Membaca buku "Islam Syariah vis a vis Negara Ideologi Gerakan Politik Indonesia" yang ditulis oleh Zuly Qodir, tampaknya setiap pembacanya akan memperoleh suguhan menu spesial isu sosial keagamaan dalam kacamata sosiologis, bukan dogmatis.
Menurut penulisnya, buku ini memuat karangan-karangan yang telah terbit di jurnal akademik universitas di Yogyakarta yang mendapatkan tambahan di beberapa bagian yang disesuaikan dengan konteks kekinian. Dalam konteks hubungan Agama dan Negara dalam masyarakat majemuk seperti Indonesia, Zuly Qodir mengungkapkan setidaknya ada 3 hal.
Pertama, masalah teologis yang menempel pada kehidupan umat beragama oleh sebab turunan dari ideologi-keyakinan penganut setiap agama yang ada. Biasanya disebut sebagai klaim kebenaran (truth claim) yang menganggap bahwa di luar agama yang dianut tidak lebih dari agama palsu.
Masalah semakin rumit karena klaim kebenaran ini seolah-olah mendapatkan legitimasi dari kitab suci yang dipahami secara kaku-tekstual. Akibatnya pemahaman terhadap teks suci tersebut tidak memasukkan dimensi sejarah sosial (social historic) yang menjadi bagian dari basis hadirnya teks suci tiap agama.
Terutama yang menyangkut pada agama Ibrahim; Yahudi, Kristen, dan Islam. Ketiga agama ini tidak pernah lepas dari pertentangan atau dalam istilah Zuly perebutan wilayah dakwah-misi untuk memperluas penganut di tengah masyarakat.
Kedua, masalah kultural. Misalnya tentang konversi (hijrah) agama ternyata menjadi problem politis sebab disinyalir ada peran kelompok keagamaan (baca:Islam). Dalam konteks ini Zuly menyontohkan konversi agama di masyarakat Jawa Hindu yang hijrah ke Islam di lereng Tengger, Semeru.
"sebenarnya perpindahan agama dapatlah dipandang sebagai sebuah proses sosial yang wajar, tatkala perpindahan agama dilakukan dengan cara sadar, tanpa paksaan.." (hlm.xi).
Berangkat dari pernyataan di atas, tampak jelas bahwa sejauh yang dirasakan ada semacam pelabelan negatif ketika terjadi konversi dari agama satu ke agama lain. Padahal, boleh jadi ketika seseorang pindah agama karena menemukan "pertolongan" Tuhan dan merasa lebih meyakini pada agama barunya.
Perpindahan agama menurut Zuly, bukan merupakan masalah teologis yang mengkhawatirkan. Alasannya jelas, karena kepenganutan agama di dalam tradisi sebagian besar kalangan masyarakat lebih dekat dengan faktor keturunan dan pengaruh lingkungan. Contohnya begini, jika Bapak-Nenek moyang beragama Islam sangat dimungkinkan beragama Islam, begitu seterusnya.