Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Diary Artikel Utama

Serial "Si Badung", Mengubah Anak Nakal Menjadi Bintang Sekolah

15 Mei 2021   11:34 Diperbarui: 15 Mei 2021   14:14 1100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Enid Blyton (1897-1968) Ilustrasi gambar: lostinthepond.com

Saat kecil, saya suka membaca buku-buku cerita yang ditulis Enid Blyton. Salah satu cerita favorit saya adalah serial Lima Sekawan (The Famous Five). Dulu saat masih SD, sekali duduk bisa langsung tamat satu buku. Ceritanya seru, penuh dengan petualangan. Jadi, kalau sudah mulai membaca serial tersebut, pantang berhenti sebelum tamat.

Saking sukanya dengan buku tersebut saya suka membayangkan menjadi detektif cilik. Berpetualang bersama teman-teman, berkemah di alam terbuka, dan memecahkan misteri seperti yang dilakukan Julian, Dick, Anne, George, dan sang anjing Timmy.

Selain membaca buku, saya juga suka menonton serial televisinya. Dulu ada salah satu televisi swasta yang menayangkan serial Lima sekawan selama 30 menit. Kalau tidak salah, tayang setiap hari setiap pukul 17.00 WIB.

Meski serial Lima Sekawan sangat seru dan menegangkan, saat saya beranjak semakin besar dan duduk di bangku SMP, saya lebih menyukai buku-buku cerita Enid Blyton yang menceritakan kehidupan sekolah di asrama. Salah satu serial favorit saya adalah Si Badung (The Naughtiest Girl).

Meski sudah berlalu lebih dari dua dekade lalu, saya masih sangat terkesan dengan serial Si Badung. Ada banyak hal baik yang disajikan dalam serial tersebut. Pembaca diarahkan untuk memiliki keperibadian yang lebih baik. Enid Blyton memang jago menggugah kebiasaan-kebiasaan baik dari setiap anak melalui cerita-cerita yang ia tulis.

Sekilas tentang Serial Si Badung

Serial Si Badung. | Dokumentasi ebooks.gramedia.com
Serial Si Badung. | Dokumentasi ebooks.gramedia.com
Serial Si Badung berkisah tentang petualangan Elizabeth Allen di sekolah asrama Whyteleafe. Elizabeth merupakan anak tunggal dan terlahir dari kalangan keluarga berada. Sejak kecil ia sudah terbiasa dilayani dan dimanjakan. Itu makanya ia tumbuh menjadi gadis manja, sombong, dan semau sendiri. Apapun keinginannya harus dituruti.

Resah dengan keadaan Elizabeth, sang ibu mengirim si buah hati ke sekolah berasrama. Tujuannya tentu saja agar Elizabeth memiliki kepribadian yang lebih baik. Namun, rencana sang ibu tentu saja ditentang Elizabeth. Ia tidak mau belajar dan tinggal di asrama, dia maunya tetap tinggal di rumahnya yang mewah dan diajar secara privat oleh guru pribadi.

Itu makanya saat tak bisa mengelak bersekolah di Whyteleafe, Elizabeth berusaha menjadi gadis paling badung. Elizabeth berpikir bila ia menjadi sosok yang tidak bisa diatur, tidak bisa mengikuti pelajaran, dan tidak akur dengan teman sekolah, ia bisa segera dikembalikan ke rumah. Namun ternyata ia salah. Setelah beberapa waktu ia justru berubah menjadi gadis baik dan sangat betah bersekolah di Whyteleafe.

Serial Si Badung ini sebenarnya ada 10 judul yang dipublikasikan sejak 1940. Empat judul ditulis langsung oleh Enid Blyton, sisanya ditulis oleh Anne Digby setelah Enid Blyton meninggal dunia pada akhir Nopember 1968 di usia 71 tahun. Namun saya sendiri baru membaca empat judul yang ditulis langung oleh Enid Blyton.

Oleh karena itu, tulisan ini juga hanya akan membahas empat judul dari serial tersebut, yakni Cewek Paling Badung di Sekolah (The Naughtiest Girl in the School), Sekali Lagi Si Paling Badung (The Naughtiest Girl Again), Si Badung Jadi Pengawas (The Naughtiest Girs is A Monitor), dan Ini Dia Si Paling Badung (Here's the Naughtiest Girl).

Belajar Berbagi

Melalui serial ini kita bisa belajar berbagi apa yang kita miliki dengan teman-teman sekolah, tidak pelit. Murid-murid Whyteleafe dibiasakan untuk berbagi makanan yang dimiliki kepada teman-teman satu sekolah, baik yang dibawa dari rumah usai libur sekolah, maupun yang dikirimkan orangtua dan kerabat ke sekolah.

Selain itu, mereka juga dibiasakan tidak boros. Uang jajan dibatasi dan diberikan setiap minggu. Setiap siswa juga mendapatkan uang jajan yang sama besar. Setiap siswa wajib menyetorkan uang yang mereka miliki saat rapat besar. Baik uang yang diberikan oleh orangtua/kerabat secara langsung saat pulang liburan sekolah, maupun yang dikirimkan melalui wesel pos.

Bila ada keperluan mendesak yang memerlukan uang cukup besar --baik untuk keperluan pribadi maupun untuk kepentingan bersama, setiap siswa bisa meminta tambahan uang. Biasanya nanti akan diputuskan oleh para pengawas di sekolah tersebut apakah permintaan siswa tersebut dapat dikabulkan atau tidak.

Sistem seperti ini menurut saya sangat bagus. Jadinya tidak ada kesenjangan jumlah uang jajan antara siswa dari kalangan keluarga berada dengan siswa dari kalangan keluarga sederhana. Siswa dari kalangan keluarga berada bisa mensubsidi uang jajan siswa dari kalangan keluarga sederhana.

Apalagi jumlah uang jajan yang jomplang terkadang menjadi masalah tersendiri di antara siswa. Siswa dari kalangan berada terkadang suka semena-mena kepada siswa dari kalangan sederhana hanya karena merasa uang jajannya lebih besar. Atau malah sebaliknya, siswa dari kalangan berada uang jajannya dipalak, diminta secara paksa oleh murid-murid nakal di sekolah.

Belajar Bertanggung Jawab

Melalui serial ini kita bisa belajar untuk bertanggung jawab. Saat siswa Whyteleafe menghilangkan buku pinjaman dari sekolah, harus mengganti buku tersebut. Siswa itu harus membeli buku pengganti dari jatah uang jajan yang diberikan dari sekolah. Begitu pula saat merusak fasilitas sekolah, harus mengganti fasilitas tersebut hingga kembali berfungsi dengan baik, kecuali hal tersebut benar-benar tidak sengaja, diluar kontrol siswa tersebut.

Begitu juga saat berbuat salah kepada teman, harus legowo meminta maaf. Kalau menolak meminta maaf? Bisa satu sekolah memusuhi si murid tersebut. Namun bagusnya, setelah siswa tersebut meminta maaf dan menyadari kesalahan yang dilakukan, seluruh sekolah biasanya memaafkan dan membantu siswa tersebut agar menjadi pribadi yang lebih baik. Tidak ada istilah memaafkan, tetapi tidak melupakan.

Serunya, semua peraturan dibuat oleh seluruh siswa. Sehingga, seluruh hukuman juga ditentukan oleh seluruh siswa. Guru dan kepala sekolah tidak terlibat. Biasanya hanya dimintai pertimbangan untuk kasus-kasus yang lumayan pelik. Itu pun sifatnya hanya anjuran, keputusan tetap berada di tangan siswa.

Belajar Peduli dan Saling Membantu

Melalui serial Si Badung kita juga bisa belajar peduli dan saling membantu. Para siswa di sekolah asrama Whyteleafe terbiasa melakukan kebaikan secara spontan. Saat melihat ada murid yang mengalami kesulitan langsung ditolong.

Hal tersebut seperti yang dilakukan Rita sang ketua pengawas Whyteleafe. Saat mengetahui Elizabeth pergi ke desa dekat sekolah sendirian, ia menawarkan diri menjadi teman seperjalanan. 

Hal tersebut dilakukan agar Elizabeth tidak dihukum. Untuk anak kelas bawah, bukan pengawas, terlarang pergi ke desa untuk berbelanja sendirian. Setiap anak harus pergi berpasangan.

Saat itu Elizabeth tidak memiliki teman. Tak ada satupun teman sekolah yang mau menemaninya ke desa. Saat itu Elizabeth dicap menyebalkan. Selain badung, ia juga pelit. 

Saat makan bersama, ia menolak berbagi kue yang ia bawa cukup banyak dari rumah dengan teman yang lain. Efeknya semua orang menjauhi Elizabeth. Namun, karena terlalu ingin pergi, ia nekat pergi sendirian ke desa.

Berkat kebaikan Rita, Elizabeth perlahan membuka diri. Ia mulai menjalin pertemanan dengan Joan. Ia juga membantu beberapa kesulitan yang dialami oleh Joan. Alhasil, lambat laun ia bisa menjalin pertemanan dengan teman-teman yang lain dan merasa bersekolah di Whyteleafe sangat menyenangkan. Kebaikan memang menular.

Lingkungan yang Baik, Membentuk Pribadi Baik

Melalui serial ini saya menjadi semakin percaya lingkungan yang baik dapat membentuk anak memiliki karakter yang baik. Anak manja, semau sendiri, tidak taat aturan, tidak hormat kepada orang yang lebih tua, bisa berubah menjadi anak mandiri, taat aturan, dan hormat kepada orang yang lebih tua.

Hal yang harus dilakukan adalah memotivasi anak dan menciptakan lingkungan yang mendukung agar anak bersikap baik. Apalagi setiap manusia pada dasarnya baik. Namun, terkadang ada peristiwa masa kecil yang membuat kebaikan tersebut "terkubur".

Hal tersebut seperti yang terjadi pada dua teman Elizabeth. Satu suka mencuri uang teman, satu suka merundung anak yang lebih kecil. Setelah ditelusuri ternyata keduanya melakukan hal tersebut karena trauma masa kecil. Setelah lepas dari trauma tersebut mereka berubah menajdi sosok yang sangat baik.

Ada banyak pesan moral yang baik di serial ini yang tidak bisa saya jabarkan satu per satu. Harus membaca bukunya sendiri.Menurut saya buku ini tidak hanya bagus dibaca oleh anak-anak sekolah, tetapi juga orang tua, guru dan pengelola sekolah.

Dulu saat kecil saya membeli buku ini di Toko Buku Gramedia. Harganya berapa lupa, bukunya pun sudah hilang entah kemana, entah ada yang pinjam tidak dikembalikan, atau memang tercecer. Dulu saya memang suka tukar-menukar buku dengan teman untuk menghemat biaya hehe.

Namun, bila kesulitan membeli serial ini di toko buku, bisa membaca melalui buku digital gratis di aplikasi iPusnas milik Perpustakaan Nasional RI. Beberapa waktu lalu, saya juga membaca ulang serial ini di aplikasi tersebut. Dan ternyata, walaupun dibaca ulang, dan sekarang saya sudah bu-ibu beranak dua, tetap seru.

Kalau teman-teman Kompasianer, apa buku favorit semasa kecil? Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun