PRINSIP berbeda atau mati menjadi keniscayaan bagi sebuah berita di tengah banjir informasi dewasa ini. Terlebih, pertumbuhan media mainstream terutama media massa daring yang masif dalam beberapa dekade terakhir memosisikan pentingnya "berbeda" dalam menyajikan informasi agar bisa tetap mendapat tempat di hati publik.
Jika merujuk data yang dirilis Dewan Pers, hingga Februari 2024 jumlah media massa di Indonesia yang telah terverifikasi sebanyak 1.819 media, dan platform online atau bentuk media massa daring paling mendominasi, ada 989 media.
Fakta atas data ini tentu semakin menegaskan keniscayaan berbeda jika ingin tetap eksis dan mampu bersaing dalam sengitnya kompetisi di bisnis informasi.
Selain itu, di tengah akselerasi media sosial yang turut serta menyajikan ragam informasi mengenai suatu peristiwa yang terjadi di masyarakat, maka sulit rasanya bagi media mainstream atau mass media untuk bersaing dalam hal kecepatan.
Padahal, sebagaimana terminologi berita, yakni Novus, Nova atau New yang  artinya "baru" atau sesuatu yang aktual atau terkini, maka sejatinya berita harus disajikan atau disiarkan dalam waktu yang secepat-cepatnya.
Namun, ketika sesuatu yang baru sulit untuk disajikan, maka pilihannya adalah sesuatu itu harus dihadirkan secara berbeda.
Persoalan berbeda ini tentu tidak dapat dilepaskan dari cara dan keterampilan media atau penulis berita dalam memilih angle, yakni point of view, perspektif atau sudut pandang atas suatu peristiwa atau persoalan.Â
Pemilihan angle sangat penting karena akan membedakan isi dan kualitas berita antara satu media dengan media lainnya. Angle juga akan menentukan pemilihan judul dan lead atau teras berita.Â
Karenanya, hal paling dasar untuk menyajikan berita yang berbeda adalah ketepatan dalam memilih dan menentukan informasi apa yang harus disampaikan pada alinea pertama dalam teks berita tersebut.Â
Sebagai etalase berita, informasi yang disajikan pada lead tentunya harus yang teramat penting dari keseluruhan informasi yang ada. Selain itu, sebagai kalimat pembuka yang menjadi titik penting bagi pembaca,, informasi dalam lead juga harus mampu mencerminkan keseluruhan isi berita.Â
Setidaknya ada dua tujuan dari penulisan lead ini, pertama untuk  menarik pembaca agar mengikuti alur cerita, dan sebagai pembuka jalan bagi alur cerita.
Untuk mencapai dua tujuan tersebut, maka dalam penyusunannya, selain harus memenuhi aspek introduktif dan korelatif, tentulah laik dikemas secara atraktif supaya dapat membangkitkan minat dan perhatian khalayak terhadap topik persoalan atau peristiwa yang disiarkan atau diberitakan.
Sedianya, pemilihan lead merujuk pada unsur-unsur berita yang ada, sehingga paragraf pertama dalam teks berita bisa diawali dengan unsur Apa (What), Di mana (Where) Kapan (When), Siapa (Who), Mengapa (Why), dan Bagaimana (How).
Pada prinsipnya, memilih lead berdasarkan unsur yang mana tergantung pada konteks dan situasi berita yang hendak dibuat. Misalnya, unsur "Apa" bisa dijadikan lead berita apabila merasa eksklusif atas peristiwa atau informasi yang dimiliki.Â
Namun, apabila isu atau peristiwa yang hendak diberitakan itu sudah menjadi informasi publik, di sinilah kemudian dituntut kepekaan penulisnya untuk menentukan angle lain atau unsur apa yang sedianya relevan untuk dipilih; bisa saja memilih lead dengan unsur "Why" atau "How".
Dengan demikian, kendati informasi yang dikabarkan (sudah) bukan sesuatu yang aktual. Namun, akan tetap (terasa) baru karena perspektif yang dipilih atas informasi tersebut merupakan sesuatu yang berbeda dan belum dibidik media lain.
Itulah mengapa, menulis berita tak hanya sebatas keterampilan dalam merangkai kalimat dan menyusun diksi. Lebih dari itu, diperlukan bekal ilmu dan jiwa seniman agar setiap informasi atau berita yang dikabarkan tersaji dalam perspektif lain nan berbeda.
Terpenting dari itu semua, mengutip adagium yang dipegang teguh media massa online Kompas.com, Â prinsip "Get it first, but first get it right"Â adalah mutlak, karena kualitas berita tak sekedar kecepatan dalam penyajian, namun senantiasa menempuh cara-cara yang benar dalam mendapatkannya, dan tentunya harus berbasis fakta sebagai sesuatu yang sakral, tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H