Mohon tunggu...
Wahyu Tanoto
Wahyu Tanoto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, fasilitator, reviewer, editor

Terlibat Menulis buku panduan pencegahan Intoleransi, Radikalisme, ekstremisme dan Terorisme, Buku Bacaan HKSR Bagi Kader, Menyuarakan Kesunyian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Demokrasi Membawa Perdamaian, Benarkah?

9 Juni 2023   15:36 Diperbarui: 9 Juni 2023   15:40 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam situasi saat ini di mana kekerasan, ketimpangan, dan polarisasi politik meningkat secara dramatis, serta pemerintahan menghadapi tantangan tak terduga seperti perubahan iklim, kekerasan, pandemi, dan perkembangan teknologi baru, muncul pertanyaan apakah sistem demokrasi mampu mencapai perdamaian.

Pertama, kita perlu mempertanyakan apakah demokrasi telah berhasil beradaptasi dengan risiko "chaos" yang bisa meledak sewaktu-waktu. Meskipun beberapa aspek mengerikan dari perang masih ada, sifat konflik telah berubah melalui penggunaan pesawat nirawak, perang siber, dan propaganda yang hampir tidak terlihat di media sosial. Oleh karena itu, untuk mencapai perdamaian yang sejati, diperlukan tekad, kerja keras, dan komitmen yang kuat.

Salah satu caranya adalah dengan menginternalisasi demokrasi dalam praktik sehari-hari, baik dalam pendidikan, tempat kerja, maupun kehidupan masyarakat. Nilai-nilai demokrasi dan institusi yang mendukungnya mesti mencerminkan pengalaman dan aspirasi warga negara yang menghargainya. Penting juga untuk memperhatikan suara perempuan dan anak-anak dalam kepemimpinan politik, negosiasi, dan pembangunan perdamaian, karena mereka sering menjadi korban dari peperangan yang menghancurkan peradaban.

Kedua, ketidakadilan dan ketimpangan juga menjadi sumber konflik yang berkelanjutan. Meskipun demokrasi telah menerapkan standar tertinggi dalam hal hak asasi manusia dan sipil, peningkatan standar kehidupan juga sering kali disertai dengan meningkatnya kesenjangan pendapatan. Isu hak sosial dan ekonomi menjadi perdebatan. Namun, keunggulan konsep demokrasi, seperti kesetaraan, partisipasi warga negara, supremasi hukum, dan kebebasan berekspresi, bisa dimanfaatkan sebagai upaya mencapai perdamaian.

Di beberapa negara yang menganut sistem demokrasi, bahkan kemiskinan semakin merajalela, dan banyak warga negara merasa bahwa masyarakat mereka mengalami kemunduran atau bahkan kebangkrutan. Oleh karena itu, perdamaian tidak hanya berarti tidak ada perang, tetapi juga masyarakat yang merasa aman dan memiliki peluang yang adil.

Ketiga, kemitraan ekonomi, politik, yang berbasis hak. Seperti yang terjadi di Uni Eropa, telah diklaim berperan penting dalam menjaga perdamaian antara negara anggota secara demokratis. Namun, pertanyaannya adalah mengapa model multilateral belum berhasil secara luas ketika konflik masih terjadi di banyak belahan dunia. Tampaknya perlu memperbaiki organisasi internasional. Adakah model asosiasi multilateral yang lebih inklusif dan memperkuat kewajiban saling mendukung? Selain itu, munculnya komunitas lintas batas yang dipimpin oleh warga negara dan didukung oleh teknologi juga bisa menjadi cara untuk mencegah konflik. Keamanan, saat ini ternyata menjadi salah satu faktor penentu terhadap perdamaian.

Oleh karena itu, pertanyaan apakah demokrasi sama dengan perdamaian merupakan isu yang rumit dan penuh perdebatan karena melibatkan kepentingan yang beragam. Meskipun demikian, tampaknya kita setuju bahwa isu demokrasi-perdamaian sangat mendesak untuk dibahas. Demokrasi sebagai sistem politik memberikan kerangka kerja yang mendukung perdamaian melalui nilai-nilai seperti kesetaraan, partisipasi, supremasi hukum, dan kebebasan berekspresi.

Namun, tantangan dan ancaman terhadap perdamaian terus berkembang, dan demokrasi harus beradaptasi dan diperkuat untuk menghadapinya. Pendidikan dan penyebaran isu-isu terkini, partisipasi interaktif warga negara, pelindungan hak asasi manusia, kesetaraan sosial dan ekonomi, serta kerjasama internasional yang saling menguatkan, dapat menjadi indikator tercapainya perdamaian yang berkelanjutan. Semoga ***.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun