Mohon tunggu...
Muafi  Jafar
Muafi Jafar Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa Biasa

Indonesian

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesantren dan Pancasila

7 Mei 2020   12:14 Diperbarui: 7 Mei 2020   12:19 98
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Para ulama Indonesia mengajarkan tentang nasionalisme dan menekankan pentingnya persatuan bangsa kepada murid-muridnya, baik melalui jalur formal maupun non-formal. Para santri diajarkan tentang bagaimana mencintai tanah air, mengharmonikan antara agama dan negara yang didasari dengan satu dasar, yaitu Pancasila. Sehingga, nilai-nilai Pancasila seakan sudah melekat dalam keseharian para santri hingga hari ini.

Sila Pertama

Pesantren merupakan lembaga Islam yang mengedepankan sikap (adab). Sikap kepada Allah; dan sikap kepada sesama makhluk. Sikap vertikal kepada Allah merupakan cerminan bahwa pesantren merupakan lembaga yang berketuhanan dan hidup dengan Tuhan, tidak sekuler. Dan yang dituhankan adalah Tuhan, bukan manusia.

Pesantren selalu berusaha melawan ideologi-ideologi yang tidak sesuai dengan Islam dan Indonesia. Ideologi sekulerisme, materialisme, komunisme, dsb. tidak layak diterapkan di Indonesia yang berasaskan negara berketuhanan. Sehingga, orientasi kehidupannya adalah untuk Tuhan, bukan untuk manusia atau dunia.

Sila Kedua

Di pesantren, pendidikan diberikan secara adil kepada seluruh santri. Semua santri sama di mata hukum. Anak petani, guru, pedagang, dosen, rektor, dan bahkan anak kiai pesantren itu sendiri, jika melanggar syari’at, maka akan dipulangkan. Pesantren Tidak mengenal kasta dan tingkatan yang bersifat keduniaan. Karena dalam Islam, orang yang paling baik adalah orang yang bertaqwa.

Proses untuk menjadi orang yang bertaqwa harus dilalui dengan menjadi orang yang beradab. Beradab kepada Allah (menyembah, tidak menyekutukanNya), dan beradab kepada sesama makhluk. Ketika seseorang hanya beradab kepada Allah, maka belum dianggap sempurna tugasnya sebagai khalifah fil ardl.

Sebaliknya, jika hanya beradab kepada sesama makhluk, dan tidak beradab kepada Allah, maka -dalam kacamata Islam- ia termasuk orang yang merugi di akhiat, faqod khosiro khusronan mubina. Dan dari kacamata negara, ia termasuk yang munafiq. Mengaku Indonesia, namun tak mengamalkan pancasila.

Kaitannya dengan adab, KH. Hasyim Asy’ari telah menasihatkan kepada kita dalam kitabnya Adab Al-Alim Wa Al-Muta’allim, “Tauhid mewajibkan wujudnya iman. Barangsiapa tidak beriman, maka dia tidak bertauhid; dan iman mewajibkan syariat, maka barangsiapa yang tidak ada syariat padanya, maka dia tidak memiliki iman dan tidak bertauhid; dan syariat mewajibkan adanya adab; maka barangsiapa yang tidak beradab maka (pada hakikatnya) tiada syariat, tiada iman, dan tiada tauhid padanya.”

Sila Ketiga

Keberagaman pesantren merupakan cerminan atau miniatur Indonesia. Santri-santri datang dari berbagai daerah dari sabang sampai merauke, dan bahkan dari luar negeri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun