Dewasa ini, isu pluralisme telah mengundang banyak pihak untuk ikut berkomentar dari berbagai kalangan; terutama para teolog dunia. Ada yang mengaitkan pendapatnya berdasarkan agama. Namun ada pula berdasarkan konteks sosial.Â
Pendapat mereka; para teolog terkadang menjadi rujukan oleh akademisi, umat beragama, atau bahkan para pemerhati kajian agama-agama. Namun ungguh disayangka, acap kali dengan mudah kita temukan munculnya berbagai ragam pemahaman terhadap isu pluralisme yang tidak jarang dibelokkan atau bahkan digunakan sebagai alat untuk menjustifikasi kelompok lain yang berbeda.Â
Sebagai umat beragama perlukah mempertanyakan pluralisme? Karena sesungguhnya problem kehidupan beragama masih cukup banyak. Untuk menjalankan kehidupan beragama secara aman, nyaman dan penuh perdamaian antar pemeluk agama, tampaknya toleransi masih menghadapi tantangan yang tidak ringan.Â
Meskipun  wacana pluralisme dan toleransi antaragama sudah sering dikemukakan dalam berbagai wacana publik, namun prakteknya tidaklah semudah yang dipikirkan dan dibicarakan.
Belum lagi dengan kemunculan kelompok-kelompok yang kerap kali mengeluarkan pernyataan bernada sentimen terhadap agama tertentu, serta munculnya perilaku klaim kebenaran yang tentu saja semakin memperbanyak volume problem keagamaan (khususnya di Indonesia).Â
Karena keberagaman dalam pemikiran dan pemahaman agama yang saat ini terus berkembang, tampaknya mendesak untuk segera membuka ruang dialog.Â
Dengan demikian, pelbagai perbedaan yang muncul boleh jadi dapat "dipertemukan" dengan memahami latar belakang pemikiran yang muncul dalam sebuah wacana keagamaan. Inilah sekurang-kurangnya yang disampaikan Ahmad Fuad Fanany.
Merujuk KBBI, pluralisme adalah keadaan masyarakat yang majemuk (bersangkutan dengan sistem sosial dan politiknya. Dalam konteks ini jika kita sepakat  bahwa kemajemukan (keragamanan) merupakan keniscayaan, dalam artian sebagai hukum alam yang tidak bisa dilawan oleh siapapun, kapanpun dan dimanapun maka menjaganya merupakan tanggung jawab umat manusia.Â
Oleh karenanya, tidak perlu heran jika sebagian besar umat beragama sering kali mengumandangkan slogan anti kekerasan atas nama agama, atas nama kemanusiaan. Berikut saya sampaikan spoiler singkat pendapat para teolog tentang pluralisme agama.Â
Mizbah Yazdi, seorang ulama Iran, memberikan empat kemungkinan pengertian atau pemahaman terhadap terminologi pluralisme, yaitu: 1) Toleransi 2) Kebenaran adalah sebuah hakekat yang memiliki wajah yang bermacam-macam dan muncul pada berbagai agama. 3) Kebenaran itu banyak dan bermacam-macam. 4) Tidak ada kebenaran yang utuh. Semuanya hanya merupakan saham yang berpotensi membentuk konfigurasi sebuah kebenaran komprehensif bernama pluralisme.