Saat usia beranjak senja, rasa sepi umumnya mulai menyapa. Terlebih bila tubuh sudah mulai ringkih, tidak leluasa lagi bepergian keluar rumah terlampau lama atau terlalu jauh. Teman-teman akrab yang dulu biasa ber-haha-hihi pun kini sibuk dengan urusan sendiri. Atau malah sudah lebih dulu dipanggil yang kuasa karena faktor usia.
Saat saya mengobrol dengan beberapa orang tua yang sudah sepuh, hal pertama yang biasanya mereka keluhkan adalah rasa sepi. Bosan. Apalagi bila mereka dulunya adalah pribadi yang cukup aktif, suka bersosialisasi, doyan jalan-jalan, hobi mengobrol dan berbagi cerita.
Lansia Umumnya Hobi Bercerita
Para lanjut usia umumnya hobi bercerita. Mereka kerap menceritakan hal-hal berkesan yang mereka alami di masa lalu. Ceritanya tidak hanya sekali-dua kali, tetapi berulang. Setiap ada kesempatan. Mereka biasanya bercerita dengan penuh semangat, seolah baru pertama kali diceritakan.
Sayangnya, tidak semua lansia memiliki teman mengobrol yang mau mendengarkan segala ceritanya dengan sabar dan antusias. Terkadang ada lansia yang tinggal sendirian di rumah. Kalau mau mengobrol dan berbagi cerita, harus menunggu seseorang berkunjung, atau menelepon-ditelepon.
Ada juga yang tinggal bersama anak-cucu atau kerabat, tetapi sayangnya para anggota keluarga sibuk dengan kepentingan mereka sendiri. Bukan, bukan cuek, tetapi waktu yang dihabiskan tidak sebanyak yang diharapkan oleh si lansia.
Atau bisa juga para anggota keluarga tersebut tidak cukup sabar mendengarkan dan merespon cerita berulang yang disampaikan sang lansia. Mungkin karena waktu luang untuk mendengarkan cerita terbatas, atau saking seringnya diceritakan, jadinya bosan.
Alhasil, para lansia merasa kesepian. Merasa tidak ada teman mengobrol yang klop. Padahal berdasarkan penelitian dari Brigham Young University, Amerika Serikat, rasa kesepian bisa menurunkan kualitas kesehatan seseorang. Rasa kesepian bisa mempercepat kematian dan menurunkan harapan hidup.
Lansia Umumnya Tetap Ingin Menyibukan Diri
Selain hobi mengobrol, berdasarkan pengamatan dari beberapa lansia yang berada di lingkaran terdekat, mereka yang sudah sepuh ini juga umumnya masih ingin menyibukan diri. Mereka tidak tahan hanya duduk-duduk manis sambil menonton televisi, atau berbaring santai di tempat tidur tanpa melakukan apapun.
Namun, sayangnya, tidak semua lansia diberkahi badan yang masih bugar. Banyak lansia yang terlihat sehat tetapi tidak bisa melakukan aktivitas dengan leluasa. Misalnya kakinya sudah mulai terasa sakit bila terlalu banyak beraktivitas, atau punggungnya yang sudah terasa tidak nyaman. Sehingga, mereka harus lebih banyak di rumah, melakukan aktivitas secara terbatas.
Yuk, Mulai Membiasakan Diri Menulis
Nah, mumpung kita belum memasuki usia lansia, ada baiknya mulai membiasakan menulis. Menceritakan apa saja, selama bukan tulisan yang memprovokasi pada keburukan. Hal-hal kecil yang mungkin menurut kita sederhana, tetapi bagi sebagian orang justru bermanfaat. Apalagi seiring usia yang terus bertambah, pengalaman dan pengetahuan yang kita miliki umumnya juga bertambah.
Kita bisa menceritakan buku favorit yang pernah kita baca, tempat wisata yang pernah dikunjungi, pengalaman saat merintis karier atau usaha, impian masa kecil yang sudah terwujud dan bagaimana cara mewujudkannya, atau masalah-masalah yang pernah menghimpit dan bagaimana kita melaluinya.
Tahu tidak sih enaknya bercerita melalui tulisan? Kita bisa bercerita apa saja tanpa khawatir cerita kita disela, dipotong oleh orang lain yang tidak tahan juga ingin bercerita. Pernah kan curhat apa gitu sama teman, eh belum selesai kita mengeluarkan "keluh-kesah" teman kita itu malah curhat balik? Malah lebih panjang, lebih lama.
Bercerita melalui tulisan tidak akan kejadian seperti itu. Paling kalau tulisan kita kurang menarik di-"skip". Namun, kita kan tidak tahu. Dan, yang paling penting kita bisa tetap tuntas bercerita. Bonusnya, kalau tulisan kita sampai ke orang yang tepat, mungkin malah akan menginspirasi.
Itu makanya memang ada baiknya menulis di media-media kepenulisan yang dapat diakses oleh umum, salah satunya seperti Kompasiana ini.
Saat kita rutin menulis, biasanya ada interaksi dengan pembaca atau malah sesama penulis. Bahkan, jadi menambah teman kan?
Rasa kesepian akan minggat jauh-jauh.
Dengan menulis, kita juga bisa tetap sibuk, produktif. Bahkan kalau di Kompasiana ini bisa menghasilkan cuan. Namun, aktivitas secara fisik bisa tetap terkontrol.
Menulis tidak begitu menguras tenaga, terlebih bila yang ditulis adalah hal-hal ringan yang kita sukai. Bukannya terbebani, kita malah akan merasa senang. Bahagia. Belum lansia saja saya sudah seperti itu setiap kali selesai menulis yang saya sukai.
Saat fisik masih kuat, hobi berkebun, travelling, memasak, berolahraga, atau hobi-hobi lain yang mengandalkan ketangkasan tubuh, tidak masalah. Namun, saat tubuh mulai ringkih, akan sulit menyalurkan hobi-hobi seperti itu. Menulis bisa jadi pilihan. Tinggal duduk di teras tak-ketak-ketik, atau sambil berbaring di atas kasur.
 Bisa Meningkatkan Daya Ingat
Saat usia beranjak senja, daya ingat umumnya semakin menurun. Tidak sedikit yang malah mengalami demensia atau alzheimer. Nah, dengan menulis secara rutin sejak usia muda, kita bisa menekan risiko pikun.
Pikun berkaitan dengan penurunan kemampuan fungsi otak. Penderita pikun biasanya mengalami penyusutan daya ingat, kemampuan berpikir, kesulitan memahami sesuatu, hingga menurunnya kecerdasan mental.
Dengan rutin menulis, kita bisa membantu otak lebih sehat. Berdasarkan sebuah studi yang dimuat dalam jurnal American Academy Neurology, kegiatan menulis dapat melibatkan peran otak dan membantu seseorang terhindar dari gangguan memori.
Apalagi menulis juga bisa mengurangi tingkat stres karena bisa membantu menyalurkan emosi dengan baik melalui tulisan.
Stres yang tidak tersalurkan dengan baik dapat menghabiskan energi yang diperlukan otak untuk membantuk daya ingat dan berpikir.
Sehingga, saat stress terkelola dengan baik akan berdampak pada kemampuan daya ingat dan kemampuan berpikir yang juga lebih baik.
Warisan Cerita untuk Anak-Cucu
Tidak hanya meningkatkan daya ingat, dengan menulis kita juga berarti mewariskan beragam cerita kepada anak-cucu kita kelak. Usia kita sangat terbatas, tetapi tulisan bisa abadi.
Keturunan yang tidak sempat mengenal kita secara langsung kelak, bisa mengenal kita melalui tulisan-tulisan yang kita buat. Kita juga bisa mewariskan beragam hal yang bermanfaat, mulai dari petuah hingga tips dan trik.
Sosok terkenal yang melakukan ini adalah Randy Pausch. Seorang professor dari Amerika. Ia terkena kanker dan tidak akan memungkinkan membersamai ketiga anaknya hingga dewasa. Alhasil, ia menulis sebuah buku "The Last Lecture".
Buku tersebut berisi hal-hal mengenai kehidupan Randy, petuah-petuahnya, bagaimana ia bisa menggapai mimpi-mimpi masa kecilnya, bagaimana ia memperlakukan keluarga, kerabat dan rekan kerja, hingga bagaimana ia menegaskan tidak menuntut anak-anaknya kelak harus menjadi ini dan itu, harus begini dan begitu.
Apalagi menulis juga bisa menjadi amal jariyah. Kalau dalam Islam, ilmu yang bermanfaat adalah amal jariyah. Sehingga, setelah kita meninggal kelak, pahala akan tetap mengalir bila tulisan-tulisan baik kita masih bermanfaat bagi orang lain.
Jadi, kapan mau mulai menulis? Salam Kompasiana! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H