Tahun 2001 Kartwohl dan Anderson merevisi tingkatan taksonomi Bloom yang semula bertingkat dari bawah yaitu pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis dan evaluasi, menjadi mengingat, memahami, mengaplikasi, menganalisa, mengevaluasi dan mencipta.
Keenam proses kognitif tadi dibagi dua menjadi kemampuan berpikir tingkat rendah (LOTS) yang berisi proses mengingat, memahami, mengaplikasi. Dan kemampuan berpikir tingkat tinggi (HOTS) yaitu menganalisa, mengevaluasi dan mencipta.
Sejak kecil Jeff Bezos sudah menggunakan proses kognitif dalam melakukan hal yang disenanginya, dalam tingkatan LOTS dia sudah bisa mengaplikasikan hobbinya dibidang elektronik berdasarkan hal yang sudah dia pahami dan ingat.
Jika proses kemampuan berpikir tingkat rendah ini diterapkan dalam pembelajaran anak-anak, baik itu di sekolah dasar dan di rumah, maka bukan hal yang tidak mungkin kompetensi anak-anak khususnya di Indonesia bisa terlihat lebih awal dan orang tua bisa mengarahkan anak-anak mereka ke sekolah menengah yang lebih tepat.
Dan sudah selayaknya proses pembelajaran tingkat sekolah menengah di Indonesia lebih menekankan lagi proses kognitif HOTS untuk mempertajam kemampuan anak dalam menganalisa, mengevaluasi seperti Jeff Bezos yang sudah menerapkannya saat berkarir sebagai seorang karyawan hingga menjadi Vice President, lalu menciptakan Amazon yang menjadi raksasa pada era industry 4.0 seperti sekarang ini.
Setiap anak Indonesia layak mempunyai pencapaian tertinggi seperti Jeff Bezos dalam menggunakan pola pikir tingkat tingginya (HOTS), mereka juga bisa berkarya membuat perusahan Aerospace yang bisa membawa diri mereka berwisata keluar angkasa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H