Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) telah ditetapkan dalam agenda PBB untuk manusia, planet, dan kemakmuran, mencapai masyarakat yang sejahtera, inklusif, dan berkelanjutan untuk semua pada tahun 2030. SDG Â sendiri telah diratifikasi oleh 193 negara di Perserikatan Bangsa-Bangsa pada September 2015.
Sehingga untuk dapat menjadi sebuah aksi bersama perlu untuk melibatkan bisnis atau penggiat ekonomi. Karena bagi banyak perusahaan bisnis, pembangunan berkelanjutan berarti mengadopsi strategi bisnis dan kegiatan yang memenuhi kebutuhan perusahaan dan pemangku kepentingan sambil melindungi, mempertahankan dan meningkatkan sumber daya manusia dan alam yang akan dibutuhkan di masa depan.Â
Menurut mantan Sekretaris Jenderal PBB waktu itu Ban Ki-Moon (2007-2016), bisnis atau korporasi adalah mitra penting dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Perusahaan dapat berkontribusi melalui kegiatan inti, dan PBB Â meminta perusahaan di mana pun untuk menilai dampaknya, menetapkan tujuan yang ambisius, dan mengkomunikasikan secara transparan tentang hasilnya."
Dorongan lembaga dunia yaitu Perserikatan Bangsa Bangsa sebagai hasil dari riset atas perubahan iklim merupakan hal yang masuk akal dan meminta kepada seluruh negara anggotanya untuk berkomitmen dalam mewujudkan keberlanjutan dan kelangsunganÂ
Korporasi pada dasarnya adalah sebuah firma bisnis untuk berkegiatan ekonomi dengan melakukan pengolahan dan menggunakan sumber daya alam sehingga memberikan nilai tambah untuk mendapatkan keuntungan bagi pemilik perusahaan maupun para pemegang saham.Â
Dari sisi yang lain, perubahan alam yang demikian besar dalam beberapa waktu terakhir memberikan ancaman bagi kelangsungan kegiatan ekonomi perusahaan itu sendiri karena terdapat risiko atas kemungkinan berkurangnya sumber bahan baku akibat ekstraksi yang terus menerus guna menghasilkan keuntungan ekonomi atau cuan dalam istilah yang sering diutarakan oleh para netizen. Dan hal ini pula mengancam keberlangsungan dari perusahaan serta pemegang sahamnya.Â
Hari ini pun saya membaca diskusi terkait ragam istilah terkait dengan sustainability. Dimana pada tulisan saya pada bagian pertama sudah saya sampaikan berbagai terminologi dan definisinya dari beragam sudut pandang dan kepentingan. Baik TBL (Triple Bottom Line), CSV, ESG adalah istilah yang digunakan untuk kepentingan berbagai sudut pandang.Â
Demikian juga dengan istilah CSR, yang mengedepankan dampak akan reputasi perusahaan kepada publik. Namun sering kali menjadi bahan untuk melakukan sosial marketing atau pemasaran sosial.Â
Perbedaan mendasar adalah bahwa CSR adalah tentang melakukan sesuatu yang terpisah dari bisnis dan CSV adalah tentang mengintegrasikan dampak sosial dan lingkungan ke dalam bisnis, menggunakan integrasi itu untuk mendorong nilai ekonomi.
Nah dikarenakan keberlanjutan merupakan agenda bersama, yaitu agenda dunia melalui pesan yang disampaikan oleh Perserikatan Bangsa Bangsa dengan Pembangunan Berkelanjutan yang memerlukan kontribusi bisnis yaitu perusahaan perusahaan yang melakukan aktivitas ekonomi dan juga berperan pada perubahan iklim terkait proses produksi maupun penggunaan sumber daya alam dan tentu lagi adalah pemegang saham sebagai pemodal yang menginginkan investasinya untuk terus berlanjut bagi masa depan.Â
Maka terminologi terminologi yang mencuat tersebut tidaklah untuk diperdebatkan ataupun di diskusikan. Namun untuk dijalankan dengan kolaborasi bersama. Karena akhirnya adalah untuk menunjang kesinambungan dan keberadaat umat manusia bersama dengan perangkatnya bagi dari sisi kesehatan, kesejahteraan maupun keseimbangan baru dengan sumber daya bumi yang sudah jauh lebih terbatas dibandingkan 100 tahun silam pada masa awal era industri.Â