Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Mudik, Sukacita Bertemu Teman Kecil dan Keluarga

2 Juni 2019   23:35 Diperbarui: 2 Juni 2019   23:39 27
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lebaran tanpa mudik, bagai sayur tanpa garam. Hambar. Idulfitri jadi terasa biasa saja seperti hari-hari lain. Terlebih bila tetangga kiri-kanan-depan-belakang juga tidak ada di rumah karena memilih menghabiskan waktu di kota asal. Baju baru untuk lebaran juga jadi tidak ada artinya. Ngapain pakai baju bagus bila usai shalat Id hanya berkeliling dari dapur ke ruang tamu? Hanya untuk makan ketupat, dilanjut nastar.

Itu makanya setiap Idulfitri tiba saya dan keluarga selalu mengusahakan untuk mudik. Saat kecil saya pulang kampung dari Bogor, Jawa Barat ke Sukabumi, Jawa Barat. Kami pergi bertiga, ibu, ayah dan saya. Menginap di rumah kakek-nenek dari ayah dan ibu. Agar lebih leluasa, kami biasanya membawa kendaraan sendiri.

Untuk menghindari kemacetan, kami  berangkat usai shalat Id. Kami biasanya tak berkunjung satu per satu ke rumah tetangga karena sudah bertemu dan bermaaf-maafan setelah shalat di masjid. Usai shalat, jamaah biasanya langsung membentuk lingkaran. Sambil menuju pintu keluar, kami bersalam-salaman.

Bertemu Keluarga Tercinta
Hal yang paling membahagiakan saat mudik adalah bertemu dengan seluruh anggota keluarga. Kakek-nenek, paman-bibi, dan para sepupu. Saat menghabiskan waktu di rumah kakek dan nenek, kami melakukan aktivitas yang berbeda dibanding hari biasa. Kami biasanya menangkap ikan, baik dengan pancing maupun jaring.

Beberapa bulan sebelum lebaran, nenek membeli ikan kecil-kecil untuk ditebarkan di kolam. Secara berkala ikan-ikan tersebut diberi makan. Alhasil saat kami berkunjung, ukuran ikan sudah membesar dan sudah siap tangkap. Ikan hasil tangkapan tersebut biasanya dimasak beramai-ramai, ada yang digoreng ada juga yang dibakar dengan bumbu jahe.

Saat lebaran nenek saya juga biasanya memotong satu ekor kambing. Hal tersebut dilakukan karena anak-menantu-cucu nenek saya pecinta sate. Dibanding membeli sate dalam jumlah besar, lebih baik membuat sate sendiri dengan bumbu andalan keluarga. Selain rasanya lebih mantap, jumlahnya juga lebih banyak.

Bisanya anak-menantu-cucu yang cowok akan mengipas sate secara manual. Sementara yang perempuan membantu menyusun sate ke dalam tusukan. Beberapa ada yang membuat bumbu sate. Biasanya bumbu sate dibuat dari kacang tanah yang diberi cabai dan bumbu aromatik lain.

Dulu kami beramai-ramai membuat sate pada hari pertama lebaran. Usai istirahat beberapa menit setelah melakukan perjalanan dari perantauan, kami langsung terjun memasak. Bumbu sate biasanya sudah disiapkan nenek dan kakek. Kami hanya tinggal, mengiris, menusuk, dan membakar sate tersebut.

Dulu saat formasi keluarga besar masih lengkap, aktivitas ini dianggap biasa saja. Setelah beberapa anggota keluarga sudah berpulang, aktivitas ini sangat dirindukan. Ternyata kegiatan sederhana seperti itu yang justru mengeratkan keluarga besar kami. Mengobrol santai sambil menusuk-nusuk sate, ternyata justru lebih akrab.

Kini semua tidak lagi sama. Aktivitas mudik di keluarga besar tak lagi seperti dulu. Terlebih untuk keluarga kecil saya. Saat mama meninggal, aktivitas mudik langsung berubah. Apalagi tak berapa lama setelah mama berpulang, saya langsung menikah dan pindah ke luar kota. Bahkan luar pulau.

Oleh karena itu, buat para Kompasianer yang masih memiliki orangtua, bila memungkinkan untuk mudik, mudik deh. Akan tiba masanya kita sangat ingin pulang kampung, tetapi tidak ada alasan yang cukup kuat untuk mudik karena orangtua sudah tidak ada. Seperti kata pepatah, rumah itu buka tempat kita lahir dan besar, tetapi tempat di mana orangtua kita berada.

Berwisata Kuliner Sepanjang Jalan
Hal yang paling menyenangkan saat mudik adalah bisa berwisata kuliner di sepanjang jalan. Saat masih suka mudik dari Bogor ke Sukabumi, saya dan keluarga biasanya suka mencicip aneka makanan Sunda di sekitaran Cigombong atau Caringin. Setelah itu melanjutkan perjalanan. Nanti di sekitaran Cibadak makan kembali, tetapi biasanya hanya makan bakso. Dulu di sekitaran Cibadak banyak bakso-bakso lezat.

Bertemu Teman Semasa Kecil
Selain bertemu keluarga, mudik juga menyenangkan karena bisa bertemu teman sewaktu kecil. Seru bisa mengobrol sambil mengingat masa lalu. Atau bertukar kabar, seperti apa perkembangan dari si teman tersebut. Obrolan tersebut biasnaya melebar, mengobrolkan teman-teman yang lain yang masih rutin bertukar kabar.

Bila pulang kampung pada hari biasa terkadang sulit untuk bertemu. Terlebih bila si teman juga merantau ke kota lain dan hanya pulang pada hari-hari besar tertentu. Padahal efek bertemu teman sewaktu kecil itu bahagianya sama seperti kita bertemu keluarga jauh yang sudah lama tidak bertemu.

Ajang Mengakrabkan Diri dengan Keluarga Suami/Istri
Setelah menikah, mudik juga bisa menjadi ajang untuk mengakrabkan diri dengan keluarga suami/istri. Saat Idulfitri umumnya keluarga besar suami/istri berkumpul. Sehingga kita lebih mudah untuk berakrab ria dengan mereka. Bila masih merasa kaku, duduk saja mendengarkan mereka mengobrol. Lama-lama akan cair sendiri.

Atau bisa juga sambil bantu-bantu memasak. Sambil mengiris bawang bisa sambil mengobrol hal ringan. Tenang, anggota keluarga baru biasanya lebih banyak diajak mengobrol, dibanding harus mengajak mengobrol. Sehingga, kita tinggal timpali saja obrolan pembuka dari mereka.

Ah, mudik itu lebih banyak sukanya dibanding duka. Hal yang tidak terlalu menyenangkan dari mudik paling hanya suasananya yang terlalu ramai. Transportasi umum berebut, atau malah harus pesan tiket dari jauh-jauh hari. Kalau yang merantau ke luar pulau, pusing dengan harga tiket yang melambung.

Selain itu, saat mudik kita kehilangan privasi. Kita harus tidur berbagi kamar dengan saudara lain. Terkadang malah harus tidur di ruang tamu, atau ruang keluarga dengan kasur yang diatur sedemikian rupa. Kemudian saat mandi harus rela mengantre, terkadang malah berebutan dengan saudara lain.

Namun di luar itu semua, mudik sangat menyenangkan. Tidak ada yang bisa menggantikan momen berkumpul dengan keluarga. Kalau teman-teman Kompasianer, apa yang paling disukai dari mudik? Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun