Tampaknya, kurang pas ketika kita mendasarkan suatu kebenaran hanya karena telah memiliki dan melewati berbagai pengalaman kehidupan. Jika ini yang terjadi, saya khawatir kita sedang menjadi orang tua yang menempatkan diri sebagai sosok sentral sebagai pemilik otoritas kebenaran. Sementara, anak dipinggirkan (dianggap tidak memiliki hak). Semoga ini tidak terjadi, amin.
Sebagai catatan penutup, tampaknya orang tua juga perlu belajar memahami setiap perkembangan anak. Meskipun tidak mudah, sudah saatnya kita kembali menempatkan anak sebagai pusatnya agar "jarak" antara orang tua dan anak semakin dekat. Sehingga sebagai orangtuanya kita juga bisa belajar dan berproses bersama anak dengan cara-cara yang bijaksana dan mampu mengambil pelajaran dari setiap kejadian. Semoga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H