Mohon tunggu...
Cuk Riomandha
Cuk Riomandha Mohon Tunggu... -

Selalu; aku gamang ketika akan menuju ke tempat suci, lantaran aku tahu pasti ketidaksucianku. (Gus Mus)

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Jum'atan Bersama Aa' Salim di Situs-situs Berbah-Wonocatur

22 Februari 2011   08:53 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:23 831
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

courtesy of KR, dicomot dari FB Arief Sukardono "Lim, gimana kalau besok jumat, kita Jum'atan di Masjid Wotgaleh sekalian blusukan di situs-situs dekat situ?" "Ok ... Cuk!". Pesan singkat itu menjadi janji Kencan-ku dengan Hairus Salim, tokoh muda NU yang juga aktif sebagai Pemred di Media Budaya dan Sebuah Lembaga Kajian Islam. Maka, Jumat 4 Februari Aku menjemput Aa' Salim di depan Pura Jagatnatha sekitar setengah 12 siang, dan kami langsung meluncur. Selepas Sholat Jumat, kami melewatkan sosialisasi Narkoba yang dilakukan Pak Pulisi untuk segera melakukan ziarah visual ke kompleks makam wotgaleh. Makam (dan masjid) ini cukup unik karena terletak di area militer tersembunyi di rerimbunan, hanya ada satu jalan menuju ke lokasi ini karena lainnya sudah ditutup pagar oleh TNI AU. Di kompleks makam yang beberapa adalah makam keluarga yang mempunyai hubungan dengan "Mataram Islam" juga terlihat beberapa nisan dengan salib, yang menunjukkan makam disini bukan khusus Islam. Perjalanan relijius kesini memang penuh berkah, karena beberapa hari kemudian bisa narsis di SHOT-KR, pertama kalinya dapat honor dari media ha ha ha ... maturnuwun. Aa' Salim dan Klodangan Selepas dari Wotgaleh, kami kemudian makan siang di pertigaan Berbah dan selanjutnya menuju Yoni di Bendungan Sumber. Namun derasnya air yang mengalir disana, membuat Yoni tersebut sangat tidak menarik untuk di dokumentasikan karena hanya terlihat sedikit saja. Kami kemudian kembali ke arah barat: menuju Candi Klodangan, dengan jalan "standar" yang pernah aku lalui,  jalannya sedang dilakukan pengerasan ... jadi cukup sulit untuk melintas dengan bongkahan batu kali yang agak tajam-tajam itu. Untunglah kami kemudian menemukan jalan pulang yang lebih aksesibel. Aa' Salim dan Anak-anak Cungkup Danurejo VII Selepas dari Candi Klodangan kami melewatkan Gua Siluman di Wonocatur karena sama-sama sudah pernah ziarah disana. Tujuan kami berikutnya adalah makam Patih Danurejo VII tokoh yang dikenal sebagai seniman yang mumpuni. Patih Danurejo VII dikenal sebagai patih yang pertama kali mengadakan pertunjukan wayang wong di luar tembok kraton melalui Langen Mandra Wanara pada prinsipnya merupakan bentuk sendratari dengan kostum wayang wong juga namun cerita yang dibawakannya bersumber pada cerita Ramayana. Hanya saja tari-tarian dalam Langen Mandra Wanara ini dilakukan dengan cara berjongkok dan hampir semuna dialog dilakukan dengan tembang. Makam ini berada di sebuah bukit kecil, kami mengambil kunci di rumah pak-bu alias yang berada sekitar 100 meter dari lokasi, kebetulan mereka berdua sedang sakit. Aa' Salim di Gapura Cendonosari Selepas mengembalikan kunci, kami kemudian mencoba berkeliling di sekitar lokasi dekat bukit itu. Ternyata cukup banyak bukti fisik yang menunjukkan bahwa di sekitar lokasi merupakan peninggalan mataram islam, ada bekas-bekas seperti Pesanggrahan .. mirip di Sanapakis, Ambarbinangun, ataupun Warungboto, meski lebih sedikit. Apalagi di dekat sana ada Gua Siluman. Selain beberapa Gerbang dan batu bata disekitar bukit makam Patih Danurejo, kami juga melihat Gapura yang berada dalam lindungan pagar kawat khas BP3, dibalik tembok sebuah kos-kosan. Gapura ini dulunya terletak di lokasi yang kini menjadi ringroad, butuh banyak orang dan waktu yang tak sebentar untuk memindahkannya sejauh sekitar 200 meter dari lokasi aslinya. Data BP3 menamakan Situs ini sebagai GAPURA CENDONOSARI. Aa' Salim dan Tembok Omah Jamban Wonocatur Info menarik kami dapatkan bahwa di sekitar wonocatur terdapat sumur tua dan rumah jamban, yang dulunya merupakan bagian dari (mungkin) pesanggrahan wonocatur. Sumur tua itu berada hampir ditengah jalan, sementara rumahnya kini hanya digunakan untuk limbah batok kelapa. Pemilik area tersebut, dulu pernah diperingatkan oleh BP3 karena menggunakan sebagai rumah tinggal dan hampir akan dikeramik, duh. Sayang juga ia menjadi bangunan tersia-sia, karena yang berwenang tak berdaya melakukan perawatan secara rutin, hanya mampu memperingatkan dan menyiapkan denda saja. Aa' Salim sejenak menjadi Muhammadiyah he he he Perjalanan Jumat itu kemudian kami akhiri di Masjid Pathok Negoro Ad Darojat Kauman Babadan, aku berhasil memaksa Aa' Salim untuk Sholat Ashar di Masjid (yang dikelola) Muhammadiyah ... ha ha ha. Masjid ini merupakan "masjid baru" karena yang asli dulu sempat dipindahkan ketika jaman jepang di Babadan Baru yang ada di Depok Sleman, masjid yang dipindahkan kini eksis dengan nama Masjid Sultan Agung. Pemindahan masjid dan penduduk kampung Babadan dilakukan karena area tersebut masuk sebagai wilayah militer Jepang. Jaman orde lama, kampung Babadan lama kemudian "hadir kembali" dan Masjid Pathok Negoro "dikembalikan" ke lokasi semula. Selepas "mengembalikan" Aa' Salim di seberang Pura Jagathnata, bersama gerimis akupun menuju Jogja Utara ... Sampe ketemu pada perjalanan berikutnya! *Berbah adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Sleman, Wonocatur adalah sebuah lokasi di Kecamatan Banguntapan Bantul, di selatan Bandara Adi Sucipto Yogyakarta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun