Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

"Connecting Happiness" Melalui Sedekah

8 Mei 2020   23:09 Diperbarui: 8 Mei 2020   23:06 500
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar diambil dari liputan6.com

Sedekah sangat dianjurkan dalam Islam. Ada banyak manfaat bagi si pemberi sedekah. Tak hanya sebagai pembuka rezeki halal dan berkah, sedekah juga dapat menghapus dosa, menolak bala, mendapat pahala yang berlipat, hingga sebagai tabungan kebaikan untuk hari akhir kelak.

Menariknya, sedekah itu tak harus melulu berupa uang, bisa juga hal lain berupa kebaikan, seperti membantu menyebrangkan orang tua yang kesulitan menyebrang jalan, atau menenangkan anak kecil yang tidak sengaja jatuh karena kurang hati-hati. Dalam Islam, senyum pun bahkan sudah berupa sedekah.

Sedekah melalui Hal Kecil

Saya biasanya melakukan sedekah melalui hal kecil. Terkadang sekadar melebihkan uang parkir. Bila uang parkir yang harus dibayar untuk parkir motor Rp1.000, saya lebihkan menjadi Rp2.000. Saat ada penjual koran di tempat makan atau lampu merah, saya biasakan membeli. Biasanya saya berikan uang Rp5.000 atau Rp10.000 tanpa meminta kembalian. Surat kabar lokal di Batam umumnya dijual dari Rp2.000 sampai dengan Rp4.000.

Dulu ada tukang koran langganan di lampu merah, ibu-ibu. Biasanya ia berjualan koran sambil membawa anaknya yang masih kecil. Ibu-ibu ini terkadang bila diberi uang lebih, suka tidak mau. Ia bilang, sudah dibeli korannya saja sudah sangat berterimakasih, tidak perlu diberi uang lebih. Duh, jadi terharu. Ternyata tidak semua orang kecil memanfaatkan kondisi mereka untuk dikasihani.

Itu makanya saya lebih suka memberi sedekah kepada para penjual koran seperti itu dibanding kepada pengemis. Kondisi perekonomian mereka betulan memperihatinkan. Bila tidak memperihatinkan, buat apa mau panas-panasan berjualan koran. Menggadaikan keselamatan dengan berlalu-lalang di jalan raya saat lampu merah. Namun, mereka tetap mau berusaha. Ada yang mereka lakukan untuk mendapatkan penghasilan.

Bukan seperti pengemis yang hanya menengadahkan tangan, duduk manis di satu titik di sudut jalan raya dengan menjual rasa kasihan. Padahal beberapa dari mereka tak sedikit yang justru hidup berkecukupan, memiliki simpanan uang yang fantastis, hingga memiliki rumah gedong dang kendaraan roda empat.

Membeli Dagangan yang Dijajakan

Salah satu bentuk sedekah saya yang lain biasanya dengan membeli dagangan dari penjual yang sudah sepuh, atau yang sekiranya membutuhkan. Ada satu bapak-bapak penjual es lilin yang menjadi langganan. Bapak tersebut sudah sepuh, tetapi ia sangat semangat menjajakan dagangannya dengan mendorong gerobak lumayan besar.

Saya sebenarnya lebih suka membeli es krim kemasan, dibanding es rumahan. Es krim kemasan menurut saya lebih bersih, lebih terjamin bahan yang digunakan, lebih terpercaya juga proses pembuatannya.

Namun, saat melihat bapak itu tertatih-tatih mendorong gerobak, seketika jadi lebih suka es lilin yang dibuat bapak itu. Apalagi es lilinnya lumayan enak. Ada beberapa rasa, mulai dari durian, vanila, cokelat hingga strawberry.

Selain bapak penjual es lilin, di perumahan tempat saya tinggal juga suka ada anak kecil yang menjual aneka buah-buahan. Buah-buahan itu biasanya dikemas per kilo gram di sebuah plastik. Biasanya anak itu membawa beberapa kantung buah. Tidak tentu. Dijajakan dengan cara berjalan kaki.

Saat anak itu pertama kali berjualan di pemukiman tempat saya tinggal, saya mengira itu anak tetangga yang keletihan dan menumpang duduk. Kala saya iseng bertanya, ternyata ia berjualan buah. Ia katanya berjalan kaki dari Batuaji sambil menjajakan buah. Bila sudah terjual semua baru pulang.

Saat tahu anak tersebut berjalan kaki dari Batuaji, saya sedikit terperanjat. Jarak dari rumah soalnya lumayan jauh. Menggunakan kendaraan roda empat saja jarak tempuhnya bisa 30 hingga 45 menit. Apalagi berjalan kaki. Biasanya saat anak tersebut berjualan saya membeli dua sampai tiga kantung.

Sudah agak lama anak itu tidak terlihat, biasanya seminggu atau dua minggu sekali suka muncul, sore-sore manawarkan buah salak hingga lengkeng. Mungkin efek pandemi Covid-19 sehingga ia tidak berjualan lagi, atau sebelum sampai ke daerah tempat saya tinggal buah yang ia jual sudah keburu habis.

Saya suka bersedekah dengan membeli dagangan seperti itu. Selain membantu si penjual, kita juga sekalian membeli untuk memenuhi kebutuhan kita. Apalagi produk yang mereka jajakan juga berkualitas bagus. Bedanya, kita tidak leluasa memilih seperti berbelanja di toko karena barang yang dijual hanya itu.

Menyantuni Pemulung

Beberapa waktu belakangan ini, saya sering menyisihkan uang untuk memberi sedekah beberapa pemulung. Jumlahnya tidak tentu, tergantung dari kondisi dompet. Biasanya tidak ada kriteria khusus pemulung seperti apa yang saya beri sedekah, saat melihat pemulung itu hati merasa tergerak untuk sedekah, saya langsung sedekah begitu saja.

Kepada pemulung itu saya lebih suka memberi uang, bukan makanan atau barang. Bukan apa-apa, kalau uang mereka bisa gunakan untuk keperluan apapun. Kalau makanan terkadang mereka juga sudah punya. Terkadang di gerobaknya, suka ada beberapa bungkus makanan. Saat ditanya, katanya tadi ada yang memberi.

Uang bisa digunakan untuk biaya anak si pemulung sekolah, bisa juga untuk berobat bila memang sedang ada yang sakit. Atau bisa juga untuk keperluan lain. Kalau pun memberi barang bekas, biasanya memberi botol-botol kemasan, atau jerigen plastik. Biasanya saya kumpulkan dari bekas minyak goreng atau air minum dalam kemasan.

Bila diberi pakaian bekas, sepatu atau tas bekas kadang ada beberapa dari mereka yang tidak mau. Biasanya terpentok dari segi ukuran. Terlalu kecil, atau malah terlalu besar. Terkadang karena mereka juga sudah sepuh dan tinggal sebatang kara. Sehingga, tidak memerlukan barang-barang seperti itu.

Sedekah yang saya lakukan belum seberapa dibanding yang sudah dilakukan oleh orang-orang lain di luar sana. Namun, sedekah sekecil ini pun ternyata sudah membuat saya bahagia. Connecting happiness melalui sedekah sangat terasa. Kadang berpikir, apalagi kalau sedekah lebih besar ya? Rasa bahagianya pasti lebih besar.

Namun apalah saya, apalagi kalau sedang tidak ada uang berlebih saya terkadang lebih memperbanyak sedekah yang tidak memerlukan uang, sedekah dengan perbuatan baik. Salam Kompasiana! (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun