Seorang guru merupakan sosok yang sangat menjadi panutan bagi peserta didik. Wujud guru menjadi cerminan bagi peserta didik tergambar pada kompetensi guru yang tertuang dalam UU No.14 Tahun 2005. Bahwa guru mempunyai 4 kompetensi yakni Pedagogik, Kepribadian, Profesi, dan Sosial.
Kegiatan peserta didik di sekolah tidak terlepas dari seorang guru. Begitu pula dengan guru, tidak akan pernah bisa melaksanakan tugas belajar mengajar dengan baik tanpa adanya kehadiran peserta didik. Maka dari itu, konsekuensi pertama yang wajib diterima guru dengan lapang dada, yakni menerima keberagaman karakteristik peserta didik.
Karakteristik peserta didik ini secara tidak langsung dapat menghidupkan maupun mematikan kondisi kelas saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Namun, suasana kelas akan terasa nyaman dan kerasan bagi peserta didik. Apabila pelaku pendidikan 'guru' mampu mengendalikan kelas dengan baik.
Pengendalian kelas ini dapat bersinergi. Jika guru mampu menanggalkan karakteristik peserta didik dengan notaben menjengkelkan (membuat kondisi kelas tidak kondusif dan menurukan gairah mengajar bagi guru).
Mewujudkan hal tersebut memanglah tidak mudah. Ditambah, perpektif guru terhadap kelas dengan peserta didik yang tingkat kenakalannya tinggi. Tidak menutup kemungkinan hawa malas yang bersemayam dalam jiwa guru lebih kuat dibandingkan dengan tekatnya menekuni bidang mulia ini, yaitu sosok pendidik atau yang lebih keren di telinga adalah seorang guru. Semua rintangan itu harus dihadapi guru dengan penuh tanggung jawab sesuai dengan profesinya sebagai pendidik. Sehingga, bagaimanapun problema yang ada guru harus bisa menyelesaikan tugas mengajar hari itu juga dengan baik.
Tugas mengajar secara proseduran sudah tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Rencana pelaksanaan pembelajaran sengaja sudah dipersiapkan (dibuat) sebelum melaksanakan pembelajaran. Tujuannya, agar guru mempunyai arah ketika akan mengajar. Meskipun kenyataan di lapangan, terkadang yang sudah direncanakan melenceng. Artinya, tidak sama persis dengan yang tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran yang sudah direncanakan.
Keadaan seperti itu terjadi disebabkan oleh dua faktor. Pertama, guru kurang fokus menyampaikan materi ketika mengetahui karakteristik peserta didik dengan segala tingkah lakunya yang kurang indah di pandang. Kedua, kondisi peserta didik yang sukar diajak belajar karena rasa malas yang hinggap dalam dirinya.
Mendapati dua faktor tersebut, dapat diminimalisir melalui guru. Mengapa harus guru bukan peserta didik? karena guru pengendali/pimpinan kegiatan belajar mengajar sedangkan peserta didik hanya penerima materi yang disampaikan oleh guru (setelah menerima materi dapat menanggapi dengan pertanyaan-pertanyaan). Jadi, kegiatan belajar mengajar akan menjadi nyaman dan berhasil tergantung bagaimana guru memperlakukan peserta didik di ruang kegiatan belajar mengajar.
Persis seperti penjelasan yang sudah diterangkan sebelumnya. Bahwa titik keberhasilan dari sebuah pembelajaran terletak pada guru. Maka dari itu, guru harus mampu menetralisir berbagai macam rintangan yang didapatinya di kelas. Khususnya rintangan berkaitan dengan karakteristik peserta didik yang begitu beragam. Contoh kecilnya, misalnya comel -- menyuarakan pertanyaan yang tidak penting, bikin gaduh -- mengganggu peserta didik lain yang sedang serius belajar, mengantuk / tidur di kelas -- memengaruhi peserta didik yang lain dan sebagainya.
Ada langkah jitu yang bisa diterapkan guru untuk menghilangkan rintangan itu. Langkah ini sering diterapkan penulis ketika mengajar di kelas. Langkah untuk menghadapi rintangan tersebut adalah menerima peserta didik dengan baik sebagaimana peserta didik mampu menerima gurudengan baik pula.
Saran yang sangat sederhana. Menggelitik bahkan menyentuh kode etik sebagai seorang guru bahwa seorang guru ditiru dan dijadikan teladan bagi peserta didik. Akan tetapi, jika tidak dijadikan prinsip atau doktrin pada diri seorang guru saat hendak mengajar. Guru tidak akan mampu mengendalikan diri, apabila menjumpai kelas yang sedang diajar dengan karakteristik peserta didik yang beragam negatifnya itu.
Al hasil, bentuk lapang dada seorang guru dalam menerima berbagai macam  karakteristik peserta didik wajib hukumnya. Tidak boleh ditawar oleh pengandai-andaian. Fakta ini, sesuai dengan apa yang dirasakan oleh peserta didik. Ketidaknyamanan seperti apapun peserta didik saat belajar dengan guru. Peserta didik tidak pernah melawan ataupun melakukan protes agar guru tersebut tidak usah mengajar. Hal ini belum pernah ditemukan dalam dunia pendidikan (sepengamatan penulis yang pernah menjadi peserta didik dan sekarang menjadi seorang guru).
Jika peserta didik bisa menerimaa kehadiran guru dengan baik. Kenapa guru tidak sebaliknya bisa menerima peserta didik itu dengan baik pula.
Untuk itu, mulai dari sekarang seorang guru, termasuk saya pribadi mulailah berniat untuk senantiasa membuat setiap kegiatan pembelajaran yang dilakukan dengan peserta didik bernuansa kebahagiaan. Minimalnya saat kegiatan belajar mengajar berlangsung, peserta didik antusias mengikuti kegiatan belajar. Dengan metode penyampaian materi penuh kesabaran serta metode menegur peserta didik dengan penuh kasih sayang. Bukan mengajar dengan penuh kejanggalan karena merasa beban psikologi menghadapi peserta didik yang susah diajak untuk belajar.
Sekali lagi yang perlu diingat seorang guru bahwa bagaimanapun karakteristik peserta didik yang didapati saat kegiatan belajar mengajar berlangsung. Maka guru wajib menerima peserta didik tersebut dengan baik. Sebagaimana peserta didik mau menerima guru untuk belajar bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H