Ruang dan waktu yang kau habiskan akan terus berkurang. Kau membuangnya secara percuma. Sia-sia. Kau tidak boleh mengabaikannya lagi. Lepaslah, berhentilah sekarang. Atau hidupmu benar-benar akan mati, seperti sebuah mayat.
Rebahkan badanmu. Pejamkan matamu. Paksakan matamu untuk tetap terpejam. Paksakan untuk beberapa saat. Lihatlah, lihat! Suar merah di langit malam merekah dengan indahnya. Apakah kau sudah melihatnya?
***
Nikotin tak berfungsi lagi untuk hormon dopamin di otakku. Kafein yang aku minum tak dapat lagi mencegahnya. Depresi ini tak mau pergi walau sementara. Sialan. Apakah aku harus mulai meminum beberapa obat tidur lagi?
Tubuhku kembali terjatuh di kasur. Ah, begitu nyamannya. Kupaksakan untuk memejamkan mata agar bisa tertidur, harapku.
Gelap yang kulihat, gelap yang kecepatannya melebihi cahaya, dengan cepat mengisi seluruh pandanganku. Gelap, sungguh gelap. Sekarang, apa yang harus kubayangkan?
Gelap. Masih saja gelap. Aku tak bisa melihat apa-apa. Namun pikiranku mulai kosong. Neuron di otakku mulai terasa ringan, melambat. Detak jantung pun tak mau kalah lambat. Sedikit lebih tenang, syukurlah.
Namun tiba-tiba ada suara ledakan yang terdengar lirih. Cahaya silau mulai terlihat. Buta. Aku buta sejenak. Cahaya itu, cahaya merah yang aku lihat menerangi gelap yang sedari tadi menyelimuti pandanganku, melayang di atas langit-langit.
Aku melihatnya. Cahaya merah itu masih mengambang di langit. Di bawahnya masih terlihat jelas bekas lintasan cahayanya. Cukup dekat, sangat dekat.
Cahaya apa itu? Apakah itu suar? Kenapa aku melihatnya? Apa maksudnya?
***