Mohon tunggu...
Henry
Henry Mohon Tunggu... Konsultan - Talks about #triplebottomline, #educationequality, #customerexperience, #sustainabilitystrategy, and #businesscontinuitymanagement

Beyond Imagination | Digital and Aviation Enthusiast | Passionate in Customer Experience and Sustainable Development |

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Mengusik Rasa Keadilan

12 April 2022   23:46 Diperbarui: 12 April 2022   23:51 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Semenjak tanggal 1 April 2022 ini, mulai diberlakukannya harmonisasi akan pajak atau pungutan kepada warga negara. Saya bukanlah orang yang ahli pula dalam hal hal perpajakan ini. Namun sebagai warga negara saya ingin mengungkapkan kegelisahan atas dasar rasa keadilan. 

Wajib pajak memang memiliki kewajiban atas perpajakan baik itu berupa pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai ataupun penghasilan bukan pajak mulai dari biaya materai atau retribusi lainnya yang tidak dinamakan sebagai pajak ataupun pungutan negara atas warga negaranya. 

Hal yang baik tentu saja karena 85 % dari hasil pungutan pajak terhadap Anggaran Belanja dan Pengeluaran Negara merupakan kontribusi ataupun gotong royong warga negara terhadap pembangunan bangsanya

Alih alih pembangunan di satu sisi lainnya, warga negara berhak pula untuk mendapatkan pelayanan publik yang baik dengan layanan yang prima tanpa antri, tanpa ribet ataupun tanpa pusing. 

Pernahkah kita memperhatikan pelayanan atas pembayaran pajak seperti STNK, SIM, ketersediaan air bersih untuk masyarakat yang adil, ketersedian akses transportasi umum yang manusiawi dan terintegrasi, atau mungkin juga layanan kesehatan yang prima dengan akses yang mudah ? Apakah warga negara sudah diperlakukan dengan baik dalam ragam pengurusan administrasi ? apakah ada sistem dan proses administrasi tersebut dipersingkat dan dipermudah aksesnya ? Apakah administrasi negara melakukan survei tingkat kepuasan atas layanan publik dan saling bersaing untuk meningkatkan layanan tersebut dengan mempublikasikannya di ranah publik ? 

Atau jangan jangan di negara kita tercinta ini terlalu banyak orang penting yang sehingga cukup menyita perhatian di jalan raya karena transportasi warga harus mengalah dengan bunyi sirine ataupun strobo yang menyala dengan silaunya ? 

Satu waktu yang lalu, saya pernah mendengar satu kalimat dari Ibu Sri Mulyani. "Jangan pernah lelah mencintai Indonesia". Kita tidak akan pernah lelah atas Indonesia, karena kami akan selalu menyampaikan kritik guna pembangunan yang lebih inclusive atas pungutan dan penggunaan uang hasil kontribusi warga negara atas pajak yang merupakan keringatnya untuk pembangunan di negeri ini. 

Namun jangan lupa mengusik rasa keadilan ini dengan pelayanan publik yang mungkin masih amburadul ataupun tidak terintegrasi sehingga mengakibatkan penggunaan uang hasil pajak tersebut tidak efisien dan tidak memberikan kemaslahatan yang baik bagi seluruh warga negara. 

Pajak adalah uang kita, warga negara Indonesia yang berhak untuk meminta pertanggungjawaban penggunaannya dengan mengawasi, menyampaikan kritik membangun tanpa harus membangunkan. Meniru yang dilakukan oleh Negara Emirat Arab, disampaikan oleh Sheik Muhammed selaku Perdana Menteri bahwa layanan administrasi negara UAE harusnya menjadi yang terbaik di dunia guna mencapai pembangunan yang berfokus kepada warga negara maupun manusia di dalamnya. Bahkan baru baru ini digelar forum World Government Forum 2022 di Dubai. 

Forum tersebut merupakan kesempatan utama untuk mengeksplorasi kesiapan pemerintah untuk dunia layanan yang sangat personal, prediktif, dan proaktif. 

Forum ini bertujuan untuk menyatukan para pembuat keputusan, praktisi, dan inovator pemerintah untuk mengkaji ulang dan mendefinisikan kembali cara pemerintah merancang dan memberikan layanan untuk pengalaman yang berpusat pada warga saat ini, dan di masa depan.

Tidaklah kita menjadi bahagia dengan jembatan penyeberangan yang indah, ataupun stadium yang megah. Namun kita sebagai warga negara sebaiknya bahagia bila uang kontribusi dan gotong royong kita ini digunakan dengan efisien dan berdampak bagi keberlanjutan dan berfokus kepada manusianya. Untuk itulah alasan kita membangun dan terbebas dari belenggu kolonialisme di masa lampau.

Ikuti https://catatanpinggir.id/

https://www.prnewswire.com/news-releases/government-services-forum-explores-citizen-centric-government-services-of-2030-and-beyond-301513962.html

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun