Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Cerpen Anak] Arwina, Pahlawan Cilik Peduli Sampah

2 Mei 2023   10:54 Diperbarui: 2 Mei 2023   11:10 1175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari ini aku datang lebih cepat ke sekolah.  Pukul 06.15 sudah sampai di depan gerbang.  Pagi ini ayah ada rapat penting di kantor tempatnya bekerja. Khawatir terlambat, kami berangkat lebih pagi dari rumah.

Setiap hari memang ayah yang mengantarku ke sekolah, sekalian berangkat ke kantor. Terlebih, sekolahku dan kantor ayah satu arah. Melewati jalan raya yang sama. Hanya saja, jarak kantor ayah lebih jauh.

Saat aku sampai, suasana tempat aku menuntut ilmu selama tiga bulan terakhir ini masih terlihat lengang. Lampu-lampu yang dipasang untuk menerangi sekitar sekolah, bahkan belum dimatikan.

Jam masuk sekolah kami memang pukul 07.30. Biasanya siswa mulai ramai berdatangan sekitar pukul 06.45 hingga 07.15.

"Ternyata masih sangat sepi ya, Win. Kalau begitu biar ayah tunggu kamu di sini dulu," ucap ayah sambil melihat sekeliling sekolah.

Aku menggelangkan kepala. "Jangan, nanti ayah terlambat sampai kantor. Wina berani kok. Lagi pula, tuh sudah mulai ada beberapa yang datang."

Dari arah jalan besar memang terlihat satu-dua siswa yang mulai berdatangan.

"Kalau begitu ayah ke kantor ya, Win. Hati-hati," ucap ayah kemudian, sambil mengangsurkan tangan kanan untuk aku kecup.

Setelah ayah berlalu, aku membuka pintu pagar yang masih tertutup rapat. Saat pintu pagar terbuka, betapa terperanjatnya aku. Halaman sekolah kotor penuh sampah.

Aku menatap nanar sampah-sampah yang berserakan tersebut. Ada botol bekas minuman kemasan, ada plastik bekas makanan, hingga sedotan.

Lalu, tanpa berpikir panjang, aku menyimpan tasku di salah satu bangku yang ada di depan kelas.

Setelah itu, aku mulai memunguti sampah-sampah yang berserakan tersebut dan memasukannya ke dalam tong sampah yang ada di dekat pos satpam.

Setiap kali melihat sampah yang tergeletak begitu saja, aku memang terbiasa membuangnya ke tong sampah terdekat.

Mungkin karena sejak kecil aku dibiasakan seperti itu, baik oleh keluarga, maupun lingkungan sekolahku sebelumnya.

Di sekolahku yang dulu, kami dibiasakan membuang sampah pada tempatnya. Setiap kali melihat sampah, kami juga diwajibkan memungut dan membuang sampah tersebut ke tong sampah.

Selain itu, setiap pagi sebelum masuk ke kelas, semua siswa dan guru akan berkumpul di lapangan. Dengan koordinasi kepala sekolah, kami akan berkeliling areal sekolah untuk memunguti sampah, baik sampah organik, maupun anorganik.

Sehingga, lingkungan sekolah selalu bersih dan rapi. Siswa juga segan membuang sampah sembarangan.

Oiya, di sekolahku ini aku adalah murid baru. Aku baru pindah sekitar tiga bulan lalu. Ayahku pindah tugas, sehingga aku, ibu dan kedua adikku harus ikut pindah kota.

"Kakak, ngapain mungutin sampah bekas orang? Nanti bajunya kotor. Lagi pula nanti ada bapak petugas kebersihan yang membersihkan semuanya," ucap salah satu siswa yang badanya terlihat lebih kecil dariku. Ia sepertinya salah satu adik kelas.

"Arwina...!"

Belum sempat aku menanggapi si adik kelas, tiba-tiba ada yang memanggil namaku sambil melambai-lambaikan tangan.

Ternyata orang yang memanggilku adalah Eliza. Teman sebangkuku.

"Win, lagi mungutin sampah lagi? Aku bantu pungutin juga ya," ujar Eliza seraya ikut membantu memunguti sampah-sampah yang berserak dan memasukannya ke dalam tong sampah. Sebelumnya, ia memendekan sling bag yang dibawa agar tidak kotor menyentuh tanah.

"Liz, kok halaman sekolahnya kotor banget begini ya? Biasanya tidak separah ini," ucapku sambil terus memunguti sampah-sampah plastik.

"Biasa itu. Sore setelah pulang sekolah kan banyak siswa yang jajan sambil nunggu dijemput pulang, biasanya sampahnya mereka buang begitu saja. Apalagi sore-sore begitu jarang ada guru yang mengawasi," jelas Eliza.

Aku mengangguk-angguk.

"Nah, biasanya jam segini sampahnya sudah disapu oleh Pak Umar, tapi enggak tahu kenapa kok sedari tadi Pak Umar tidak kelihatan ya," lanjut Eliza.

Ooo.. pantas setiap kali aku sampai sekolah, halamannya sudah bersih. Aku biasanya datang ke sekolah sekitar pukul 07.00. Pulang pun selalu tepat waktu. Sebab, sebelum bel berbunyi, ayah biasanya sudah stand by di depan gerbang sekolah untuk menjemput. Jadi tidak tahu kalau sehabis bel pulang banyak siswa yang hobi jajan dan membuang sampah sembarangan.

Lebih dari 15 menit aku dan Eliza memunguti sampah-sampah tersebut. Beberapa siswa yang datang, ada yang ikut membantu memunguti sampah-sampah tersebut. Namun, ada juga yang malah mengucapkan kata-kata sinis. Termasuk beberapa teman sekelas aku dan Eliza.

"Ah... sok rajin!"

 "Ngapain dibersihin? Nanti juga kotor lagi!"

Aku, Eliza, dan beberapa teman sekolah yang memunguti sampah yang berserak tidak memedulikan perkataan mereka. Setelah selesai membuang sampah-sampah tersebut ke dalam tong sampah, kami lalu mencuci tangan dengan sabun yang selalu tersedia di wastafel di beberapa sudut sekolah. Setelah itu, kami masuk ke kelas masing-masing.

Pagi ini, aku, Eliza, dan teman sekelas yang lain, belajar mata pelajaran Tematik, lalu dilanjutkan dengan pelajaran Arab Melayu. Hampir tiga jam kami mempelajari materi dari dua pelajaran tersebut.

"Akhirnya istirahat juga!" pekik Eliza gembira saat bel istirahat pertama berbunyi. Aku dan dia lalu berlari-lari kecil menuju kantin. Saat sedang mengantre membayar makanan yang dibeli, aku melihat ada beberapa murid yang membuang kemasan bekas makanan begitu saja usai mereka mengudap semua isinya. Padahal di dinding kantin jelas-jelas tercantum tulisan "Jangan Membuang Sampah Sembarangan" besar-besar.

Awalnya, aku ingin menegur mereka. Namun, pasti tidak akan mempan. Apalagi sepertinya mereka adalah kakak-kakak kelas.

Akhirnya usai membayar dan mengudap makanan yang aku beli, aku bergegas memungut sampah-sampah yang dibuang mereka, lalu membuangnya ke tong sampah.

***

Hari ini aku datang ke sekolah seperti biasa. Pukul 07.00 baru sampai. Saat tiba di gerbang sekolah, aneka sampah-sampah plastik menyambut seperti kemarin. Botol-botol bekas air minum kemasan, sampah-sampah plastik.

Tanpa menyimpan tas terlebih dahulu seperti kemarin, aku langsung memunguti sampah-sampah tersebut dan membuangnya ke tong sampah. Kali ini, karena waktu yang sangat terbatas, aku hanya mencoba memunguti sampah-sampah plastik yang berukuran besar.

Saat aku sedang memunguti sampah-sampah tersebut, terdengar pengumuman dengan menggunakan pengeras suara dari kantor guru. Seluruh siswa kelas 1 hingga 6 diminta untuk berkumpul di lapangan.

Ternyata seluruh siswa diminta untuk memunguti sampah-sampah yang berserakan di halaman sekolah. Tidak hanya di halaman depan, tetapi juga di halaman samping dan belakang.

Pak Umar, si penjaga sekolah, ternyata sedang sakit. Sehingga, tidak dapat melaksanakan tugasnya untuk sementara waktu. Itu makanya, banyak sampah yang berserakan.

***

"Arwina! Arwina!"

Suara teman-teman berkumandang memanggil namaku.

Hari ini saat upacara bendera, aku mendapat piagam penghargaan dari sekolah sebagai pahlawan cilik peduli sampah.

Sekolah menilai aku membawa pengaruh baik kepada teman-teman lain untuk lebih peduli terkait sampah.

Sekarang nyaris tidak ada lagi siswa yang suka membuang sampah sembarangan. Mereka segan. Apalagi kini setiap pagi kami diwajibkan memungut sampah terlebih dahulu sebelum masuk ke dalam kelas.

Sehingga, sekolah selalu rapi dan bersih. Pak Umar tidak lagi bertugas memungut sampah. Namun, membantu sekolah menjadi lebih indah. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun