Mohon tunggu...
Cucum Suminar
Cucum Suminar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Kompasianer

Belajar dari menulis dan membaca. Twitter: @cu2m_suminar

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

Begini Ketatnya Menjaga Ketersediaan Air Baku di Batam

6 Februari 2019   18:14 Diperbarui: 6 Februari 2019   18:27 783
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Waduk di Batam juga dijaga semaksimal mungkin agar tidak terpapar limbah --termasuk limbah rumah tangga. Limbah rumah tangga tidak ada yang dialirkan secara langsung ke dam seperti halnya kerap terjadi di sungai-sungai di Pulau Jawa. Terlebih limbah-limbah dari perusahaan.

Kualitas air baku dan ketinggian air baku juga selalu dipantau secara berkala. Sehingga, terus terkontrol. Maklum, bila kebablasan terlalu tercemar atau malah terlalu surut akan repot. Masyarakat maupun industri di Pulau Batam bisa-bisa tidak bisa beraktivitas karena tidak ada air.

Selain itu juga menjaga daerah resapan air. Setiap tahun, perusahaan pengelola air bersih yang mendapat konsesi dari BP Batam/Otorita Batam untuk mengelola air bersih di Batam melakukan penanaman pohon dengan menggandeng berbagai instansi yang ada di Kota Batam.

"Kehilangan" Satu Waduk
Meski BP Batam/Otorita Batam cukup ketat mengawasi waduk-waduk yang mereka bangun, tetapi tetap saja (pernah) kecolongan. Sejak 2012, ada satu waduk --Waduk Baloi-- yang tidak lagi difungsikan. Padahal Waduk Baloi merupakan waduk pertama yang di bangin Otorita Batam.

Waduk Baloi. | Dokumentasi ATB
Waduk Baloi. | Dokumentasi ATB
Waduk yang memiliki kemampuan abstraksi 30 liter/detik itu tidak lagi difungsikan sebagai sumber air baku karena sudah terlalu tercemar limbah rumah tangga dari rumah-rumah liar di sekitar waduk.. Kalaupun dipaksakan diolah, hasilnya tidak lagi ekonomis. Biaya pengolahan air baku tersebut akan menjadi "mahal".

Waduk Baloi memang berada di pusat kota. Bila awalnya rumah liar yang dibangun disana umumnya hanya berupa bangunan untuk tempat tinggal, kini sudah semakin semarak dengan berbagai tempat usaha, mulai dari rumah makan hingga pengepulan. Bila dulu bangunannya tidak permanen, kini dibuat secara permanen. Semakin marak sejak waduk tersebut tidak lagi difungsikan.

Pemerintah memang harus tegas. Sejak awal bila tidak boleh dibangun untuk rumah-rumah liar, harus tidak boleh. Jangan "tutup mata". Jangan dibiarkan dan akhirnya semakin menyebar hingga sulit untuk ditertibkan. Alhasil Waduk Baloi sekarang lebih mirip seperti septic tank raksasa.

Rugi, Membiarkan Air Baku Tercemar

Air baku merupakan sumber air bersih yang nantinya akan kita gunakan untuk beraktivitas, mulai dari mencuci, mandi, hingga untuk memasak. Bila kita membiarkan air baku tercemar, sama saja kita mencemari sesuatu yang akan kita konsumsi. Sama seperti mencemari air yang akan kita minum.

Waduk Mukakuning. | Dokumentasi ATB
Waduk Mukakuning. | Dokumentasi ATB
Memang sih sebelum didistribusikan, pengelola air bersih akan mengolah air tersebut hingga layak konsumsi. Namun, bila terlalu tercemar berarti butuh proses pengolahan yang lebih dari semestinya. Alhasil, bila terlalu "rumit", bukan tidak mungkin air bersih tersebut nantinya akan dijual dengan harga yang lebih mahal.

Namun itu sih masih mending, mahal kalau barangnya masih ada, masih oke. Bagaimana kalau air baku semakin menyusut hingga tidak cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat? Tidak ada air bersih ngeri lho, karena air bersih itu tidak tersubstitusi. Salam Kompasiana! (*)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun