Hari itu di sebuah awal musim dingin, saya diundang oleh Masoud untuk berkunjung ke Mashhad. Kota kelahirannya yang terletak di Timur Laut Iran. Kota ini merupakan kota terbesar kedua di Iran setelah Teheran. Terdapat komplek masjid terbesar di Iran yang juga merupakan makam dari Imam Reza. Imam kedelapan dari dua belas Imam yang diagungkan oleh aliran Mazhab Syiah. Lebih dari 20 juta orang yang berkunjung ke kota ini untuk berziarah dan juga berwisata setiap tahunnya.Â
Harga tiketnya sendiri tidak mahal, tidak lebih dari IDR 160,000 atau USD 13 untuk sekali jalan antara Teheran dan Mashhad. Itupun sudah termasuk penjemputan di Teheran dan pengantaran di kota ketibaan. Tidak terlupa makanan malam dan makan pagi di dalam kereta. Teheran dan Mashhad dapat dicapai menggunakan berbagai macam moda. Seperti kereta, mobil, bis, ataupun pesawat. Mashhad juga merupakan salah satu kota yang memiliki penerbangan internasional. Menghubungkannya dengan kota Doha, Qatar selain Teheran dan Isfahan. Waktu tempuh dengan kereta dari Teheran ke Mashhad adalah 10 jam. Serta terdapat lebih dari satu perusahaan kereta yang melayani jalur ini.Â
Jadwal kereta menuju Mashhad adalah jam 22.00 Â dari Teheran. Pada jam 19.30 saya sudah dijemput oleh sebuah mobil taksi eksekutif sekelas Silver Bird berwarna kuning. Taksi pun mulai beranjak dari apartemen melewati Movahed Danesh street, kemudian berbelok melewati Stasiun MRT Aghdasieh. Menuju Emam Ali highway hingga berbelok memasuki Besat Expressway, dan tiba di stasiun kereta yang berada di pusat kota. Petang itu jalanan memang terasa lebih tersendat. Membuat laju kendaraan mungkin hanya berkisar 20 km per jam. Dimaklumi karena bersamaan dengan waktu orang pulang kantor baik dari arah utara, maupun selatan. Perjalanan dari tempat tinggal saya yang berada di distrik 1 memakan waktu hampir 60 menit. Menembus kemacetan kota Teheran yang biasanya baru akan mulai terurai pada jam 20.30. Supirnya cukup mengerti kondisi lalu lintas Teheran, dan mengandalkan jalan bebas hambatan hingga menjelang stasiun. Taksi pun berhenti tepat di depan stasiun yang sudah memiliki lajur lajur pemberhentian bagi yang datang menurunkan penumpang serta bawaannya.Â
Sembari mendorong koper ukuran kabin yang sudah sering jalan jalan, saya pun bergegas berjalan menuju gedung stasiun Mungkin lebih sering koper ini jalan jalan dibandingkan saya. Di depan stasiun banyak terdapat kursi kursi taman, dengan bagian kiri dan kanan muka stasiun ditumbuhi oleh pohon pohon besar. Beberapa orang terlihat sedang duduk duduk, ataupun sedang merapikan barang bawaannya. Suasananya seperti sedang memasuki area alun alun bila berada di kota kota di Jawa. Pada bagian depan stasiun terpampang juga foto besar pemimpin revolusi Islam Iran. Menjulur dari atas tinggi gedung stasiun hingga ke balkon dikenai oleh lampu sorot warna kuning dari bawah.  Sesampainya di pintu stasiun, semua barang bawaan harus melewati mesin  x-ray. Ada yang hanya membawa koper sebesar koper kabin, ada juga membawa tumpukan koper disertai tas plastik seperti kantong kresek berisikan makanan. Mirip seperti pemandangan yang juga sering terlihat pada masa mudik di stasiun kereta maupun bandara.Â
Setelah melewati mesin x-ray, saya pun meneruskan berjalan masuk ke dalam stasiun. Ruangannya berbentuk seperti sebuah aula besar. Dengan langit langit yang tinggi. Dalam ruangan ini terdapat deretan bangku bangku untuk menunggu, beberapa konter makanan dan minuman kecil serta oleh oleh. Suasana stasiun cukup lenggang tidak terlalu penuh, masih cukup banyak bangku kosong yang tersedia. Terlihat orang orang lalu lalang di area tengah gedung, yang wanita ada yang mengenakan chador, namun sebagian besar tidak tapi tetap berhijab. Kaum pria terlihat mengenakan jas dan kaos polo dengan kerah. Terdapat juga gerai pangkas rambut yang penuh dikerubungi oleh orang. Saya pikir mereka sedang mengantri untuk pangkas rambut di gerai itu. Ternyata mereka sedang menonton pertandingan sepak bola antar liga di Iran.Â
Pada beberapa bagian dinding stasiun, terpasang layar yang berisikan informasi  kereta yang akan tiba maupun yang berangkat bersama dengan nomor peron. Samar terdengar seperti pemberitahuan mengenai status kereta yang disampaikan dalam bahasa Farsi yang saya tidak mengerti betul.. Sedangkan pada bagian plafon, berlukiskan ilustrasi gambar kereta, bangunan arsitektur berkubah masjid, pepohonan dengan burung angsa yang sedang terbang berbentuk 3D berwarna kombinasi hijau toska, biru, dan putih. Selain itu juga terdapat anjungan tunai mandiri  yang hanya bisa beroperasi dengan kartu dari bank Iran.
Menjelang waktu keberangkatan kereta, saya segera bergeser mendekati area menuju peron.. Terdapat beberapa lajur di area naik kereta ini. Mungkin bila dihitung terdapat hingga enam pintu. Tepat pukul 21.00 pintu memasuki area Peron mulai dibuka. Antrian pun mulai beranjak satu persatu. Pada saat giliran saya, petugas kereta meminta tiket kereta yang telah dicetak disertai dengan paspor. Kemudian berjalan mengikuti tangga berjalan untuk menuju ke arah peron yang berada satu tingkat di bawahnya. Sambil disuguhi iklan dari perusahaan rintisan Iran, yaitu Snapp dengan warna hijaunya. Tepat terpampang di depan saat menuruni tangga berjalan.Â
Jalur kereta Fadak yang akan saya naiki berada di peron 4. Begitu tiba di peron, sudah terlihat kereta yang sudah siap untuk dinaiki oleh para penumpangnya. Badan kereta yang dioperasikan oleh Fadak ini didominasi warna putih, dengan jendela jendela kaca yang besar. Â Pada bagian bawah terdapat gambar ornamen berbentuk kaligrafi berwarna hijau melintangi badan kereta. Setiap gerbong kereta juga tertera petunjuk nomor gerbong dalam aksara Farsi.. Bentuk gerbong keretanya sendiri tidaklah berbeda dengan kebanyakan gerbong gerbong kereta yang ada di Indonesia. Ada tiga kelas perjalanan kereta ini, yaitu kelas utama, bisnis, dan kelas ekonomi. Pembeda kelas utama dan kedua hanyalah layanan yang disajikan di dalam kabinnya. Sedangkan kelas ekonomi merupakan kelas yang hanya bertempat duduk. Terlihat di beberapa gerbong kelas utama terhampar karpet berwarna merah dan petugas kereta yang berdiri di dekatnya. Mereka mencocokan data yang tertera pada tiket dengan ruangan di dalam kereta. Â
***
Kereta mulai meninggalkan stasiun kota Teheran pukul 22.00. Terdengar suara decitan dari besi dan roda kereta yang beradu. Secara perlahan kereta pun mulai menambah kecepatannya tanpa terasa. Suara di dalam kabin kereta terasa cukup senyap. Hampir tidak terlalu terdengar suara dari luar, hanya sesekali saja suara decitan roda masih terdengar. Kereta ini seperti melaju tanpa menimbulkan guncangan terutama di trek lurus. Kereta Fadak adalah merek dari group usaha yang dimiliki oleh Rail Pardaz System di Teheran. Di Iran kereta dengan merek dagang Fadak ini termasuk dalam kategori bintang 5 menurut badan transportasi Iran.Â
Sejarah perkeretaapian di Iran  dimulai  tahun 1882. Menghubungkan kota Teheran hingga ke wilayah Rey sepanjang 11 km. Dikerjakan oleh insinyur Perancis pada masa raja Nasser al-Din Shah Qajar dari Dinasti Qajar. Kereta pertama tersebut disebut sebagai mobil asap karena mengeluarkan asap yang berasal dari kereta uap pada masa itu. Sedangkan Indonesia atau Hindia Belanda, lima belas tahun sebelumnya yaitu tahun 1867 sudah memulai jalur kereta pertamanya terlebih dahulu. Menghubungkan kota Semarang dan Temanggung  yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda.
Kebanyakan kereta yang beroperasi di Iran berasal dari Jerman, Spanyol, Perancis ataupun Cina. HEROS Helvetic Rolling Stock GmbH pada tahun 2016 menyediakan lebih dari 133 rangkaian kereta untuk Rail Pardaz System. Sebagai bagian dari modernisasi perkeretaapian di Iran. Baik gerbong dan rangka kereta dirombak secara menyeluruh dan disupervisi oleh perusahaan teknis asal Swiss, PROSE. Demikian juga dengan sistem kelistrikan, interiornya, sistem toilet serta desain diganti dan disesuaikan dengan desain khas Iran.Â
Kereta Fadak yang saya naiki merupakan kereta tidur atau sleeper coaches untuk perjalanan jarak jauh.. Terdiri atas kabin yang berisikan 4 orang di masing masing kabinnya. Namun pada saat itu hanya diperuntukkan bagi 2 orang. Masing masing tempat duduknya dapat diubah menjadi tempat tidur. Dua di bagian bawah, dan dua lagi di bagian atas. Dilengkapi dengan fasilitas seperti sprei, bantal serta tas kecil yang berisikan seperti sabun, sisir, earphone, sikat gigi dan odol. Terdapat juga televisi ukuran 10 inch di kedua sisi dinding antara kompartemen kabin. Barang bawaan dapat ditempatkan pada bagian atas persis di atas pintu kabin yang menghubungkan dengan lorong kereta. Untuk menaiki tempat tidur yang berada di atas kursi, tersediah sebuah tangga kecil yang dapat digeser dan dilipat sehingga tidak memakan tempat. Warna interior kabin kereta pun dicat dengan dominasi warna putih, dan lampu yang dapat diredupkan atau dimatikan. Sedangkan jendela terdapat bukaan kecil di bagian atas jendela serta tirai pada bagian kiri dan kanannya untuk menutupi pandangan dari luar.
Setelah kereta berjalan sekitar satu jam, pintu kabin diketuk. Ternyata ditawari teh hitam hangat yang disajikan dalam gelas kertas. Berselang waktu kemudian makanan malam pun datang. Disajikan di atas nampan plastik berwarna hitam. Terdiri atas makanan salad sayur, Â roti, krim keju, hidangan utama berupa pilihan daging ayam atau koobideh, serta hidangan penutup berupa kue krim seperti tiramisu.Â
Tidak terlihat apa apa lagi di luar jendela. Hanya gelap dan pantulan cahaya dari kabin. Saya pun memutuskan untuk merebahkan diri sambil mendengarkan musik dari gawai. Terasa belum lama memejamkan mata, tiba tiba kereta menghentikan lajunya disertai sebuah pengumuman disampaikan melalui pengeras suara yang ada di dalam kabin. Kereta akan berhenti selama 15 menit untuk memberikan penumpang melaksanakan sholat subuh. Saya tidak mengetahui tepatnya, dimana pemberhentiannya. Terlihat beberapa orang keluar dari kereta untuk menunaikan sholat subuh. Waktu mungkin menunjukkan pukul 04.00 pagi, udara masih terasa dingin. Suasana dinginnya daratan gurun di antara perbukitan kering. Hanya ada bangunan yang diterangi oleh lampu lampu berjejer rapi.
Setelah selesai pemberhentian, kereta pun melanjutkan perjalanannya. Masoud sempat bilang, menjelang pagi pemandangan dari jendela kereta di sebelah kiri akan sangat menawan. Betul saja begitu matahari mulai memerah di Timur. Memperlihatkan dirinya dari balik daratan bebatuan keras bercampur pasir berwarna coklat dengan lintasan rel rel kereta yang membentang dan bercabang di atasnya. Terlihat sangat indah sekali. Jaringan listrik terlihat berdiri di samping jalan yang melintas beriringan dengan rel kereta. Tidak terlihat sama sekali, jalan jalan yang melintang seperti kebanyakan situasi rel kereta di Indonesia. Mungkin juga karena ini masih berada di daerah gurun ya.Â
***
Dalam perjalanan menuju Mashhad, kereta Fadak ini melewati kota Neyshabur atau Nishapur. Sebuah kota kelahiran dari Abu Hamid bin Abu Bakr Ibrahim atau lebih dikenal dengan Farid un-Din dan Attar of Nishapur. Tidak banyak yang mengenalnya bahkan hari ini. Saya sendiri tidak pernah mendengar nama nama filsuf Islam seperti Attar sebelumnya
"Attar traveled through all the seven cities of love. While I am only at the bend of the first alley" - Rumi.
Attar of Nishapur adalah seorang sangat populer sebenarnya. Seorang apoteker, praktisi ilmu pengobatan kuno (materia medica) sebelum menjadi filosofis mistisisme Islam atau sufi. Ia pun dianggap sebagai guru dan sumber inspirasi bagi Jalal al-Din Muhammad Rumi atau dikenal dengan Rumi. Ia juga seorang penyair pada masa Kekaisaran Seljuk Agung. Sebuah kekaisaran Islam Sunni yang menguasai wilayah pegunungan Afghanistan hingga Pakistan, Â Asia Tengah hingga Anatolia Timur atau bagian dari Turki hari ini.Â
Tasawuf atau sufisme sendiri merupakan ajaran menyucikan jiwa, menjernihkan akhlak, membangun dhahir dan batin serta untuk memperoleh kebahagian abadi. Sufi yang dalam bahasa sederhana menurut Imam Al-Ghazali adalah orang yang menjaga perilakunya untuk senantiasa taat kepada Allah lahir dan batin, serta bermasyarakat dengan kepedulian terhadap sesama dan alam sekitar. Dalam penjelasan sederhana, "Hablum minallah dan hablum minannas" adalah ajaran pokok dalam tasawuf. Imam Al-Ghazali sendiri adalah seorang ulama Sunni Islam dan filsuf Islam yang lahir dan meninggal di Tous, sebuah kota yang menjadi kota tempat penyair Persia lainnya juga dimakamkan. Tidak jauh dari Mashhad, tempat yang akan saya tuju dengan kereta ini.Â
Saya rasa memang sudah hakekatnya, bahwa manusia itu harus mendekatkan diri kepada penciptanya dan menjadi manusia yang baik, dan membersihkan diri dari sifat sifat yang jelek serta bermanfaat bagi makhluk hidup lainnya. Bahkan tumbuhan saja adalah sebuah makhluk hidup apalagi manusia yang memiliki kelebihan berupa akal.Â
Selain itu Kota Nishapur juga merupakan kota kelahiran dari seorang Ilmuwan Islam dari Persia lainnya. Yaitu Umar Khayyam. Seorang polimat, matematikawan, filsuf, astronom, dan penyair. Ia merupakan ahli sastra dalam khasanah kesusastraan Islam. Pada tahun 1859, penyair Inggris, Edward FitzGerald, menerjemahkan sekitar 600 puisi yang ditulis oleh Khayyam dan menerbitkannya sebagai kumpulan berjudul The Rubaiyat of Omar Khayyam. Hingga Omar Khayyam sering disebut sebagai  William Shakespeare dari Timur. Tidak hanya pada kesusastraan, kontribusinya juga pada ilmu matematika. Metode umum penguraian akar-akar bilangan tingkat tinggi dalam Aljabar dan memperkenalkan solusi persamaan kubus hingga penyempurnaan penghitungan basis kalender yang kita hingga hari ini. Bahkan namanya pun diabadikan dalam penamaan Asteroid 3095 hingga kawah di bulan. Indonesia pun memiliki Umar Kayam yang mungkin namanya terinspirasi dari Omar Khayyam. Seorang budayawan, Penulis, dan Akademisi yang lahir di Ngawi pada masa Hindia Belanda dan seorang Guru Besar di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gajah Mada. Bahkan beberapa film pernah dibintangi seperti G.30S PKI sebagai pemeran Presiden Soekarno.
Kota kota yang saling berdekatan ini, seperti Neyshabur, Tous, Mashhad bagaikan segitiga Joglo Semar (Jogja, Solo, Semarang). Kota kota ini melahirkan filsuf filsuf, ilmuwan dan penyair Islam pada hidup pada periode yang hampir sama. Neyshabur sendiri merupakan ibukota dari Kekaisaran atau Kerajaan Seljuk pada awal berdirinya. Keberadaan Kekaisaran ini juga terkait dengan munculnya Kerajaan Ottoman atau juga disebut sebagai Kesultanan Utsmaniyah di Anatolia yang berbatasan dengan Byzantium. Keduanya sama sama berasal dari etnis Oghuz Turk. Kemudian sebuah perjalanan sejarah pun saling mengait antara Kekaisaran Seljuk, Ottoman, Mongol hingga Byzantium atau Kerajaan Romawi di Timur serta Safavid di Selatan Iran.Â
***
Perjalanan ke Mashad dengan menggunakan kereta ini bukan sekedar merasakan istimewanya transportasi massal ini. Namun perjalanan ini seperti sebuah hijrah untuk mengungkapkan hal hal yang tidak diketahui sebelumnya. Seperti sebuah perjalanan misterius ke masa lalu, dan kemudian kembali dengan isi kepala yang penuh dengan sebuah rasa takjub. Sebuah inspirasi untuk bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi dengan menyaring bahkan menghilangkan sifat sifat buruk yang dimiliki. Untuk kemudian menjalani perikehidupan dengan lebih lapang dan bersih serta lurus. Seperti lurusnya perjalanan kereta dalam deretan rel rel besi yang tersusun rapi hingga tujuannya. Hingga sebuah kejayaan yang tidak hanya untuk dikenang namun untuk diperjuangkan agar bisa tercapai. Sejarah mungkin berulang seiring dengan tibanya kereta Fadak di kota  Mashhad. Hanya Anda yang tahu.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H