Umat Islam kembali mengalami diskriminasi di wilayah mayoritas non muslim. Mulai dari masalah menara Masjid yang tidak boleh melebihi tinggi bangunan gereja di Papua, protes pembangunan Masjid di kota Manokwari sampai suara adzan yang tidak boleh diperdengarkan ke luar Masjid.
Dalam negara demokrasi yang seharusnya menjunjung asas toleransi, suara umat Islam tenggelam dan terdiskriminasi. Mereka dipaksa untuk menghormati kepentingan mayoritas non muslim walaupun posisi mereka harus tertindas, hak beragama mereka terdzalimi. Toleransi seolah hanya terbuka untuk non muslim.Â
Inilah standar ganda dalam negara demokrasi. Tidak ada aturan baku yang mengikat kecuali diwarnai oleh kepentingan dan ketidakadilan. Dalam berbagai kasus, umat Islamlah yang harus mengalah.
Oleh karena itu, semakin jelas bahwa demokrasi memang tidak kompatibel dengan Islam. Ia justru senantiasa bertentangan karena didasarkan oleh ideologi yang saling mengalahkan. Aturan Islam datang dari Sang Pencipta sedangkan demokrasi lahir atas dominasi hawa nafsu manusia. Sesungguhnya kita bisa menilai aturan manakah yang seharusnya lebih baik.
Fauziya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H