Surakarta- Di tengah hiruk pikuk Pasar Gede Surakarta, Jawa Tengah, dapat ditemui orang dari berbagai kalangan, profesi, dan pekerjaan. Salah satunya adalah juru parkir yang dikenal sebagai pejuang rupiah.
Salah satu juru parkir yang berada tepat di area belakang Pasar Gede Solo adalah Sutopo (50). Saat pertama kali menemui Sutopo, dia mengaku sudah menjadi juru parkir sejak 2016 silam.
Dia menjelaskan bagaimana penghasilan seorang juru parkir ditentukan dari jumlah pengunjung yang datang ke Pasar Gede. Tidak jarang, penghasilannya kurang dari apa yang ditargetkan atasannya. Hal ini belum seberapa dibandingkan saat dia harus menghadapi Covid-19 beberapa tahun yang lalu.
Saat itu semua orang harus membatasi aktivitas di luar rumah. Kondisi ini memberikan efek terhadap pemasukan seorang juru parkir seperti Sutopo. Dia harus tetap melakukan rutinitas dan melakukan setoran seperti biasanya. Walaupun kondisi saat itu tidak memungkinkan untuk mendapat penghasilan yang sama.
Sutopo menjelaskan mengenai penghasilan dirinya perhari, sebagai juru parkir.
“Satu hari saya bisa dapat Rp85.000 – Rp100.000 dan untuk setoran ke atasan sekitar Rp10.000. Dengan penghasilan itu, bagi saya sudah cukup untuk kebutuhan sehari-hari,” ujar Sutopo, saat diwawancara pada Senin (20/5/2024).
Di balik kisah Sutopo menjadi juru parkir, dia menceritakan bahwa dari kelima anaknya, salah satu di antaranya merupakan anak berkebutuhan khusus. Sehingga tidak memungkinkan bagi anaknya untuk beraktivitas seperti kebanyakan orang. Namun, itu menjadi sumber semangatnya untuk bekerja sehari-hari.
Kisah lain datang dari Marjono (61). Juru parkir ini berasal dari Klaten yang sudah bekerja sebagai tukang parkir sejak tahun 1986. Sehari-hari Marjono berangkat dari Klaten untuk bekerja sebagai juru parkir.
Pendapatannya dalam satu hari tidak terlalu besar di kisaran Rp80.000 – Rp100.000. Ini belum dikurangi dengan jumlah yang harus disetorkan kepada atasannya. Dia mengaku penghasilan yang didapatkannya itu cukup untuk menghidupinya dan sang istri, karena anak-anaknya sudah membangun rumah tangga sendiri.
Dia bahkan pernah diliburkan karena pandemi Covid-19.
“Saya diliburkan selama 20 hari saat itu karena pasar juga tutup, untuk makan sehari-hari saya dapat dari bantuan pemerintah,” ujar dia, saat diwawancarai pada Jumat (24/5/2024).
Walaupun di usianya yang sudah tua, Marjono masih tetap semangat bekerja sebagai tukang parkir di area Pasar Gede Solo.
Di tempat lain yang jaraknya tidak jauh dengan lokasi Pasar Gede Solo, beberapa tukang parkir yang berkerja juga sudah tua. Dari kelima tukang parkir yang ada saat itu, empat di antaranya tidak bisa berbicara maupun mendengar.
Hal ini sangat mengejutkan, ketika pemilik toko maupun orang di sekitar mengatakan bahwa mereka tidak bisa berbicara dan mendengar. Sehingga untuk berkomunikasi saja sangat sulit untuk dilakukan. Namun, keempatnya tetap membantu dengan mengarahkan salah satu rekannya yang jauh lebih muda, untuk membagikan kisah mengenai kehidupan tukang parkir.
Ivan (45) menjelaskan bahwa dia masih baru dalam menjalani pekerjaan sebagai tukang parkir. Sehari-hari dia berangkat dari tempat tinggalnya di daerah Semanggi, Pasar Kliwon. Dia mengatakan bahwa penghasilan menjadi juru parkir tidak menentu di kisaran Rp125.000 – Rp150.000 per hari. Terlebih lagi dia harus menghidupi istri dan ketiga anaknya.
Dia menjelaskan terkait keempat rekannya yang memiliki keterbatasan.
“Mereka rekan saya di sini, keempat-empatnya tidak bisa mendengar, dan tidak bisa berbicara. Jadi, memang agak susah kalau mau ajak mereka ngomong, karena cuma beberapa orang saja yang paham,” jelas juru parkir itu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H