Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

5 Alasan Jangan Mudik Dulu Lebaran Ini

21 Mei 2020   22:20 Diperbarui: 21 Mei 2020   22:11 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana di Bandara. Gambar diambil sebelum pandemi Covid-19. | Dokumentasi Pribadi

Idulfitri tahun ini saya sebenarnya sangat ingin mudik dari Batam, Kepulauan Riau, ke Jawa Barat. Pulang ke kampung halaman untuk bertemu dengan keluarga besar. Terlebih, pertengahan Ramadan ini nenek saya tutup usia. Beliau meninggal karena usianya yang sudah sepuh. Namun setelah dipikirkan lebih matang, mendengar masukan dari keluarga, saya memutuskan untuk tetap di perantauan.

Untuk mengobati rasa kangen dengan keluarga besar, sementara ini cukup menggunakan panggilan video melalui aplikasi komunikasi. Atau bertukar kabar melalui WhatsApp grup. Sedangkan untuk mengobati rasa pedih karena nenek berpulang, saat ini cukup dengan mendoakan beliau usai salat wajib.

Banyak pertimbangan yang membuat saya akhirnya legowo untuk tidak mudik dulu. Setelah dipikirkan ulang, lebih banyak mudharat dibanding manfaat bila saya memaksakan mudik saat ini. Sehingga, lebih baik ditunda dulu, sampai situasinya lebih memungkinkan.

Lebih Rentan Terpapar Covid-19

Alasan utama saya memutuskan untuk tidak mudik adalah karena khawatir terpapar Covid-19 saat saya melakukan perjalanan pulang kampung dari Kepulauan Riau ke Jawa Barat. Apalagi saya pasti akan memilih pesawat yang mendarat di Bandara Sukarno-Hata atau Halim Perdana Kusuma karena lebih dekat ke Bogor. Padahal tahu sendiri, Jakarta merupakan zona merah. Jumlah penderita Covid-19 di Jakarta paling banyak se-Indonesia.

Saya semakin mengkerut takut karena sempat membaca informasi dari beberapa situs berita, ada yang terinfeksi Covid-19 usai melakukan perjalanan Batam-Jakarta-Batam. Meski tidak tahu persisnya dimana ia terpapar virus tersebut, tetap saja intinya orang tersebut terkena penyakit yang hingga kini belum ditemukan penawarnya.

Kita terkena Covid-19 atau tidak, sebenarnya mungkin sudah takdir. Sudah digariskan. Meski demikian, sebagai orang yang beragama (Islam) kita diperintahkan untuk berusaha, jangan pasrah. Bila tidak ingin terkena penyakit tersebut, ya berusaha menghindari risiko terpapar virus tersebut.

Bukan melakukan sesuatu yang justru memancing penyakit tersebut menginfeksi kita. Terlebih, panutan kita Nabi Muhammad SAW sudah mencontohkan cukup gamblang saat ada wabah yang mematikan menjangkit. Jangan masuk ke daerah yang terjangkit, bila sudah ada di daerah yang sudah terjangkit, jangan keluar. Tetap di daerah tersebut hingga wabah tersebut berlalu.

Jujur saya takut terpapar virus ini. Meski kadar ketakutannya masih normal. Saya masih memiliki dua orang anak kecil. Satu berusia delapan tahun, satu lagi 20 bulan. Bila saya terpapar siapa yang mengurus mereka. Terlebih masa karantina mencapai 14 hari. Tak terbayang berpisah selama itu. Apalagi yang kecil masih ASI.

Harus Mengurus Berbagai Dokumen Perjalanan

Dulu sebelum pandemi Covid-19, bila ingin bepergian ke luar kota kita hanya perlu menyiapkan uang dan waktu. Bila dana cukup, cuti ada, bisa langsung pergi ke kota manapun di Indonesia yang kita suka. Kini tidak semudah itu. Terlebih bila kita pergi dengan menggunakan pesawat terbang.

Ada beberapa dokumen yang harus disiapkan. Selain surat sehat terbebas virus Covid-19 dari rumah sakit, juga harus ada surat pendukung lain. Itu pun tujuannya bukan untuk mudik untuk merayakan Idulfitri di kampung halaman setelah itu pulang kembali ke perantauan. Namun, untuk urusan pekerjaan, bisnis, atau hal lain yang mendesak. Kasus seperti saya misalnya, ada keluarga yang meninggal.

Terkadang, surat-surat tersebut bisa saja diakali. Bagi warga +62 apa sih yang tidak bisa, tetapi untuk apa? Setelah lelah berpuasa di Bulan Ramadan, menyucikan diri dan hati di bulan penuh ampunan dengan berbagai ibadah wajib dan sunnah, masa menjelang Hari Kemenangan malah dengan sengaja berbohong?

Repot dengan Aturan PSBB

Alasan saya mengurungkan niat untuk mudik lebaran tahun ini juga karena khawatir dengan aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Saya khawatir setelah saya sampai Jakarta malah terlunta-lunta. Terlebih operasional angkutan umum massal dibatasi, kendaraan juga dijaga ketat untuk keluar masuk zona merah di kawasan Jabodetabek.

Jangan sampai, sudah jauh-jauh pergi dari Batam, disuruh balik lagi. Repot dan mahal diongkos hehe. Walaupun mungkin tidak seekstrim itu, terlebih bila saya memegang surat sakti --surat keterangan kematian nenek saya dari kantor desa setempat. Keluarga yang kemalangan, kan diperbolehkan pulang kampung.

Namun, tetap saja perjalanan menjadi sangat tidak nyaman. Mudik sebenarnya kan untuk bersenang-senang. Untuk merayakan Hari raya Idulfitri dengan penuh kegembiraan. Bila perjalanannya sangat berliku dan terjal, kalau menurut saya pribadi, lebih baik ditunda hingga waktu yang lebih memungkinkan.

Tidak Leluasa Menikmati Suasana Kampung Halaman

Selain melepas kangen dengan keluarga tercinta, mudik saat Hari Raya Idulfitri juga biasanya dimanfaatkan untuk menikmati suasana di kampung halaman. Biasanya kita sekalian berwisata ke tempat-tempat wisata di kota kelahiran, atau di kota tetangga yang jaraknya tidak terlalu jauh.

Namun, saat pandemi Covid-19 tidak akan bisa berwisata seperti itu. Tempat wisata tutup untuk mendukung program pemerintah menekan laju penularan virus Covid-19. Selama mudik tersebut paling sama saja seperti saat di perantauan, tetap tinggal di rumah. Tidak leluasa pergi ke mana-mana.

Apalagi perantau yang pulang kampung biasanya dikenakan isolasi selama 14 hari. Ada yang isolasi mandiri di rumah keluarga yang bersangkutan, ada yang diisolasi di tempat yang disiapkan oleh perangkat desa. Nah, lho! Bila harus isolasi mandiri selama 14 hari di tempat yang disiapkan oleh perangkat desa, sia-sia dong mudik?

Kita tetap tidak bisa berkumpul dengan keluarga besar untuk merayakan Hari Raya Idulfitri. Selain itu, bila yang bekerja di suatu perusahaan atau instansi, memang punya waktu libur sepanjang itu? Kalaupun kantor menerapkan working from home, biasanya ada hari-hari tertentu karyawan/pegawai harus masuk kantor untuk menjalankan piket.

Oleh karena itu, daripada susah-susah mudik terus kemudian hasinya zonk, lebih baik jangan mudik dulu. Tunggu sampai pandemi ini berakhir. Apalagi pemerintah juga sudah berjanji untuk mengganti waktu mudik yang tidak bisa dilakukan saat ini ke waktu yang lebih memungkinkan.

Membahayakan Keluarga di Kampung Halaman

Virus corona dapat menyerang siapapun, tanpa kecuali. Pangeran Charles dari Kerajaan Inggris Raya saja bisa terpapar, apalagi kita yang rakyat jelata. Kita mungkin merasa baik-baik saja, sehat, tidak ada gejala apapun. Namun, belum tentu tubuh kita terbebas dari paparan Covid-19 ini.

Jangan sampai kita menjadi salah satu pemicu penyakit ini mewabah di kampung halaman. Tidak mau kan orang-orang yang kita cintai menderita karena terpapar penyakit ini? Apalagi kalangan lanjut usia lebih rentan terkena virus, lebih sulit juga untuk dipulihkan bila terpapar virus corona, terlebih bagi yang memiliki komplikasi penyakit lain.

Selain itu, bila kita memaksakan mudik khawatir malah merepotkan keluarga di kampung. Tok... tok... tok... bisa saja kan sewaktu dalam perjalanan kita terpapar virus tersebut, lalu kemudian virus itu menginfeksi kita. Duh, bukannya membuat bahagia keluarga yang ada di kampung halaman, yang ada kita malah merepotkan mereka.

Oleh karena itu, sebaiknya #JanganMudikDulu. Kita harus bersabar menunggu waktu yang benar-benar aman untuk pulang ke kampung halaman. Keluarga besar pasti maklum. Apalagi ini juga untuk kebaikan kita bersama. Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun