Mohon tunggu...
Cuker
Cuker Mohon Tunggu... -

Not everyone will understand your journey. That's okay. You're here to live your life, not to make everyone understand.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Ahok dan BPK Benar, Daniel HT dan Gatot Swandito Ngaco

1 Mei 2016   13:49 Diperbarui: 1 Mei 2016   15:28 2086
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Teropongsenayan.com"][/ckwkwkwk

Mayday
Mayday
Mayday

Kata mayday punya 2 makna yang saya mengerti, makna pertama adalah peringatan hari buruh sedunia yang jatuh pada hari ini, tanggal 1 Mei, yang biasanya dijadikan hari libur oleh pabrik-pabrik untuk memberikan kesempatan kepada buruh-buruh untuk demonstrasi mengeluarkan unek-uneknya di jalanan dan menyampaikannya ke pemerintah agar supaya ada perbaikan nasib buruh sehingga bisa lebih baik lagi.

Makna kedua adalah kata sandi atau kata seruan untuk meminta pertolongan dari seseorang kepada pihak lain melalui radio panggil atau alat telekomunikasi lainnya apabila terjadi kecelakaan di suatu tempat.

Saya mau bahas tentang makna ke 2 kaitannya dengan terjadi kecelakaan kerangka berpikir di kompasiana yang tarafnya mulai mengkhawatirkan, di mana mulai terjadi kekacauan berpendapat, saling tuding si A ngaco, si B ngaco, si C ngaco, si X ngaco, si Y ngaco sampai si Z ngaco. Sesama ngaco menuding yang lain ngaco, kacau jadinya deh.

Saat ini perdebatan di kompasiana sudah tidak sehat, perdebatan bukan lagi tentang perang opini, perang argumentasi, tapi sudah masuk ke ranah pribadi. Perdebatan tentang pembelian lahan RS Sumber Waras, sudah terlihat tidak waras yang tidak ada hubungannya dengan objek sengketa, lama-lama yang berdebat tidak waras bisa-bisa jadi pasien di RS Sumber Waras. Mayday, perlu ada yang menyelamatkan kompasiana dari kekacauan ini.

Debat tentang "Apakah NJOP lahan pembelian RS Sumber Waras seharusnya ikut Jl Kyai Tapa yang NJOP nya 20 jutaan, atau ikut jalan Tomang Utara yang NJOP nya 6 jutaan ?" aja gak beres-beres.

Pihak ngaco pertama pakai data Ahok, pihak ngaco kedua pakai data BPK, sampai kiamat ya gak bakal ketemu, sampai kompasiana gak error lagi juga akan sepakat. Kira-kira kapan yah kompasiana gak error lagi ?

Asas hukum SUBSTANCE OVER FORM

Sebelum berdebat panjang lebar, di mana yang panjang bikin enak dan yang lebar kurang enak, kita semua sepakat bahwa kita mesti mengetahui adanya asas hukum yang disebut 'substance over form' yang artinya di mata hukum 'isi mengalahkan bentuk' atau 'inti mengalahkan formal'

Banyak kasus hukum di mana hakim memutuskan memakai asas hukum substance over form ini, contoh paling nyata adalah dikabulkannya permohonan PK kejaksaan agung atas Pollycarpus, di mana Mahkamah Agung mengabulkan permohonan PK tersebut dan Pollycarrpus divonis 20 tahun penjara padahal sebelumnya di tingkat kasasi MA, Pollycarpus divonis bebas. MA meyakini Pollycarpus adalah pembunuh sesungguhnya alm Munir dan karena bersalah maka ia harus mempertanggungjawabkan di muka hukum, sehingga syarat formal yang tertulis di KUHP bahwa PK adalah hak terpidana dan ahli warisnya di abaikan, dan PK yang diajukan kejaksaan agung di terima.

Asas 'Substance over form' harusnya dipakai di kasus pembelian lahan RS Sumber Waras, dari data sertifikat dan SPPT PBB lahan tersebut terletak di jalan Kyai Tapa, maka NJOP ikut jalan Kyai Tapa yang lebih tinggi nilainya dibanding jalan Tomang Utara.

Secara fisik lahan tersebut terletak di mana? Pertanyaan Sesederhana ini bisa koq meluruskan sesat pikir yang ada.

Abaikan dulu soal sertifikat dan SPPT PBB, kita pastikan dan sepakati fisiknya di mana, maka berdasarkan asas hukum di atas, jika memang lahan RS Sumber Waras yang di beli pemda DKI Jakarta letaknya di jalan X, maka NJOP lahan RS Sumber Waras harus berdasarkan NJOP jalan X, bukan berdasarkan data yang lainnya.

Gampang kan? Ya sudah setelah baca ini, mudah-mudahan kompasianer yang ngaco-ngaco kemarin sudah jadi pinter sekarang dan jangan ngaco lagi yah.

Prinsipnya sederhana saja, Ahok dan BPK tidak ada yang ngaco, mereka berpendapat sesuai kepentingannya masing-masing dan ada dasarnya berargumen, kalo Daniel dan Gatot kan tidak punya urusan langsung, dan cuma baca-baca media online sebagai sumber informasinya dan dasar berargumen, itupun di ulang-ulang dan di bolak balik, jadi wajar baik Daniel, maupun Gatot jadi ngaco pendapatnya, dan mungkin saya juga ikutan ngaco. Kalo bercinta dengan pasangan, walo diulang-ulang dan dibolak-balik, itu gak akan ngaco, malah prianya terlihat macho. kwkwkwk

[caption caption="Tersenyumlah.com"]

[/caption]

Selamat ngaco,

Salam sayang,

Cuker

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun