Mohon tunggu...
Wahyu Tanoto
Wahyu Tanoto Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, fasilitator, reviewer, editor

Terlibat Menulis buku panduan pencegahan Intoleransi, Radikalisme, ekstremisme dan Terorisme, Buku Bacaan HKSR Bagi Kader, Menyuarakan Kesunyian.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mencari Dalang Gerakan 30 September 1965

26 September 2021   17:09 Diperbarui: 26 September 2021   17:57 419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi

Partai Komunis Indonesia (PKI) "dipatenkan" sebagai dalang dan pembunuhan 7 jenderal pada 1965. Dewan Jenderal menjadi "pemicu" melakukan upaya untuk menjatuhkan dan sekaligus merebut pemerintahan. Para perwira TNI, terutama Angkatan Darat yang berseberangan dengan PKI disingkirkan.

Pasca kejadian tersebut di atas, PKI dilarang. Bahkan di buru, disiksa, dibunuh bahkan ditahan tanpa pengadilan. PKI menjadi "momok" mengerikan, menjadi lambang kekejaman, dan kebrutalan pengkhianatan. Citra dan stigma negatif terhadap anak cucu PKI bahkan dipelihara sampai sekarang.

Bagi anda yang haus dan punya rasa penasaran mendalam dengan peristiwa Gerakan 30 September 1965, tampaknya buku ini dapat menjadi salah satu referensi, bahan bacaan dan menjadi tambahan informasi yang relevan untuk mewarnai sudut pandang kita terhadap peristiwa "berdarah" waktu itu.

Dalam halaman pengantar penerbit dijelaskan bahwa buku ini masyhur dengan sebutan "Cornell Paper",  yang menganggap bahwa kudeta sebagai klik di lingkungan Angkatan Darat sendiri, dan PKI yang kesengsem hanya menjadi korban. Analisis awal Ben Anderson dan Ruth Mc Vey yg tersaji di buku ini menimbulkan kegemparan dan hangat diperbincangkan.

Buku ini terdiri dari 2 bagian. Pada bagian I penulisnya akan menguraikan tentang Kudeta 1 Oktober 1965 yang didalamnya juga membahas konspirasi, rencana, penyerbuan, pembunuhan sampai dengan membuat perhitungan dengan PKI.

Pada bagian II, Kemungkinan-kemungkinan Alternatif, para pembaca akan disuguhi pembahasan PKI bertindak mandiri untuk merebut kekuasaan sampai dengan gerakan tak terencana oleh presiden:muncul spontan atau orang lain?

Di halaman pengantar kita akan membaca ulasan analisis George McT. Kahin dan M. Imam Aziz. Dalam uraiannya Kahin menyebutkan bahwa kudeta 1 Oktober 1965 di Indonesia telah banyak dipublikasikan, namun banyak aspek penting dari peristiwa tersebut masih sangat kabur.

Sedangkan dalam pandangan M. Imam Aziz, bahwa perdebatan tentang Gerakan 30 September memiliki titik kontroversial, yaitu terletak pada peran dan keterlibatan dari 3 sumbu politik penting ketika itu: Sukarno, PKI dan TNI, khususnya AD.

Bagi Imam Aziz, ketiga blok politik ini memiliki satu tujuan: mengintai atau melestarikan dan memperbesar kekuasaan.  Sayangnya, TNI AD tidak mendapat porsi kekuasaan yang bermakna meski menganggap dirinya juga mempunyai legitimasi politik yang cukup kuat melalui pengalaman perang-perang kemerdekaan.

Pada bagian pendahuluan tulisan Benedict R. Anderson yang memulai ulasannya dengan menyebut bahwa hampir tidak ada yang diketahui mengenai jati diri dan sejarah Letkol. Untung yang disebutnya masih sangat kabur, baik bagi pengamat luar maupun sebagian besar orang Indonesia.

Anderson juga menyebut, jika Soekarno, para jenderal, pemimpin komunis dan yang lainnya sama-sama kebingungan pada 1 Oktober 1965. Namun, Anderson juga mengungkapkan bahwa mereka semua telah terjerat selama berbulan-bulan dan bertahun-tahun sebelumnya di dalam manuver politik yang rumit yang menyebabkan Untung beraksi.

Buku ini juga akan mengulas "habis" peristiwa yang menjadi tsunami politik yang memaksa Soekarno terhempas dari kursi kekuasaan sekaligus PKI. 

Pada 1 Oktober hingga Maret 1966 menjadi episode yang menyeramkan dan mencekam ketika terjadi pembunuhan massal kepada simpatisan anggota dan anggota PKI karena dianggap terlibat langsung atau mengetahui rencana Gerakan 30 September.

Sumber gambar: Dokumentasi pribadi
Sumber gambar: Dokumentasi pribadi
Pada bagian PKI Bertindak Mandiri untuk Merebut Kekuasaan, para pembaca akan menjumpai ulasan kritis atas tafsir Gerakan 30 September yang saat ini dipertahankan oleh TNI AD dan para pendukungnya bahwa PKI adalah dalangnya.

Menurut sang penulisnya, PKI adalah partai kesayangan Soekarno yang telah menampilkan kinerja bagus dan damai karena memperoleh serangkaian kemenangan atas lawan-lawan politiknya.

Jika PKI bertujuan melakukan kudeta, maka sama saja menantang bentrokan dengan kekuatan militer yang jauh lebih besar dan mungkin akan mendorong presiden melakukan aliansi dengan Angkatan Darat. Namun di sisi lain, mungkin "tidak ada yang percaya" jika PKI tidak ingin melakukan kudeta.

Para pembaca akan menemukan 3 penjelasan kenapa PKI memiliki inisiatif melakukan kudeta, yaitu; pertama, PKI mendapatkan informasi mengenai kondisi presiden Soekarno yang kritis dan karena mengkhawatirkan suatu gerakan militer terhadap PKI setelah Soekarno tiada.PKI memutuskan merebut kekuasaan sebelum saat fatal tersebut tiba. 

Kedua, adanya dukungan, tekanan dan pesanan CPR. Ketiga, faktor penggerak merebut kekuasaan yang didalangi PKI tidak bersifat analitis namun mitologis. 

Yakni citra komunisme sebagai suatu persekongkolan jahat dan tidak masuk akal, kelicikan yang digerakkan oleh ambisi berlebihan, dan keinginan naluriah untuk mengekspresikan diri dalam bentuk kekerasan.

Selanjutnya, juga diulas tentang sikap PKI yang anti imperialis namun dalam urusan luar negeri, namun bersikap tidak mengenal kompromi di dalam negeri. Misalnya sejak awal kepemimpinan Aidit, PKI menolak keras revolusi agraria model China karena mungkin diterapkan di Indonesia.

Lebih lanjut sang penulis juga menyebut jika TNI AD menyuntikkan serangkaian propaganda yang membakar ke dalam atmosfer psikologi massa yang terguncang dan sangat labil. 

Propaganda merangsang perasaan rakyat yang telah lama hidup di bawah himpitan ekonomi dan politik yang terus meningkat, dengan harapan akan berakhir dengan perang saudara.

Buku ini diakhiri dengan lampiran komentar Mayor Jenderal Umar Wirahadikusumah yang menyebut bahwa PKI-lah dalangnya, yaitu pihak yang merencanakan, melaksanakan, dan memimpin. 

Kepemimpinan seluruh operasi berada di tangan Aidit. Namun, menurut Anderson menyebutkan bahwa Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai dalangnya sangat tidak masuk diakal.

Anderson merupakan salah satu pakar sejarah dan politik Indonesia yang berpengaruh. Anderson memang telah meninggal pada 2015 di Malang. Akan tetapi karyanya tentang Indonesia memiliki pengaruh cukup besar.

Melalui penelitian bersama Ruth Mcvey dan Frederick Burnell, Benedict Richard O'Gorman (ROG) Anderson agaknya telah menjungkir balikkan sejarah resmi versi Orde Baru tentang Gerakan 30 September (G30S) 1965.

Judul: Kudeta 1 Oktober 1965: Sebuah Analisis Awal

Penulis: Benedict R O' G Anderson dan Ruth T Mc Vey

Penerbit: Gading

Cetakan I Tahun 2017

Tebal xxviii + hlm; 14,5 x 20, 5 cm

ISBN 978-602-17575-3-6

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun