan masih tidak menyangka akan hal yang terjadi tadi. Akhirnya kami memutuskan untuk melanjutkan memanggang di kompor gas. Makanan pun sudah matang dan kami menyantapnya dengan perasaan yang masih tidak menyangka. Sepanjang menyantap makanan tersebut kami mengobrolkan hal hal yang terjadi ketika api menyala sangat membesar, dan kami pun saling memaafkan, saling menegur dan kami tidak menyalahkan satu sama lain. Beberapa saat setelah seluruh teman - temanku akan pulang, beberapa temanku tiba - tiba teringat bahwa Ayahku sempat terjatuh ketika mengangkat basin, ia tahu ayahku terjatuh karena ia yang berada di belakang ayahku dan yang membantu mengangkatkan tubuh ayahku. Kemudian aku langsung memanggil ayahku. Setelah ayahku sudah berada di bawah, Ayahku langsung melihat teman - temanku sudah berbaris dengan rapih dan langsung meminta maaf, dan Ayahku berkata "Iya tidak apa apa, yang penting kalian semua selamat, dan lain kali lebih hati - hati". Dan teman - temanku langsung berpamitan dengan menyalami Ayahku.

     Hal yang dapat di ambil dari pengalamanku ini adalah sebelum mengambil keputusan, kita harus tau resiko apa yang akan kita dapat ketika memutuskan keputusan tersebut. Seharusnya pada saat itu ketika api tidak bisa menyala, kami memanggil orang dewasa yang berada di rumahku, seperti Ayahku atau Abangku, namun itu semua sudah terlambat, hal yang sudah terjadi tidak bisa kita ulang kembali. Hal ini sangat menjadi pembelajaran bagiku dan teman - temanku untuk kedepannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun