" setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah " Â Ki Hadjar Dewantara
Beberapa bulan yang lalu, wajah pendidikan indonesia sempat tercoreng dengan perilaku tidak baik dari wali murid kepada guru sekolah. Kejadian memilukan ini terjadi tak hanya sekali, tapi berkali kali . Peristiwa penganiayan walimurid kepada para guru ini, dilatar belakangi karena rasa tidak terima walimurid akan hukuman yang di beri guru pada anaknya. Bahkan tak tanggung, ada walimurid yang membawanya sampaipada meja hijau. Peritiwa ini, benar benar menampar wajah pendidikan indonesia. Terlepas dari siapa benar siapa salah, yang jelas pendidikan moral di indonesia masih sangat ringkih sekali.
Kini, sebuah peristiwa besar sedang melanda negeri kita. Bukan hanya negeri ini saja, namun bencana ini sudah berstatus pandemi atau mendunia. Covid 19, sebuah virus jenis baru telah memaksa memulangkan semua siswa dari bangku sekolah. Mereka yang biasanya bertatap muka secara langsung kini harus saling sapa lewat layar kaca, mereka yang duduk semeja berdua, kini harus duduk sendiri dikamar atau diberaanda rumah dari tulisan tulisan yang sering mereka lihat di papan tulis kini menumpuk menjadi tugas grup media.
Momentum hardiknas atau hari pendidikan nasional tahun ini begitu sangat berbeda. Hari ini, seolah olah tanggal di kalender semuanya merah,sepanjang hari adalah libur. Semua sekolah diliburkan,mulai dari Tk sampai Perguruan Tinggi, mulai swasta hingga negri,mulai dari yang umum sampai pesantren semua dikembalikan ke rumah masing masing.
Tahun ini menjadi tahun yang mengenaskan. Tak ada upacara bendera di hari pendidikan nasional. Tak ada pasukan pengibar bendera, tak pasukan drumband dengan mayoret dan gitapatinya yang cantik. Semuanya berdiam dirumah dengan layar kaca di genggam juga televisi dimuka.
Melihat fenomena ini, sebagai seorang pelajar mari kita berkaca pada sebuah kalimat yang ditulis oleh Bapak Pendidikan Nasional. Ki Hadjar Dewantara mengatakan bahwa “ setiap orang menjadi guru, setiap rumah menjadi sekolah “. Kalimat ini mengetuk kesadaran kepada kita bahwa belajar tak hanya di sekolah, belajar tak hanya ketika kita memakai seragam merah putih atau putih abu, belajar tak hanya ketika kita telah memasuki sebuah ruangan kelas, tapi belajar bisa kita lakukan di tempat mana saja.
Kehadiran Covid 19 ini dapat menjadi tolak ukur seorang pelajar dalam menjaga eksistensinya sebagai seorang terpelajar. Seorang pelajar yang mengakui dirinya terpelajar tentunya bisa belajar dalam keadaan apapun, dan diamanpun mereka berada. Mereka akan menjadikan bahan bahan di sekitarnya sebagai media untuk belajar. Ketika sekolah semua dirumahkan seperti saat ini, apakah seorang pelajar itu masih belajar , atau justru menggunkan waktunya untuk bermain?
Hal ini juga menjadi variabel untuk mengukur sejauh mana peran orang tua dalam membimbing anak mereka dirumah. Sebesar apa perhatian orang tua kepada anak mereka di dunia pendidkan. Karena sudah waktunya, orangtua dituntut untuk bisa menjadi teman belajar yang baik buat anak anak mereka.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H