Mohon tunggu...
Muafi  Jafar
Muafi Jafar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Biasa

Indonesian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesantren dan Pancasila

7 Mei 2020   12:14 Diperbarui: 7 Mei 2020   12:19 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Salah satu wujud usaha memersatukan bangsa ala pesantren adalah dengan melarang santri suatu daerah tertentu tinggal dalam satu kamar, satu kelas, atau kelompok mengaji. Dalam satu kamar atau satu kelas harus diisi oleh santri dari berbagai daerah.

Bergaulnya pun tidak dianjurkan dengan teman satu daerah, namun harus menyeluruh. Sehingga teman di kelas, tidak sama dengan teman di kamar, pun tidak sama dengan kelompok mengaji, kelompok latihan pidato, kelompok latihan pramuka, dll.

Dengan cara itulah para santri ditekan untuk menekan egoisme kedaerahan, dan belajar menerima keadaan orang lain, toleransi, dan adaptasi. Sehingga, lulusan pesantren tidak asing dan tidak canggung dalam bermu’amalah dengan orang batak, orang madura, bugis, jawa, asmat, betawi, dayak, gayo, dsb. Ketika terjun di masyarakat kelak.

Sila keempat

Secara kepemilikan, pesantren terbagi menjadi dua macam, pesantren keluarga; dan pesantren wakaf untuk umat Islam. Pesantren keluarga merupakan pesantren yang kiai dipilih secara turun-temurun. Sedangkan pesantren wakaf, kiai dipilih oleh sejenis badan pemusyawaratan Kiai.

Dalam tradisi pesantren, masih dikenal istilah hirarki suara, yakni hirarki suara yang berdasarkan tingkat spiritual dan keilmuan. Suara seorang santri tidak bisa disamakan dengan suara kiai, suara santri tahun pertama berbeda dengan suara santri tahun keenam yang sudah mengemban amanah sebagai pengurus, Perbedaan ini bukan karena kiai dan pengurus lebih kaya atau memilliki jabatan, namun karena santri sadar bahwa kiai lebih memiliki kedalam spiritual dan keilmuan.

Demikian juga dalam Indonesia, suara orang yang memiliki kapabilitas, tahu informasi, faham sistem kenegaraan dan hubungan internasional, tidak bisa disamakan suaranya satu banding satu dengan orang yang tidak berilmu, tidak pernah mendengar informasi, dan tidak faham pemerintahan negara.

Oleh karena itu, santri tidak dilibatkan dalam menentukan ketua-ketua bidang dalam pesantren, karena belum memiliki kapabilitas dan belum mengetahui apa yang dibutuhkan pesantren. Lantas siapa yang memilih? Yang memilih adalah majelis permusyawaratan pesantren atau yayasan.

Sila kelima

Tugas utama seorang santri adalah belajar dan beribadah. Maka setiap santri mendapat hak dan kewajiban yang dalam hal tersebut. Tidak dibenarkan anak kiai bertindak semena-mena terhadap santri-santri yang ia anggap ‘numpang’ belajar di pesantren ayahnya.

Jatah makan yang diberikan pesantren kepada santri-santri ataupun anak kyai tetap sama. Lauknya pun sama, tempat tidurnya sama, ruang belajarnya sama, ilmu yang diberikan juga sama. Bahkan tak jarang, justru terkadang seorang kiai lebih ‘keras’ terhadap anaknya daripada kepada santri-santrinya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun