Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Raja Ali Haji, Menyematkan Ajaran Agama Melalui Karya Sastra

27 Mei 2019   20:44 Diperbarui: 27 Mei 2019   21:08 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Raja Ali Haji lebih dikenal sebagai Bapak Bahasa Indonesia. Beliau juga dikenal sebagai seorang ahli bahasa, penulis, sastrawan, sejarawan, dan pahlawan nasional. Raja ali Haji resmi mendapat gelar pahlawan nasional dari Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Nopember 2004.

Karya yang paling terkenal dari Raja Ali Haji adalah "Gurindam Duabelas" yang diterbitkan tahun 1853. Selain itu ada "Bustanu'l-katibin". Sebuah karya lingusitik yang mendeskripsikan tata cara penulisan bahasa Melayu yang sesuai dengan ejaan Arab-Melayu.

"Bustanu'l-katibin" pertama kali dicetak pada tahun 1875 dengan menggunakan teknik litografi --percetakan batu. Beberapa waktu kemudian dicetak ulang di Singapura. Buku ini juga pernah dialih bahasakan ke dalam bahasa Belanda oleh Ph. S. van Ronkel dan dimuat dalam sebuah jurnal Tijdschrift van het Bataviaasch Genootschap XLIV/1909.

Raja Ali Haji juga membuat "Kitab Pengetahuan Bahasa". Buku ini berupa kamus Bahasa Melayu yang diterbitkan pada tahun 1929 di Singapura. Kamus ini menggunakan teknik persajakan dan teknik kaufah. Menjelaskan arti sebuah lema (kata/frasa) dengan mengambil dari sebuah syair atau pantun.

Tak hanya itu, putra pasangan Tengku Haji Ahmad dan Encik Hamidah tersebut juga menulis dan menerbitkan "Samratu'l-muhimmati (Thamarat al-Muhammad)", "Syair Awai"," Silsilah Melayu dan Bugis", "Tuhfat Al-Nafis", "Syair Kitab Hokum al-Nikah" atau "Syair Suluh Pegawai", "Syair Siti Sianah" atau "Jawharat", hingga "Syair Sinar Gemala Mestika Alam".

Kegiatan literasi memang sangat lekat di keluarga Raja Ali Haji. Sang ayah juga kerap menghasilkan sebuah karya tulis. Begitupula dengan kerabat beliau yang lain. Banyak yang menghasilkan karya bermanfaat yang lekat dengan kehidupan sehari-hari, khususnya yang terkait dengan syariat Islam dan keluhuran budaya Melayu.

Salah Satu Ulama Indonesia

Selain ahli dibidang budaya, sastra dan bahasa, pengetahuan Raja Ali Haji di bidang agama Islam juga sangat mumpuni. Beliau memperdalam agama Islam, terutama ilmu fikih, dari beberapa ulama di Pulau Jawa. Selain itu juga memperlajari agama Islam langsung dari ulama Arab Saudi.

Saat pertama kali menunaikan ibadah haji pada usia belasan tahun, beliau sengaja menetap sementara waktu di Mekah untuk memperdalam agama Islam. Tak hanya itu, beliau juga kemudian berkunjung ke Mesir untuk memperlajari tata bahasa Arab, ushuludin, fiqih serta tasauf.

Tak heran beberapa karya beliau sangat kental dengan ajaran-ajaran Islam. Sebut saja buku yang berjudul "Samarat al-Muhimmah Difayah li al-Umara wa al-Kubara wa li ahl al-Mahkamah". Bila dibahasa Indonesiakan menjadi "Pahala dari Tugas Keagamaan bagi Para Pemimpin, Pembesar, dan Hakim".

Ada juga buku berjudul "Bustan al-Katibin li as Sibyan al-Mutaallimin", atau "Taman Para Penulis dan Pencari Ilmu", yang dicetak pada tahun 1875. Buku tersebut berisi mengenai pandangan Raja Ali Haji. Ia berpendapat, satu-satunya jalan untuk mengatasi hawa nafsu dan permasalahan adalah dengan taat kepada hukum Allah SWT yang digariskan dalam Al-Quran.

Tak hanya melalui buku, syariat Islam juga sangat kental disuarakan Raja Ali Haji melalui sajak, tepatnya gurindam. Coba tengok deretan kata yang ditorehkan di "Gurindam Duabelas". Hampir semu bait berisi petuah baik, mulai dari mengajak kita menahan amarah seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, menjaga hati, hingga imbauan untuk selalu menjaga shalat seperti yang diperintahkan Allah SWT melalui Al-Quran.

Barang siapa meninggalkan sembahyang,

Seperti rumah tiada bertiang.

Barang siapa meninggalkan puasa,

Tidaklah mendapat dua termasa.

Barangsiapa meninggalkan zakat,

Tiadalah hartanya beroleh berkat.

Raja Ali Haji mungkin tidak melakukan tausyiah secara langsung seperti ulama-ulama pada umumnya. Namun beliau sebenarnya justru telah melakukan syiar Islam dengan cara yang lebih sistematis dan luas. Karya tulis lebih abadi dan dapat menjangkau khalayak yang lebih banyak.

Terlebih beliau juga melakukan syiar agama melalui karya sastra yang justru lebih lekat dengan kehidupan masyarakat. Kita sebagai pembaca tak hanya dimanjakan dengan deretan kata yang indah dan penuh rima, tetapi juga diberi  pandangan dan arahan yang baik mengenai agama, khususnya Islam.

Semoga suatu saat nanti saya bisa seperti beliau, membuat karya sastra yang sarat dengan pesan agama agar kelak menjadi amal jariyah. Aamiin! 

Bila ingin berziarah ke makan beliau dapat datang ke Pulau Penyengat, Tanjungpinang, Kepulauan Riau. Kita bisa mendapatkan cerita yang lebih lengkap mengenai beliau melalui juru kunci makam. Selain itu bisa melihat seperti apa lingkungan tempat seorang ahli bahasa dan sejarawan besar lahir dan tumbuh. Apalagi Pulau Penyengat sangat instagramable. Salam Kompasiana! (*)

Sumber:

(1) Buku Saku Gurindam Duabelas yang diterbitkan Pemerintah Kota Tanjungpinang.

(2) Sumber

(3) Sumber

(4) Sumber

(5) Sumber

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun