Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Beli Baju hingga Nastar, agar Lebaran Tak Terasa Hambar

7 Mei 2021   15:14 Diperbarui: 7 Mei 2021   15:21 1147
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya selalu rindu dengan suasana Idulfitri. Suasana lebaran. Setiap kali hari kemenangan umat muslim tersebut tiba, selalu ada kemeriahan khas yang tidak bisa didapatkan di hari lain. Suasana terasa lebih semarak, orang-orang di sekitar juga terlihat lebih hangat.

Dulu sebelum menikah, satu hari sebelum Idulfitri saya dan mama biasanya sibuk memasak. Kami membuat gulai, semur daging, opor ayam, serundeng buncis, sambal goreng kentang dan ketupat. Biasanya kami membuat agak banyak. Sebagian kami makan sendiri dan dibagi ke kerabat dan tetangga terdekat, sebagian kami bawa ke masjid dekat rumah.

Setiap malam menjelang Idulfitri, banyak bapak-bapak dan anak laki-laki di sekitar rumah yang menghabiskan waktu di masjid. Mereka biasanya bertakbir, menabuh beduk hingga bershalawat. Sehingga, suasana Idulfitri terasa sangat semarak. Terasa begitu haru dan syahdu.

Meski tidak diminta, banyak ibu-ibu di sekitar rumah yang menyisihkan masakan Idulfitri untuk disedekahkan ke masjid. Biar bapak-bapak dan anak laki-laki yang bertakbir semalaman terjamin makanannya. Tidak kelaparan atau harus repot membawa bekal dari rumah.

Gulai. | Dokumentasi Pribadi
Gulai. | Dokumentasi Pribadi
Esok paginya kami salat Idulfitri, bersalaman, bermaafan dengan para tetangga. Setelah itu, kami langsung mudik dari Bogor, Jawa Barat, ke Sukabumi, Jawa Barat. Kakek-nenek saya, baik dari pihak ibu maupun ayah, tinggal di kota tersebut. Hanya berbeda kecamatan.

Kami mengenakan pakaian terbaik. Bukan, bukan ingin pamer. Hanya sebagai bentuk menghargai Hari Raya Idulfitri. Hari kemenangan. Biar terasa berbeda dibanding hari lain. Apalagi kami dulu sering pulang kampung, terkadang satu minggu sekali, terkadang dua minggu sekali. Tergantung sempatnya.

Biasanya saat mudik Idulfitri kami membawa kue-kue kering yang dikemas cantik di dalam toples. Bingkisan pakaian, mukena, sarung, bahkan uang tunai, sudah diserahkan beberapa minggu sebelumnya. Biar saat Idulfitri bisa langsung dikenakan, bisa dimanfaatkan oleh kakek dan nenek.

Aneka kue kering. | Dokumentasi Pribadi
Aneka kue kering. | Dokumentasi Pribadi
Kami tidak membawa olahan khas lebaran seperti ketupat, daging dan lain-lain. Nenek biasanya sudah menyediakan makanan khas lebaran dengan porsi yang lebih banyak dan rasa yang lebih enak. Itu makanya kami hanya membawa kue-kue kering yang nenek tidak bisa buat. Nenek dan kekek hanya mahir membuat kue-kue tradisional, mulai dari kue tambang, kue cincin, wajik, dan tape ketan.

Setelah menikah dan pindah dari Bogor ke Batam, Kepulauan Riau. Saya tetap bisa merasakan kemeriahan Idulfitri. Kakek-nenek suami yang tinggal di Pulau Belakangpadang, Batam, memiliki tradisi yang hampir sama dengan tradisi keluarga besar saya.

Serundeng hingga opor ayam. | Dokumentasi Pribadi
Serundeng hingga opor ayam. | Dokumentasi Pribadi
Saat lebaran semua keluarga berkumpul dan memasak makanan khas lebaran dalam porsi yang lumayan banyak. Hanya saja karena berbeda daerah, beberapa jenis masakan berbeda dengan masakan yang kerap dibuat oleh keluarga besar saya.

Pada hari pertama Idulfitri, setelah salat id berjamaah, kami berkumpul bersama, berdoa. Setelah itu saling bermaafan dan makan bersama. Setiap dari kami mengenakan pakaian terbaik. Bukan, bukan bermaksud riya, tetapi lebih kepada menghargai Hari Raya Idulfitri. Apalagi di hari kemenangan ini memang disunahkan untuk mengenakan pakaian terbaik dan wewangian.

Lebaran dalam Suasana Berbeda

Idulfitri 2020 lalu, saya dan suami tidak mudik. Saya dan suami merayakan Idulfitri di rumah. Kami tidak membeli kue, tidak memasak daging, tidak juga membeli baju baru. Saat itu, kami berpikir untuk apa membeli kue, tidak akan ada yang bertamu. Efek pandemi Covid-19, orang lebih banyak menghabiskan waktu di rumah.

Lebaran terasa hambar saat tidak ada menu khas lebaran. | Dokumentasi Pribadi
Lebaran terasa hambar saat tidak ada menu khas lebaran. | Dokumentasi Pribadi
Begitu juga dengan baju baru. Tidak ada satu pun yang kami beli, bahkan baju untuk kedua anak saya. Semua memakai baju lama yang masih baik. Waktu itu kami berpikir, tidak terlalu penting mengenakan pakaian baru. Apalagi kami juga berbelanja baju baru tidak hanya di momen lebaran.

Kalau tidak memasak aneka masakan khas lebaran, itu karena saya tidak jago memasak. Saat itu saya berpikir, daripada hanya dapat lelah, tetapi rasa masakannya tidak karuan, lebih baik saya memasak makanan lain.

Namun, ternyata merayakan Idulfitri tanpa kue, tanpa baju baru, tanpa aneka olahan khas lebaran sangat berbeda. Lebaran terasa hambar. Tidak lagi terasa meriah dan semarak. Idulfitri terasa seperti hari biasa. Sedih rasanya.

Idulfitri ini mau beli baju lebaran, terutama untuk anak-anak. | Dokumentasi Pribadi
Idulfitri ini mau beli baju lebaran, terutama untuk anak-anak. | Dokumentasi Pribadi
Itu makanya Idulfitri tahun ini, saya akan membeli kue lebaran, walaupun jumlahnya mungkin tidak banyak. Cukup untuk dinikmati oleh saya, suami an anak-anak. Beli baju juga, terutama untuk anak-anak, walaupun hanya satu atau dua baju.Selain itu, akan mulai masak masakan khas lebaran. Apalagi sekarang saya sudah tahu triknya masak enak tanpa gagal.

Beli bumbu halus alami yang banyak dijual di pasar tradisional. Tinggal bilang mau bikin gulai, rendang atau opor. Sama enaknya. Biar rasanya pas, nanti penjual bumbunya diberi tahu untuk daging ayam berapa kilo, atau daging sapi berapa kilo, agart takaran bumbunya pas.

Ingin menghadirkan kenangan Idulfitri yang bahagia untuk kedua anak saya. | Dokumentasi Pribadi
Ingin menghadirkan kenangan Idulfitri yang bahagia untuk kedua anak saya. | Dokumentasi Pribadi
Idulfitri itu adalah momen spesial satu tahun sekali. Saya tidak mau Idulfitri jadi terasa seperti hari-hari biasa, terutama untuk kedua anak saya yang masih kecil-kecil. Saya mau anak-anak saya memiliki kenangan yang sama bahagianya dengan saya terkait Idulfitri. Apalagi bila dana untuk membeli baju, daging, dan kue memang ada.

Hal yang paling penting, tidak memaksakan diri dan tidak berlebihan. Salam Kompasiana! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun