Berputar ke arah bandara, dan akhirnya kami memutuskan untuk berhenti di sekitaran kampung ateuk di salah satu mesjid untuk menunaikan shalat ashar.
Usai shalat ashar kami kembali ke mobil dan berencana melanjutkan perjalanan ke bandara Sultan Iskandar Muda yang insya Allah akan jauh lebih aman. Namun kemacetan didepan mata menyurutkan niat kami, dan seketika sekitar pukul 17.45 kembali terjadi gempa susulan yang juga kuat, meski tidak sekuat gempa pertama. Durasinya juga lumayan lama sehingga terlihat mobil teguncang-guncang. Saat itu juga suami mengumandangkan adzan. Hingga ia selesai adzan gempa masih juga terasa.
Ya Rabbi, sungguh inilah pengalaman pertama aku melalui gempa sehebat ini. Tak terbayangkan kondisi 2004 lalu yang pastinya jauh lebih menyeramkan.
Didalam mobil sambil berzikir kami terus memantau siaran radio guna mengetahui sejauh mana dampak dari gempa hari ini, serta informasi terkini dari BMKG. Dan memang sudah di berlakukan status potensi tsunami.
Akhirnya, kami memutuskan untuk kembali ke dalam mesjid. "Insya Allah disini juga akan aman", suami mencoba menghibur. Didalam mesjid juga sudah ramai orang, disetiap colokan listrik sudah penuh dengan cash Hp yang didominasi para mahasiswa. Kami pun mengalah meskipun baterai telepon genggam kami sudah lowbat semua. "Mungkin mereka lebih membutuhkannya untuk komunikasi dengan orangtua di luar daerah. Alhamdulillah kami sudah berkumpul semua disini, dan orang tua pun sudah mengetahui bahwa kami selamat dan sudah menuju tempat yang lebih aman.
Adzan maghrib pun berkumandang. Subhanallah saf shalat jamaah maghrib itu terasa seperti di bulan Ramadhan, penuh. Ini juga hikmah dibalik kejadian sore tadi.
Usai shalat maghrib, kami masih belum berani beranjak pulang, karena belum mendapat kepastian apakah status potensi tsunami telah berakhir atau belum?, meskipun sebagian orang ada yang sudah memutuskan untuk kembali kerumah masing-masing.
Di mesjid itu pula aku mulai merasakan suasana camp pengungsian sekitar delapan tahun yang lalu. Kami saling berkenalan sesama pengungsi. Saling tolong-menolong, berbagi.
Usai melaksanakan shalat isya kami mendapat kabar baik, bahwa status potensi tsunami telah berakhir dan listrik yang awalnya padam telah menyala. Dengan Bismillah kami pun kembali kerumah di daerah Lamgugob.
Meskipun hanya beberapa jam berkumpul bersama dalam suasana yang menakutkan, aku dan suami belajar banyak hal hari itu.
Pemandangan malam itu sungguh tidak seperti biasanya, ramai dan sebagian daerah masih gelap karena pemadaman. Namun yang paling mencolok adalah terlihat beberapa orang berseragam biru melangkah lambat dijalanan. tatapan matanya kosong. Kami pun bertanya-tanya siapakah orang2 itu?. Setiba dirumah sekitar pukul 21.00 kami membaca koran online dan mengetahui bahwa mereka yang lalu lalang berseragam biru tadi adalh orang2 yang keluar dari rumah sakit jiwa. Semoga Allah melindungi mereka semua!!