JOGJA -Â Jogja tak pernah kehabisan destinasi wisata, salah satunya Jalan Malioboro. Tak hanya sebagai area wisata, Malioboro turut menjadi pusat perekonomian di Jogja. Malioboro tak pernah sepi, setiap hari ribuan wisatawan datang. Ketika berjalan di sepanjang Malioboro kita dapat dengan mudah menemukan para pengemudi kendaraan tradisional yang menawarkan jasanya, seperti becak dan andong.Â
Di tengah kemajuan teknologi, para kusir andong dan tukang becak berjuang untuk mencari nafkah. Berangkat pagi pulang Magrib, setiap hari mereka lakukan demi menyambung nasib. Akan tetapi, penumpang kendaraan tradisional kini mulai sepi karena lebih banyak wisatawan memilih menggunakan ojek online yang dirasa lebih murah.
"Penumpangnya susah, kalah sama Grab. Dari tahun kemarin sampai sekarang penumpangnya berkurang, penghasilan kita juga turun," jelas Fahrul Ardianto, kusir andong yang berusia 25 tahun saat diwawancarai di Malioboro pada Sabtu (8/6/2024).
Selain itu, Fahrul juga menyebutkan bahwa pemindahan pedagang dari pinggir jalan ke Teras Malioboro juga mempengaruhi penghasilan para kusir andong.
"Malioboro kan sekarang beda, kekhasannya hilang. Kalau dulu kan ada penjual di pinggir-pinggir sini. Jadi, pengunjungnya udah enggak seramai dulu," imbuh Fahrul.
Â
Selain karena hal itu, pembatasan jumlah andong oleh Dinas Perhubungan Yogyakarta dan makin sempitnya jalan di sepanjang Malioboro turut mempengaruhi penghasilan para kusir andong. Akibatnya, banyak kusir andong yang terpaksa berhenti mangkal di Malioboro, ada pun yang berhenti dari pekerjaan mereka.
"Dulu jalur lambat bisa langsung lurus, sekarang sudah dibatasi. Buat taman-taman, kalau dulu jalur lambat sama cepat bisa dua jalur," ungkap Fahrul mengenai pembatasan jumlah andong yang beroperasi di Malioboro.Â
Berdekatan dengan andong, terdapat rombongan becak motor yang terparkir rapi di salah satu sudut pinggir jalan Malioboro. Salah satu penarik becak motor di tengah rombongan itu adalah Guntoro (53).
Guntoro yang sudah menjadi tukang becak sejak 1995 pada awalnya menarik becak kayuh, kini ia beralih menggunakan becak motor untuk mencari nafkah. Pria paruh baya itu mengaku bahwa penghasilannya selama ini dalam menarik becak pun tidak menentu.Â
"Sebetulnya kalau kita rajin kerja tiap hari mungkin, ya, cukuplah. Cuman saya sering libur. Paling saya tiga hari, empat hari libur. Ning akhir-akhir ini lho, umur sudah 50 ... sudah nganu itulah," ungkapnya.Â
Pria asli Malioboro itu turut mengaku bahwa penghasilannya selama seminggu  sekitar Rp80 ribu, Rp90 ribu, atau Rp100 ribu di hari biasa. Dia menambahkan bahwa akhir pekan masih terhitung sebagai hari biasa baginya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H