Kawsih Ibu Sepanjang Masa, Kasih Anak Sepanjang Galah.
(Anonym)
Banyak anak yang berbakti kepada sang ibu. Mereka selalu berupaya memuliakan perempuan yang sudah melahirkan dan merawatnya dengan penuh kasih sayang dari bayi hingga dewasa. Mereka mengurus sang ibu di hari tua, merawatnya. Menjadikan sang ibu sebagai prioritas utama.
Namun, tak dipungkiri, tak sedikit anak-anak yang kurang menghargai sang ibu. Beberapa dari mereka malah mengabaikannya. Saat sang ibu sudah tua, tidak berdaya, tak lagi sehat seperti dulu, tidak sedikit yang lepas tangan. Mereka saling tuding, saling tunjuk antar saudara agar salah satu dari mereka mengurus sang ibu.
Tak hanya mengabaikan sang ibu, beberapa bahkan ada yang sampai hati menggugat sang ibu ke pengadilan. Alasannya karena hal sepele. Alasan harta. Sengketa tanah warisan, utang piutang hingga sengketa mobil mewah. Beberapa dari kasus tersebut ada yang berakhir dengan damai, ada yang terus belanjut hingga putusan.
Berita gugatan anak kepada ibu kandung cukup banyak menghiasi portal berita beberapa tahun belakangan ini, mulai dari kasus yang terjadi di Banyuasin, Sumatera Selatan, Kendal, Jawa tengah, Probolinggo, Jawa Timur, Garut, Jawa Barat, hingga Lombok, Nusa Tenggara Barat.
 Agama Islam Sangat Menghargai Sosok Ibu
Seseorang datang kepada Nabi Muhammad, lalu bertanya, "wahai Rasulullah, kepada siapakah aku harus berbakti pertama kali?"
Nabi shalallaahu 'alaihi wasallam menjawab, "ibumu!"
Orang tersebut kembali bertanya,"kemudian siapa lagi?"Â
Nabi Muhammad menjawab, '"ibumu!"Â
Orang tersebut bertanya kembali, "kemudian siapa lagi?"
Beliau menjawab, "ibumu."
Orang tersebut bertanya kembali, "Kemudian siapa lagi?"
Nabi shalallahu 'alaihi wasallam menjawab, "kemudian ayahmu."
 (HR. Al Bukhari)
Agama Islam sangat memuliakan seorang ibu. Selain dibahas di dalam hadist, keharusan memuliakan seorang ibu juga disebutkan dalam Al Quran, salah satunya dalam Q.S Luqman:14. Pada surat tersebut disebutkan bagaimana beratnya seorang ibu mengandung, melahirkan dan menyusui, sehingga sudah seharusnya seorang anak berbakti.
Berbakti kepada ibu itu tidak hanya merawat beliau di kala sudah sepuh, tetapi juga lemah lembut saat bertutur kata kepada beliau, patuh dan sigap membantu beliau tanpa harus diminta terlebih dahulu, bersikap sabar, memberi hadiah yang bermanfaat, hingga mendoakan beliau.
Berbakti kepada ibu (juga ayah) merupakan salah satu amalan utama yang sangat dicintai Allah. Walaupun kita sudah menikah dan memiliki keluarga baru, terpisah jarak yang cukup jauh, tidak menggugurkan kewajiban kita sebagai anak untuk berbakti kepada ibu (dan juga ayah).
Berbakti kepada orang tua tidak melulu harus memberikan harta, bisa juga memberikan waktu dan tenaga. Hal yang paling penting tidak membuat air mata mereka jatuh karena marah, sedih dan kecewa akibat perbuatan kita. Kalau belum bisa berbakti, setidaknya jangan menyakiti.
Belajar Berbakti dari Uwais Al Qarni
Ketulusan memuliakan sang ibu, bisa belajar dari Uwais Al Qarni. Pemuda saleh yang sangat dicintai Allah SWT karena begitu berbaktinya kepada sang ibu yang lumpuh dan sudah sepuh. Seorang sahabat Nabi Muhammad yang tidak pernah (sempat) bertemu dengan Nabi Muhammad karena begitu patuhnya kepada sang ibu.
Uwais sebenarnya pernah berusaha bertemu dengan Nabi Muhammad. Ia berangkat dari Yaman ke Madinah untuk bertemu Rasulullah. Namun, sayangnya saat tiba di kediaman Rasulullah setelah melewati perjalanan panjang, ia hanya bertemu dengan istri Nabi Muhammad, Aisyah. Saat ia datang, Nabi Muhammad ternyata sedang memimpin peperangan.
Saat itu Uwais sempat ingin menunggu Nabi Muhammad. Namun, ia teringat pesan ibunya. Ia tidak boleh berlama-lama pergi meninggalkan sang ibu karena beliau sudah sakit-sakitan. Akhirnya, Uwais memutuskan pulang dan hanya menitipkan pesan kepada istri Rasulullah. Ia lebih memilih patuh kepada sang ibu.
Selain sangat patuh kepada sang ibu, Uwais juga selalu berupaya memenuhi semua keinginan sang ibu. Termasuk keinginan sang ibu untuk naik haji, melaksanakan Rukun Islam ke lima. Padahal pergi haji butuh biaya yang tidak sedikit. Perjalanan dari Yaman ke Mekah sangat jauh dan melewati padang tandus yang panas. Butuh bekal yang tidak sedikit. Orang-orang juga biasanya menggunakan unta untuk transportasi.
Namun, Uwais tidak memiliki unta. Ia pemuda miskin. Namun, Uwais tidak kehabisan akal. Ia kemudian membeli seekor anak lembu. Ia lalu membuat kandang lembu di puncak bukit. Setiap hari Uwais menggendong anak lembu itu naik-turun bukit. Kebiasaannya tersebut sempat dicibir orang sekitar, ia bahkan sempat dikatakan gila karena setiap pagi menggendong lembu naik-turun bukit. Dinilai tidak ada kerjaan mungkin ya.
Namun, Uwais mengabaikan cibiran orang-orang. Ia dengan tekun bolak-balik menggendong lembu tersebut hingga delapan bulan. Dari yang tadinya hanya anak lembu, hingga menjadi lembu dewasa dengan berat mencapai 100 kilo gram.
Setelah delapan bulan berlalu, orang-orang baru tahu ternyata tujuan Uwais menggendong lembu itu untuk latihan menggendong ibunya dari Yaman ke Mekah untuk melaksanakan ibadah haji sambil berjalan kaki. Subhanallah!
Hal yang membuat lebih terharu, saat Uwais menggendong ibunya dengan tegap kala wukuf di Ka'bah sambil bercucuran air mata karena begitu bahagia bisa melihat Baitullah, ia hanya berdoa, "ya Allah ampuni semua dosa Ibu."
Setelah Uwais selesai berdoa, dengan heran ibunya bertanya,"bagaimana dengan dosamu?"
"Dengan terampuninya dosa Ibu, maka Ibu akan masuk surga. Ridha dari Ibu akan membawaku ke surga."
Ah, selalu terharu membaca kisah Uwais al Qarni. Semoga kita menjadi salah satu anak yang berbakti kepada ibu, kepada orangtua. Salam Kompasiana! (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H