Perbincangan mengenai identitas seksual tidak jarang membuat penasaran atau bahkan membingungkan. Kita dapat mempelajarinya melalui gambar di atas yang biasa disebut sebagai genderbread person yang dipopulerkan oleh Samuel Killerman.Â
Genderbread Person ini mengadopsi Ginger Bread, Kue Jahe. Filosofinya, Kue Jahe dapat membuat tubuh hangat. Jadi, jika kita mengetahui lebih dalam tentang identitas seksual ini juga boleh jadi dapat menjadi "obat" penghangat diri kita sendiri. Berikut spoiler singkatnya di bawah ini.
1. Â Â Â Jenis kelamin/Seks Biologis
Seks biologis adalah ciri yang bisa dilihat, dipegang; yakni ciri fisik tubuh kita. Ada yang jantan (berpenis, bertestis, dan sebagainya), ada juga yang betina (bervagina, berahim, dan seterusnya). Namun, tidak hanya dua itu saja. Ada juga orang yang terlahir dengan organ reproduksi yang "ambigu", memiliki penis dan juga memiliki vagina sekaligus, meskipun salah satunya tidak berkembang secara "normal".
Mereka memiliki keambiguan 1 genital internal dan genital eksternal. Namun, secara umum mereka tidak menampakkan kebingungan atas identitas gender mereka. Fenomena inilah yang dinamakan interseksual. Meskipun begitu, untuk kasus interseks jarang sekali terjadi sehingga jumlahnya relatif tidak banyak.Â
Hal yang disayangkan, sering kali tindakan medis sudah dilakukan ketika bayi yang baru dilahirkan diketahui memiliki dua jenis kelamin. Dengan kata lain, orang tualah, yang akan menentukan jenis kelamin anaknya meskipun masih dengan pertimbangan tenaga medis.
2. Â Â Â Identitas gender
Identitas gender dapat diartikan sebagai cara seseorang merasa atau melihat dirinya, apakah sebagai perempuan, laki-laki, atau sebagai transgender. Pada umumnya, orang merasa atau melihat dirinya sesuai dengan jenis kelaminnya. Hal ini terlihat misalnya ketika seseorang merasa dirinya perempuan karena memiliki vagina dan rahim, atau merasa dirinya seorang laki-laki karena memiliki penis dan testis.
Akan tetapi, boleh jadi di sekitar kita ada juga orang yang merasa identitas gendernya tidak sesuai dengan jenis kelaminnya. Hal inilah yang selanjutnya dikenal dengan istilah transeksual atau kategori transgender lainnya. Di Indonesia, kita mengenal istilah waria, priawan dan kategori transgender ini.Â
Transgender dan transeksual tidaklah sama, meskipun terkadang seringkali rancu karena proses psikologis yang rumit. Transgender adalah orang yang mengadopsi peran dan nilai-nilai lawan jenis kelamin biologisnya, misalnya seseorang yang secara biologis perempuan lebih nyaman berpenampilan dan berperilaku seperti stereotipe laki-laki. Waria adalah salah satu contoh kategori ini karena memenuhi ciri-ciri kelompok tersebut. Â Akan tetapi, waria memiliki keunikan sendiri.
Sementara itu, transeksual adalah orang yang memiliki keinginan untuk hidup dan diterima sebagai anggota dari jenis kelamin yang berlawanan dengan jenis kelamin biologisnya. Transeksual juga menginginkan terapi hormonal dan pembedahan untuk membuat tubuhnya semirip mungkin dengan lawan jenis kelamin biologisnya dan sesuai dengan identitas gendernya. Kategori ini berlaku baik bagi yang sudah atau belum melakukan terapi dan/atau pembedahan.
Pada prakteknya, tidak mudah membedakan seorang transgender dan transeksual, bahkan bagi seseorang yang transgender dan transseksual. Biasanya, seorang transeksual memiliki keinginan mengubah jenis kelamin biologisnya sehingga sesuai dengan jenis kelamin yang dikehendaki. Hal ini dapat terjadi karena sangat dimungkinkan telah menjadi tujuan hidupnya.
Sementara, seorang transgender tidak menginginkan perubahan jenis kelamin. Kerancuan seringkali muncul ketika ada sebagian orang yang sebetulnya transeksual tetapi tidak bisa atau tidak bersedia melakukan operasi kelamin karena alasan nilai-nilai atau keterbatasan dana untuk melakukan operasi dan terapi.Â
Orang lain kemudian secara sederhana akan menyimpulkan bahwa orang tersebut transgender. Sebaliknya, seorang transgender yang sebetulnya tidak "terganggu" dengan organ seksualnya, akan tetapi tetap melakukan terapi atau operasi. Transgender dan transeksual dapat dialami baik oleh perempuan maupun oleh laki-laki.
3. Â Â Â Ekspresi gender
Ekspresi gender dapat diartikan sebagai cara seseorang berperilaku untuk mengkomunikasikan gendernya dalam budaya tertentu, misalnya dalam hal pakaian, pola komunikasi dan ketertarikan baik hal tersebut secara sengaja atau tidak. Ekspresi gender seseorang bisa saja tidak konsisten atau tidak selaras (linier) dengan peran gender secara sosial dan boleh jadi tidak mencerminkan identitas gendernya. Karena, ekspresi gender menyangkut sifat kemaskulinan dan kefeminiman. Nilai-nilai maskulin dan feminin ini biasanya ditentukan oleh budaya, akan tetapi prosesnya sendiri bisa jadi sangat subjektif.
4. Â Â Â Ketertarikan (orientasi seksual)
Orientasi seksual mengacu pada jenis kelamin, yaitu seseorang tertarik secara emosional dan seksual. Ketertarikan ini bersifat tidak kasat mata. Artinya, hanya orang itu sendiri yang bisa merasakan kepada siapa dia lebih tertarik. Kategori-kategori ini meliputi ketertarikan pada jenis kelamin yang sama (homoseksual), pada lawan jenis (heteroseksual), keduanya (biseksual), dan tidak pada keduanya (aseksual). Sampai sekarang tidak ada yang mengetahui secara pasti aspek atau faktor yang menyebabkan homoseksualitas, heteroseksualitas, maupun biseksualitas.
Heteroseksual adalah kategori dengan jumlah paling banyak. Karena sifatnya yang mendominasi, kebanyakan orang berasumsi bahwa setiap individu heteroseksual. Jantan (laki-laki) hanya dan akan hanya tertarik pada betina (perempuan).Â
Asumsi ini menyebabkan kategori lainnya, seperti homoseksual, biseksual dan aseksual, dianggap tidak normal atau dalam istilah lain lazim disebut sebagai heteronormativitas (keyakinan bahwa heteroseksualitas adalah orientasi seksual yang "normal" dan "sepatutnya" dimiliki oleh manusia). Bahkan meminjam istilah Masturiyah Sa'dan dalam buku "Santri Waria" orang yang memiliki orientasi selain hetero dianggap sebagai "liyan" (yang lain).
Sebagai catatan penutup, saya ingin menggaris bawahi bahwa identitas jenis kelamin biologis yang sifatnya kasat mata, dapat disentuh dan dirasakan ternyata tidak selalu berbanding lurus dengan orientasi seksual. Oleh karenanya, munculnya keragaman identitas gender dan seksual ini sebaiknya kita anggap sebagai fenomena alamiah. Sah-sah saja jika ada yang berpendapat berbeda dengan saya, akan tetapi keragaman identitas gender dan seksual ini ada di sekitar kita. Memahaminya tidak selalu berarti menyetujuinya. Wallahu a'lam.Â
Â
Referensi:
Astriani, dkk dalam Wahyu Tanoto (Ed), Buku Bacaan HKSR Bagi Kader Perempuan. Mitra Wacana: Bantul. 2018.
Killermann, Samuel. the Social Justice Advocates Handbook: A Guide to Gender. http://itspronouncedmetrosexual.com/ Â Â
Sa'dan, Masthuriyah. Santri Waria. Yogyakarta: Diva Press. 2020
Wacana, Mitra. Kesehatan Seksual Reproduksi. www.mitrawacana.or.idÂ
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI