Mohon tunggu...
Custos Logos
Custos Logos Mohon Tunggu... Lainnya - Firmantaqur

Menolak tua, penikmat kopi, dan penumpang setia kereta api ...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Melongok Bumi Ageung Cikidang: Saksi Sejarah Cianjur dan Jejak Perjuangan Bangsa

11 Desember 2024   04:29 Diperbarui: 12 Desember 2024   07:37 88
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kondisi Bumi Ageung Cikidang di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat (Dokumentasi pribadi)

BUMI Ageung Cikidang kokoh menjulang di antara deretan ruko dan pertokoan di jantung kota Cianjur, Jawa Barat. Usia bangunan yang lebih dari satu abad ini, tidak hanya menjadi simbol sejarah lokal tetapi juga bagian integral dari perjalanan dan perjuangan bangsa Indonesia.

Dibangun pada tahun 1886 oleh Bupati Cianjur ke-10, Raden Adipati Aria Prawiradiredja II, Bumi Ageung Cikidang tak sekedar rumah gedong dengan nuansa arsitektur masa lalu yang memikat, akan tetapi turut memainkan peran penting dalam sejarah Indonesia.

Menurut penuturan Raden Pepet Djohar, cicit R.A.A. Prawiradiredja II, Bumi Ageung Cikidang pernah menjadi saksi penting perjuangan bangsa. Rumah ini menjadi lokasi perumusan pembentukan Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang diinisiasi Gatot Mangkoepradja pada rentang tahun 1943 hingga 1945.

Keberadaannya bahkan sempat menjadi sasaran bombardir pasukan Belanda. Meskipun bagian belakang bangunan terkena dampak, struktur utama rumah ini tetap kokoh berdiri. Peristiwa tersebut memaksa penghuninya mengungsi ke luar daerah, sementara barang-barang berharga di dalamnya menjadi sasaran penjarahan.

Namun, hingga kini, Bumi Ageung Cikidang masih terawat dengan baik, menyimpan koleksi barang-barang antik seperti foto, hiasan dinding, perabotan, dan alat musik yang menjadi cerminan kehidupan tempo dulu sekaligus warisan berharga bagi generasi penerus.

Sosok Juag Tjitjih

Bumi Ageung Cikidang juga menyimpan kisah kepahlawanan yang jarang terungkap, yakni peran Raden Ayu Tjitjih Wiarsih, putri tunggal sang bupati. Dikenal dengan nama panggilan juag Tjitjih, ia memainkan peranan penting dalam perlawanan melawan penjajah. 

Selain mewarisi Bumi Ageung, juag Tjitjih juga mewarisi semangat juang yang ditanamkan oleh ayahnya. Ia turut berperan dalam perumusan Tentara Pembela Tanah Air (PETA), sebuah langkah penting dalam perjuangan kemerdekaan, yang menjadikannya buruan tentara Belanda. 

Akibatnya, juag Tjitjih bersama keluarganya harus mengungsi ke Kuningan. Pengorbanannya yang besar untuk bangsa menjadikannya salah satu pejuang perempuan dari Cianjur yang sayangnya terlupakan dalam lembaran sejarah.

Kesan mancanegara

Raden Pepet Djohar mengisahkan bahwa Bumi Ageung Cikidang bukan sekadar rumah singgah keluarga bupati, tetapi juga memiliki peran strategis sebagai tempat pertemuan penting. Lokasinya yang berdekatan dengan kantor pemerintahan setempat menjadikannya destinasi para tamu kehormatan, termasuk bangsawan dari mancanegara.

Salah satu tamu istimewa yang pernah singgah dan menginap adalah Franz Ferdinand pada April 1893. Bahkan, sang putra mahkota Austria-Hungaria itu memberikan hadiah berupa lemari antik sebagai tanda penghormatan dan penghargaan atas keramahan tuan rumah.

Bumi Ageung Cikidang pernah dibombardir mortir pasukan Belanda, namun luput ...

Lemari kayu yang hingga kini masih terawat dengan baik itu tidak hanya sebatas cinderamata dan menjadi hiasan sudut ruangan, tetapi juga menyimpan nilai sejarah dan simbol penting dari hubungan diplomatik pemerintahan Cianjur dengan dunia internasional pada akhir abad ke-19.

Saat ini, Bumi Ageung Cikidang tetap berdiri dalam bentuk aslinya. Renovasi hanya dilakukan di bagian belakang yang rusak akibat serangan mortir pasukan penjajah. Material bangunannya, seperti kayu Rasamala, masih kokoh menopang atap dan dinding rumah ini. 

Sebagai cagar budaya

Pada tahun 2010, Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata RI resmi menetapkan Bumi Ageung Cikidang sebagai Benda Cagar Budaya Nasional. Pengakuan ini menegaskan pentingnya bangunan bersejarah tersebut sebagai warisan budaya yang harus dilestarikan.

Upaya pelestarian terus dilakukan oleh keluarga besar R.A.A. Prawiradiredja II, termasuk Raden Pepet Djohar dan keponakannya, Rachmat Fajar, yang dengan penuh dedikasi menjaga keaslian bangunan ini dari perubahan zaman.

Bumi Ageung Cikidang lebih dari sekadar bangunan berusia tua, melainkan juga jendela masa lalu untuk menyelami jejak sejarah Cianjur dan Indonesia. Keberadaannya mengajarkan nilai-nilai perjuangan, kebudayaan, dan kekuatan keluarga dalam menjaga warisan sejarah. 

Melangkahkan kaki ke dalam rumah tua ini bukan hanya sekadar mengintip masa lalu, tetapi merasakan semangat perjuangan yang masih hidup di setiap sudutnya. Bumi Ageung Cikidang adalah simbol bahwa di tengah modernisasi, warisan sejarah tetap terawat, lestari, dan layak dihormati sebagai refleksi identitas bangsa yang tak lekang oleh zaman, tabik (*)

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun