Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Saat Mengobrol Tak Hanya "Ngalor-Ngidul"

22 Juni 2019   17:41 Diperbarui: 22 Juni 2019   18:22 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi diambil dari centerlighthealthcare.org

Hasil dari menjual sayur-mayur, menjahit dan menjual kue, tidak beliau habiskan seluruhnya. Sebagian beliau tabung. Setelah terkumpul cukup banyak, uang tersebut dibelikan perahu. Perahu tersebut kemudian disewakan. Namun biaya sewa tak hanya berbentuk uang, tetapi juga berupa tangkapan hasil laut.

Penyewa harus membayar uang sewa perahu dengan nominal tertentu. Sebagai tambahan, penyewa juga harus membagi hasil tangkapan ikan yang didapat. Sehingga, nenek mertua bilang, uang hasil dari menyewakan perahu dapat ditabung atau digunakan untuk keperluan lain, sementara ikan dari bagi hasil dapat dimasak untuk seluruh keluarga.

Sehingga, asupan makanan untuk seluruh keluarga selalu enak dan bernutrisi. Tak ada cerita anak makan seadanya karena pendapatan suami yang terbatas. Beliau mengatakan, meski bukan dari kalangan berada, ia selalu mengupayakan memberi yang terbaik untuk si buah hati, terutama makanan, karena terkait tumbuh kembang anak.  

Saat saya tanya apakah tidak repot harus mengerjakan banyak hal seperti itu? Beliau bilang memang harus mau repot. Bila tidak, masa depan anak yang akan menjadi taruhan. Beliau bilang, menjadi seorang ibu juga berarti harus siap untuk tidak berhenti untuk belajar. Belajar banyak hal, karena sesepele apapun yang kita pelajari suatu saat nanti pasti akan berguna.

"Menguatkan" Mental Si Buah Hati

Nenek mertua bilang, memiliki sembilan orang anak merupakan tantangan tersendiri. Pengeluaran luar biasa besar, terutama menjelang Idulfitri. Terlebih nenek mertua termasuk salah satu ibu yang membiasakan menyiapkan pakaian baru setiap kali hari raya umat muslim tersebut tiba.

Nenek mertua bilang, setelah ia pintar menjahit ia biasa menyiapkan pakaian lebaran untuk seluruh keluarga dengan menjahit sendiri. Paling ia berbelanja bahan pakaian. Namun, saat lebaran biasanya tak hanya baju baru yang disiapkan, "printilan" yang lain juga. Salah duanya adalah sepatu dan aksesories.

Saat anak-anak mulai besar, nenek mertua meminta mereka untuk membantu menjual ikan. Biasanya setiap anak mendapat jatah menjual satu piring ikan. Setelah ikan terjual, mereka akan mendapat upah. 25 persen dari upah tersebut dapat dibelanjakan apa saja oleh si buah hati, sisanya harus masuk celengan. Setiap anak akan mendapat satu celengan.

Celengan tersebut akan diisi selama satu tahun penuh dari upah menjual ikan. Beberapa hari menjelang lebaran celengan akan dibuka dan dihitung. Dari hasil uang celengan tersebut setiap anak berhak menentukan akan membeli apa untuk keperluan lebaran. Ada yang memilih membeli kalung mas, gelang, sepatu, dll.

Setelah itu nenek mertua biasanya berbelanja ke Singapura untuk membeli kebutuhan-kebutuhan tersebut. Anw, nenek mertua bukan sok gaya berbelanja kebutuhan ke negeri tetangga. Masalahnya saat itu Batam, Kepulauan Riau, belum seramai sekarang. Kebutuhan pokok masih sulit didapat.

Nenek mertua bilang, saat anak-anaknya mengumpulkan uang dengan berjualan ikan, tidak jarang mereka diledek teman-teman yang lain. Dibilang bau amis, hingga ledekan lain yang "memerahkan telinga". Namun nenek mertua selalu menguatkan si buah hati. Meminta mereka agar tidak mengambil hati ledekan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun