Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Lakukan Tiga Hal Ini agar Pertanian Indonesia Maju

2 Mei 2019   14:44 Diperbarui: 2 Mei 2019   15:21 806
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Persawahan di Sukabumi, Jawa Barat. | Dokumentasi Pribadi

Generasi yang lebih muda, lebih memilih menjadi pekerja pabrik yang jumlahnya semakin banyak dan beragam. Apalagi pabrik-pabrik itu sudah menjamur sejak akhir 1990-an, merambah hingga pelosok desa. Tak hanya warga yang berijazah setara SMA yang direkrut, tetapi juga lulusan yang dibawahnya.

Mirisnya, setelah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit, hasil yang didapat belum tentu sesuai harapan. Salah hitung masa tanam dapat menyebabkan hasil panen tidak maksimal. Apalagi masih banyak petani yang masih mengandalkan hitungan masa tanam secara kira-kira, hanya melihat fenomena alam. Padahal iklim tak lagi sekonsisten dulu.

Saya masih ingat obrol-obrol ringan dengan salah satu kerabat pada akhir 2017 silam. Saat membolak-balikan padi yang sedang dijemur di halaman belakang rumah, beliau mengeluhkan biaya produksi yang tidak sebanding dengan hasil yang didapatkan. Kerabat saya itu mengaku mengeluarkan biaya sekitar Rp5 juta untuk satu petak sawah.

Namun setelah dipanen, bila dikonversi ke rupiah, padi yang dihasilkan nilainya bahkan tidak sampai dari setengah modal yang sudah ia keluarkan. "Gagal" panen yang ia alami diakibatkan karena salah menghitung masa tanam. Padahal ia bilang, sudah menanyakan ke petani lain yang dinilai lebih kredibel terkait waktu tanam yang tepat.

Kerabat saya itu bilang, sebenarnya ia sudah lelah menjadi petani. Apalagi kejadian tersebut sudah dialami beberapa kali. Lebih baik uang yang ia miliki dialokasikan untuk keperluan lain. Terlebih uang dengan jumlah tersebut terbilang besar untuk nilai tukar di sebuah desa. Namun ia bilang, bila sawah yang ia miliki tidak ditanami padi khawatir jadi "garung", tidak lagi bisa untuk menanam padi bila lama tidak diberdayakan.

Kerabat saya itu memang harus berjuang sendiri mengelola sawah yang ia miliki. Sang suami sudah meninggal, sementara si anak semata wayang lebih memilih menjadi pegawai di salah satu perusahaan pembiayaan. Meski sebagian besar proses tanam dipercayakan kepada buruh tani, beberapa harus ia kerjakan sendiri untuk menekan biaya.

Salah satunya adalah menjemur gabah secara manual. Jujur menurut saya itu pekerjaan yang cukup berat, terutama bagi perempuan yang sudah sepuh. Waktu kecil saya sering ditugasi nenek saya menjaga padi yang sedang dijemur jangan sampai dimakan ayam atau burung. Ini saja sudah membosankan dan memberatkan.

Apalagi harus menghamparkan padi tipis-tipis di halaman rumah agar cepat kering, membolak-balikan padi, kemudian memasukannya kembali ke dalam karung. Bila gabah basah dibiarkan nanti bisa rusak. Beras yang dihasilkan bisa patah-patah kecil, berubah warna menjadi kuning, bahkan busuk.

"Membumikan" Teknologi Pertanian

Umumnya orang malas menekuni suatu profesi karena sistem kerja tidak efisien, berisiko besar, tetapi "imbalan" yang didapat tidak sebanding. Sudah susah payah bekerja, bukannya untung, malah "buntung". Sedihnya, bagi sebagian orang profesi petani masih dinilai seperti itu.

Padahal bila googling, membaca artikel, menonton dari channel youtube, pekerjaan seorang petani seharusnya tidak dinilai "seribet" itu. Ada banyak teknologi yang bisa dimanfaatkan untuk memudahkan para petani menanam padi hingga "menyulapnya" menjadi butiran beras yang bisa dikonsumsi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun